PLUS MINUS
1. BAGIAN 1-4

FADE IN

1. INT. KANTOR – RUANGAN CAHYA – PAGI

Cast: Cahya, karyawan perempuan


Di sebuah bilik bercat putih abu, tampak Cahya duduk menghadap computer. Jemarinya bergerak lihai di atas keyboard. Dengan mata yang sesekali melihat catatan appointment yang diletakkan di samping kiri.


CAHYA
(Dahinya mengkerut, lalu menghela napas lelah)


CU: layar laptop menampilkan agenda kerja pimpinan selama seminggu. Cahya mem-block tulisan pertama di kolom kegiatan, menghapusnya, lalu diganti. Kemudian memencet ctrl+P dan meng-klik opsi print menggunakan kursornya.


KARYAWAN PEREMPUAN (O.S.)
Cahya diminta ke ruangan Pak Pandu!


Cahya berdiri. Mengetuk-ketukkan jari telunjuknya di meja sambil terus memperhatikan mesin print. Saat semua sudah selesai diprint, Cahya langsung memasukkannya ke dalam maps. Lalu buru-buru pergi membawa maps itu dan 2 berkas lain yang ada di meja.


2. INT. KANTOR – RUANGAN PAK PANDU – PAGI

Cast: Cahya, Pak Pandu, karyawan laki-laki


Cahya mengetuk pintu ruangan bosnya.


PAK PANDU
Ya, silakan masuk.


Cahya membuka pintu dan berjalan menghampiri Pak Pandu yang saat itu tengah berbincang dengan seorang karyawan laki-laki. Bersamaan dengan Cahya yang telah sampai di sisi meja, karyawan itu permisi keluar.


PAK PANDU
Silakan duduk.


Cahya mengangguk kemudian duduk.


CAHYA

Ini berkas yang Bapak minta pagi tadi, Pak. Silakan.

(Menyerahkan 2 berkas yang dibawanya kecuali satu map)


Cahya menunggu Pak Pandu memeriksa berkas yang dibawanya.


PAK PANDU
Baik, ini saya terima ya?


Cahya tersenyum sopan.


PAK PANDU
Lalu agenda saya untuk hari ini apa saja?


Cahya memeriksa agenda kerja Pak Pandu di maps.


CAHYA

Pukul 10.00 nanti Bapak ada meeting dengan Bapak Raditya dari PT KRIYA untuk membahas proyek kerja sama pembangunan pusat perbelanjaan di Yogyakarta, Pak. Kemudian pukul 12.00 menghadiri peresmian kantor cabang PT RADIKA.

(Menatap Pak Pandu setelah menutup maps itu)

Hanya itu untuk agenda hari ini, Pak. Selebihnya tidak ada.


PAK PANDU
Kalau begitu, berkas untuk meeting nanti sudah disiapkan?


CAHYA
Sudah siap, Pak.


PAK PANDU
Nanti jangan lupa dibawa.


Cahya mengangguk sopan.


PAK PANDU
Ya sudah. Kamu boleh kembali ke ruanganmu.


CAHYA
Baik, Pak. Saya permisi.


LONG SHOOT: Sepatu heels Cahya saat berjalan.


CUT TO:


3. EXT. DEPAN KANTOR – SORE

Cast: Cahya, Budi, Rayya


LONG SHOOT: Sepatu heels Cahya saat berjalan. (bersambung dengan adegan sebelumnya?


Cahya berjalan sambil menelepon. Saat memperhatikan sekitar, dia tidak sengaja melihat Budi berdiri di depan mobil menggendong Rayya yang sibuk dengan mainan mobil-mobilan di genggamannya.


CAHYA

(tersenyum sambil menggeleng kecil)

Pantesan aku telepon nggak diangkat.


Cahya memasukkan ponselnya ke dalam tas. Saat itu, Budi menyadari kehadiran Cahya. Arhan menepuk lengan Rayya lalu menujuk Cahya saat Rayya menoleh.


Cahya melambaikan tangannya. Rayya meronta di gendongan Budi membuatnya diturunkan. Lalu Rayya berlari menghampiri Cahya. Diikuti oleh Budi yang berjalan pelan sambil memungut mobil mainan Rayya yang dilempar asal.


RAYYA
IBUUUU!!!


Cahya jongkok. Merentangkan kedua tangannya menunggu Rayya sampai kepadanya dan memeluknya.


CAHYA
Halo anak ganteng!


Setelah pelukan terlepas, Rayya mencium punggung tangan Cahya dilanjutkan mencium pipi kirinya.


CAHYA

(pura-pura cemberut lalu memiringkan wajahnya)

Yang kanan?


RAYYA

(menepuk jidat)

Oh iya, lupa.


Rayya mencium pipi kanan Cahya.


CAHYA
Terima kasih Rayya sayang.


Rayya tersenyum menggemaskan membuat Cahya langsung menyerbunya dengan ciuman di kedua pipi sampai leher hingga membuat Rayya tergelak.


CAHYA
Anak Ibu kenapa wangi banget, sih? Jadi pengen cium terus.


Saat Cahya sedang asyik bercanda dengan Rayya, tiba-tiba Budi datang.


BUDI
Ayahnya Rayya juga wangi loh. Nggak mau cium juga?


Cahya ikut tersenyum malu-malu saat Budi memperlihatkan senyum jahilnya. Apalagi dengan alis yang terangkat.


RAYYA
Enggak boleh! Cuma Layya yang boleh dicium Ibu.


Rayya membentengi Cahya dengan kedua tangan mungilnya. Menatap Budi layaknya musuh. Budi sebenarnya ingin tertawa dengan sikap sok anaknya, tapi dia tahan sama halnya dengan Cahya.


BUDI

(melipat tangannya di dada)

Hey anak kecil! Kamu siapa bisa melarang seperti itu?


RAYYA

(berkacak pinggang dengan badan condong)

Aku Layya. Memangnya kamu siapa, Ayah?


Budi melepaskan lipatan tangannya. Memundurkan kepalanya sambil tersenyum tak habis pikir melihat sikap Rayya. Cahya yang sudah tertawa sedari tadi tidak luput dari penglihatan Budi.


BUDI
Anak kamu kok ngeri, ya galaknya?


CAHYA
Anak kamu juga.


ARHAN

(tersenyum)

Iya, anak kita.


Cahya tertawa lagi. Memutar badan Rayya.


CAHYA
Sini, nak.


Meskipun sudah menghadap Cahya, tapi Rayya menyempatkan diri untuk memberikan lirikan tajam untuk Budi. Bukannya terkesan menakutkan, lirikan itu malah terlihat lucu.


BUDI

(Terkekeh lalu meraup wajah)

Astaga nih anak.


Rayya meminta untuk digendong dan Cahya menurutinya. Budi yang tahu langsung mengambil alih tas Cahya untuk dia bantu bawakan.


CAHYA
Makasih.


Cahya mengulurkan tangan mengambil tangan kanan Budi untuk diciumnya. Dilanjut Budi mencium kening Cahya. Dan seketika itu, Rayya teriak menggunakan suaranya yang melengking.


RAYYA
AAAAAAAAAA! AYAH! AYAH NGGAK BOLEH CIUM IBU!


Rayya menangis. Melayangkan pukulan membabi buta dan terus menerus pada Budi. Tapi, bukannya menenangkan, Budi malah tertawa mengejek.


BUDI
Boleeehhh. Itu tadi udah Ayah cium. Rayya mau lihat lagi?


Rayya menangis semakin keras.


CAHYA

(Mendelik ke Budi)

Ayahhh... 


Budi memelankan tawanya. Cahya mengelus punggung Rayya sambil membisikkan perkataan berharap dapat menghentikan tangisan Rayya.


CAHYA
Rayya... udah ya nangisnya, sayang? Kita mau pulang. Rayya nggak malu emangnya nangis di jalan? Masa udah gede masih nangis, sih?


RAYYA

(menyembunyikan wajahnya diceruk leher Cahya)

Layya nggak suka Ayah tadi cium Ibu. Kan cuma aku yang boleh.


Cahya memberi isyarat menggunakan matanya agar Budi membantunya membujuk Rayya. Budi lalu mendekat dan mengelus rambut Rayya yang berada di gendongan Cahya seperti bayi koala.


BUDI
Rayya. Ayah minta maaf deh. Ya?


Rayya diam saja.


BUDI
Kalau dimaafin nanti Ayah beliin mainan baru. Tapi, kalau nggak dimaafin nanti mobil-mobilan kamu yang ini bakal Ayah kasih ke orang.


Rayya menoleh. Tatapannya langsung fokus ke mobil-mobilan yang dipegang Budi. Matanya kembali berkaca-kaca dan dia menangis. 


RAYYA
Enggak boleh..


Kedua tangannya direntangkan menghadap Budi. Budi menerima Rayya sambil tersenyum. Menggendong Rayya –yang sudah berhenti menangis dan sekarang bermain dengan mobil-mobilannya- menggunakan tangan kirinya. 


BUDI
Berarti Ayah dimaafin, nih?


Rayya mengangguk. Kemudian Budi mencium pipi kanan dan kiri Rayya.


BUDI
Terima kasih.


Budi menatap Cahya sedang tersenyum. Mereka berjalan menuju mobil yang terparkir di pinggir jalan depan gerbang kantor. Sampai di sana, Cahya membukakan pintu belakang membantu Budi mendudukkan Rayya di kursi khusus bayi. Kemudian Cahya duduk di kursi samping pengemudi dan Budi yang menyetir mobilnya.


4. TALKING HEAD CAHYA


CAHYA
Hidup nggak selalu bisa sesuai sama apa yang kita inginkan. Ada kalanya kita dihadapkan sama realita yang jauh dari ekspektasi dan harapan. Dan itu yang ingin aku ceritakan. Cerita hidupku yang tak pernah aku bayangkan akan seperti itu jadinya.
Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar