PLUS MINUS
2. Bagian 5-10

DISSOLVE TO

5. INT. RUMAH CAHYA – SIANG

Cast: Cahya


Lima belas tahun yang lalu...


Cahya muncul dari pintu dengan tangan kanan memegang sebuah amplop. Dia terlihat begitu gembira seperti tidak sabar ingin menunjukkan sesuatu.


CAHYA

(Tersenyum lebar)

CAHYA PULANG!


Melihat tidak ada siapapun di ruang tamu membuat Cahya langsung memeriksa ke kamar, dapur, bahkan kamar mandi sambil berlari kecil. Tapi, tidak ada orang juga.


CAHYA
Bapak? Ibu?


Cahya berhenti bergerak. Berdiri diam di tengah ruang tamu sambil berpikir kira-kira kemanakah kedua orangtuanya pergi. Lalu, dia memutuskan untuk memeriksa ke halaman samping dan belakang rumah. Tapi, tidak ada juga.


6. EXT. HALAMAN DEPAN RUMAH CAHYA – SIANG

Cast: Cahya, Bapak, Ibu


Kecewa tidak dapat menemukan orangtuanya, Cahya duduk di amben. Dengan wajah murung, dia menatap amplop di tangannya.


BAPAK

(Terkejut)

Loh itu Cahya sudah pulang, buk?


IBU
(Melihat Bapak, kemudian mengikuti arah telunjuk Bapak) 


Cahya mendongakkan kepala, lalu tersenyum. Dengan langkah tergesa-gesa, dia lari menghampiri Bapak dan Ibunya yang juga sedang berjalan ke arahnya. Bapak mengenakan caping dan memanggul cangkul sementara ibu menenteng caping.


CAHYA

PAK! BUK! CAHYA PUNYA SESUATU YANG MAU DITUNJUKIN!

(Mengangkat amplopnya)


Cahya nyaris terjungkal jika Bapak tidak dengan sigap menangkapnya.


IBU

(Melotot kaget)

Hati-hati, nduk!


CAHYA

(nyengir)

HEHE. Maaf, Ibu. Cahya terlalu semangat, sih.


Cahya merapihkan seragam kemejanya, lalu memastikan amplop yang dipegangnya baik-baik saja.


BAPAK
Memangnya mau menunjukkan apa? Kok terlihat semangat sekali sampai nyaris jatuh.


Cahya menoleh antusias ke Bapak. Dia mengangkat amplopnya sejajar muka lalu menunjuk amplop itu menggunakan jari telunjuk kirinya.


CAHYA
Ini, loh, Pak. Pengumumannya. Ada di dalam sini.


Cahya menyerahkan amplop itu ke Bapak. Saat Bapak mulai membukanya, Ibu merapat untuk bisa ikut melihatnya. Tapi, tak lama dari itu, Bapak kembali menutup daun penutup amplopnya.


IBU

(Mengernyit)

Aduh kenapa ditutup lagi, sih, Pak? Lha wong Ibu sudah penasaran.


BAPAK

(Menoleh)

Sebentar, buk. Bapak deg-degan ini lho!


IBU
Sama ae, Pak! Ibu juga deg-degan. Udah cepat dibuka saja biar kalau sudah tahu hasilnya langsung plong.


BAPAK
Iyo-iyo. Sabar, buk. Ini juga mau Bapak buka.


Bapak memulai kembali membuka amplopnya. Ibu langsung merapat lagi. Sementara itu, Cahya memperhatikan orangtuanya tanpa bisa berhenti tersenyum. Kakinya juga bergerak-gerak tidak mau diam.


IBU
Coba dibaca, Pak.


BAPAK
Sebentar to, buk. Ini coba tolong dipegang amplopnya.


Ibu menerima amplop kosong dari Bapak, tapi matanya masih terus fokus pada kertas yang sedang Bapak buka lipatannya.


BAPAK
Sekarang Bapak bacakan, yo? Ibu dengarkan baik-baik!


Ibu tidak menjawab. Pokoknya daritadi hanya menaruh perhatian pada kertas pengumuman itu.


BAPAK
Berdasarkan hasil rapat dewan guru tentang penentuan kelulusan, dengan ini peserta didik tersebut di atas dinyatakan LULUS!


INSERT: Surat Keterangan Lulus


Bapak dan Ibu saling menatap sambil melotot kaget kemudian tersenyum. Mereka bersama-sama menoleh ke Cahya yang saat itu tersenyum lebar.


BAPAK
Ini surat resmi dari sekolah, kan, nduk?


CAHYA
Iya.. Dan Cahya meraih nilai tertinggi untuk lulusan tahun ini. Cahya juara 1 paralel, Pak, Bu.


Bapak dan Ibu kaget. Cahya menghambur ke pelukan orangtuanya. Mereka bertiga menangis bahagia bersama. Kemudian, Ibu mencium ubun-ubun Cahya lama dan Bapak mengelus rambut Cahya dengan tatapan bangga.


BAPAK
Alhamdulillah. Terima kasih, ya, nduk sudah membuat Bapak dan Ibu bangga.


Cahya tersenyum bahagia mendengar perkataan itu.


IBU

(Mengangguk sambil tersenyum)

Anak Ibu pintar sekali.


Cahya tersenyum lagi mendengar pujian Ibunya. Kemudian memeluknya.


CAHYA
Cahya senang kalau Bapak sama Ibu bangga sama apa yang Cahya capai. Semoga Cahya bisa buat kalian bangga lagi sama pencapaian Cahya di lain waktu ya.


IBU
Iya, nduk. Kami selalu bangga sama kamu. Lha wong kamu satu-satunya anak Bapak sama Ibu, kok.


Cahya tahu Ibu bercanda dengan kalimat itu dan dia tertawa. Ayah mengelus rambutnya.


BAPAK
Ditunggu lho, ya!



7. INT. RUMAH PAK AJI – KAMAR CAHYA – MALAM

Cast: Cahya


Di sebuah ruangan ukuran 2x2 bertembok bata, di bawah temaramnya cahaya rembulan, Cahya tidur dengan jarit menutup tubuhnya. Tak lama setelah itu, dia bergerak-gerak dan akhirnya terbangun dari tidurnya.


Cahya mengucek matanya, lalu melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Dia berdiri menyalakan lampu, mengambil kertas pengumuman kelulusannya dan mengamatinya sambil senyum-senyum saat sudah kembali duduk di kasur lantainya.


CAHYA
Baiknya aku lanjut sekolah ke mana, ya?


Cahya memandang genteng kamarnya.


CAHYA
Apa ke SMA 1 Wonosari aja biar kalau pulang buat ketemu Bapak sama Ibu nggak kejauhan?


Tiba-tiba sekelebat ingatan tentang nasihat dan pesan dari kepala sekolah melintas di benaknya.


CUT TO FLASHBACK

8. EXT. SEKOLAH – LAPANGAN UPACARA – PAGI

CAST: Cahya, Bapak kepala sekolah


Di bawah bendera merah putih yang berkibar, Bapak kepala sekolah menyerahkan amplop kepada Cahya.


BAPAK KEPALA SEKOLAH
Cahya rencananya mau lanjut kemana?


CAHYA
Belum tahu, Pak. Masih bingung.


BAPAK KEPALA SEKOLAH
Nggak mau ke SMA 1 Yogyakarta to?


CAHYA

(Meringis)

Belum bisa menentukan, Pak.


BAPAK KEPALA SEKOLAH

(Ngangguk-ngangguk)

Dimanapun sekolahnya, menurut Bapak tidak masalah, karena semua sekolah itu tempat buat menuntut ilmu. Iya, kan?


Cahya mengangguk sopan.


BAPAK KEPALA SEKOLAH
Satu pesan Bapak, jangan hanya berhenti di SMP ini. Lanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Teruskan perjuangan kamu, ya?


CAHYA
Pasti, Pak.


BAPAK KEPALA SEKOLAH
Bapak tahu kamu pintar. Dan Bapak yakin suatu saat nanti kamu bisa jadi orang. Kamu itu punya potensi, Cahya. Itu kenapa Bapak mau ngomong seperti ini. Kamu harus ingat pesan Bapak, ya?


CAHYA

(Mengangguk sambil tersenyum)

Iya, Pak, terima kasih atas wejangannya. Pesan-pesan Bapak sangat berharga untuk saya dan saya pastikan akan selalu mengingatnya.


Bapak kepala sekolah tersenyum bangga terlihat dari tatapan matanya saat melihat Cahya. Sebelum turun dari podium, Cahya mencium tangan Bapak kepala sekolah.


BAPAK KEPALA SEKOLAH
Sukses, ya!


CUT BACK TO

9 INT. RUMAH PAK AJI – KAMAR CAHYA – MALAM

Cast: Cahya, Ibu, Bapak


Cahya memilin ujung kertas.


CAHYA
Atau ke SMA N 1 Yogyakarta kayak saran Pak kepala sekolah tadi?


Perhatian Cahya terfokus di bagian tengah kertas.


INSERT: daftar nilai Cahya yang didominasi nilai A+ dan A serta 2 nilai B+.


CAHYA
Aku minta pendapat Bapak sama Ibu saja, deh, nanti.


Saat memutuskan untuk kembali tidur, tiba-tiba dia kebelet buang air kecil. Akhirnya dia memutuskan untuk ke kamar mandi.


IBU (O.S)
Pak, coba Bapak pikirkan lagi. Harapan itu terlalu tinggi untuk kita wujudkan, Pak.


Langkah kaki Cahya ditarik kembali ke dalam kamar. Pintunya kembali ditutup dan menyisakan sedikit celah agar dia bisa melihat dan mendengar percakapan orangtuanya di dini hari seperti ini.


BAPAK
Bu.. Ibu harus percaya sama Bapak.


Ibu menatap Bapak lelah.


IBU

Ibu pengen percaya, tapi tidak ada yang bisa ibu percaya.

(jeda)

Kita ini cuma buruh tani, Pak. Tidak punya penghasilan tetap. Sulit.


Cahya mengernyit tidak mengerti dengan apa yang sedang dibahas orangtuanya.


BAPAK
Iya, Bapak paham. Tapi, yang ibu keluhkan itu juga kurang bisa Bapak terima. Buktinya kita bisa menyekolahkan Cahya sampai SMP dengan hasil itu.


Ibu menghela napas jengah. Sulit sekali membuat Bapak mengerti.


IBU
Pak, bu Sari yang punya warung sebesar itu saja bilang sering kesulitan untuk biaya kuliah anaknya. Apalagi kita yang hanya seorang buruh tani? Bukan petani lho, pak, tapi cuma buruh tani.


Cahya terkejut karena ternyata pokok masalahnya ada di dia.


BAPAK
Tidak perlu membandingkan diri dengan oranglain.


IBU
Lho itu fakta.


Bapak menengok Ibu dengan tatapan lembut.


BAPAK
Bapak akan mengusahakan supaya Cahya bisa sekolah tinggi. Bapak tidak akan membiarkan Cahya hanya berhenti di SMP, bu.


IBU
Ibu juga sama, Pak. Dan solusinya tidak harus kuliah. Seperti anaknya Bu Darman itu lho.


Cahya tidak sanggup untuk mendengarkan percakapan orangtuanya lebih jauh lagi. Dia menutup rapat pintunya dan kembali membaringkan badannya di ranjang. Meski suara itu masih terdengar karena kamarnya tidak kedap suara, tapi Cahya mengakalinya dengan menutup seluruh tubuhnya sampai telinga menggunakan jarit.


10. TALKING HEAD CAHYA


CAHYA

Kenyataan itu terasa seperti pahitnya obat saat menyentuh lidah. Dan sepahit-pahitnya obat itu, bukankah harus tetap ditelan?


Beat.


Kenyataan itu juga harus bisa kutelan. Karena memaksakan kehendakku dan mengabaikan ketidakmampuan orangtuaku, sama saja aku mencari penyakit baru yang entah nanti akan ada obatnya ataukah tidak.


Beat.


Akhirnya jalan hidupku berbelok jauh dari tujuan awal. Aku membuat tujuan baru dan langkahku akan dimulai dari SMK ini.
Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar