PITUNG REBORN
ags
1. Babak 1
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

PITUNG REBORN

 

Written by

AGSETYAWAN

 

Berdasarkan dari Kisah Legenda Si Pitung

  

 

FADE IN

EXT. PINGGIR HUTAN – SORE

Gerimis sore menyapu pepohonan rindang pada pinggiran hutan. Air hujan membasahi ranting, dedaunan, semak dan berkumpul menjadi genangan air pada tanah yang mendelong.

PADA GENANGAN AIR DI TANAH YANG MENDELONG

Genangan air itu seperti cermin memantulkan langit merah sore diantara pucuk pepohonan. Langkah sepasang kaki berlari cepat, ringan, seperti melayang di atas genangan.

Beberapa saat kemudian menyusul di belakangnya kaki-kaki bersepatu tentara brutal menyibak genangan dengan tergesa. Sebuah perburuan.

CUT TO:

EXT. BAGIAN DARI PINGGIR HUTAN

Lelaki itu berperawakan kecil, berkulit agak gelap, berbaju pangsi hitam, berpakaian selayaknya jawara Betawi. Sarung melilit leher, menutupi sebagian wajahnya. Kita mengenalinya sebagai PITUNG. Dia berlari ringan menyibak pepohonan, menerobos gerimis sore.

CUT TO: 

EXT. BAGIAN DARI PINGGIR HUTAN LAINNYA 

SEPASUKAN OPAS KOMPENI memburu, berlari menerabas hutan.

PADA HANSEN

HANSEN, seorang opas kompeni keturunan Indo, muda dan ambisius, berlari mengejar paling depan. Fisiknya begitu sempurna untuk seorang serdadu. Dia memegang sebuah pistol di tangannya.

PADA MARTIN DE JONG

MARTIN DE JONG menyusul berlari di belakang Hansen. Seorang Belanda totok, muda dan naïf. Wajahnya terlalu polos untuk seorang serdadu. Dia membawa sebuah senapan laras panjang.

PADA ALBERT VAN HINNE

Menyusul di belakang mereka ALBERT VAN HINNE, seorang Belanda totok, opas senior sebagai Schout -- kepala polisi -- yang memimpin perburuan ini. Pistol masih terselip di pinggangnya.

PADA BEBERAPA OPAS KOMPENI

Di belakang Albert van Hinne menyusul beberapa opas berwajah lokal. Beberapa diantara mereka bersenjatakan seadanya.

PADA PENGKOR

Dan paling belakang adalah PENGKOR, seorang centeng kompeni. Karena kaki cacatnya, dia tampak kesulitan menerabas hutan yang cukup lebat.

PADA MARTIN

Martin berhenti sebentar. Sepertinya dia bermasalah dengan senapan laras panjangnya. Beberapa opas kini mulai melewati dia. Sampai akhirnya Pengkor yang paling belakang menyusul dia dengan terengah-engah.

CUT TO: 

EXT. BAGIAN LAIN DARI HUTAN

Gerimis sore semakin rapat. Langit merah perlahan mulai gelap. Suara tembakan senapan laras panjang masih terus menggema, mencekam diantara pepohonan pinggir hutan.

PADA PITUNG

Pitung terus berlari masuk ke tengah hutan. Beberapa kali peluru melesat di atas kepalanya. Dengan kepandaian silatnya dia berjumpalitan diantara pepohonan menghindar sergapan peluru.

CUT TO:

EXT. PERSIMPANGAN POHON BESAR

Berusaha mengecoh, Pitung berbelok di persimpangan jalan setapak pada sebuah pohon besar, kemudian berlari cepat menuju ke arah pinggiran Kali Krukut.

PADA OPAS KOMPENI 

Opas kompeni terus memburu, menerobos pepohonan dan sesekali menembakkan senapan ke arah Pitung.

CUT TO:

EXT. SEBUAH TANAH LAPANG DI PINGGIR KALI KRUKUT

Pitung sampai pada sebuah tanah lapang di pinggiran Kali Krukut. Saat itu Kali Krukut sedang meluap banjir. Pitung tersudut, tak ada lagi jalan untuk terus berlari.

Segera saja Van Hinne dan pasukannya mengepung dengan posisi siap menyerang. Van Hinne mendekat, tenang tetapi tetap bersiap dengan pistolnya. Pitung telah bersiap dengan kuda-kudanya.

PADA MARTIN

Martin yang muncul belakangan bersiap dalam posisi siap menembak ke arah Pitung. Saat dia mengokang pelatuk senapannya, senapan laras panjang itu sepertinya macet.

Tiba-tiba dari belakangnya muncul Pengkor terengah-engah. Karena kelelahan, dia lengah. Kakinya terantuk pada akar pohon besar. Tubuhnya meluncur jatuh menabrak Martin. Sehingga senapan laras panjang itu meletus.

PADA OPAS KOMPENI

Terjadi kegaduhan. Hal ini memeancing letusan senjata opas-opas lainnya. Membabi-buta. Peluru bersliweran tanpa kendali ke segala penjuru.

PADA PITUNG

Dengan keahlian silatnya Pitung segera beraksi memukul, menendang dan membanting beberapa opas di dekatnya.Ini membuat beberapa dari mereka ketakutan dan lari menyelamatkan diri.

Perkelahian seru dan tembakan-tembakan tanpa arah. Beberapa peluru bahkan hampir mengenai Van Hinne. Dia sudah terlanjur maju ke depan untuk mencoba bernegosiasi. Sehingga dia terpaksa harus bertiarap untuk menghindari peluru nyasar. Kini mereka semua ikut bertiarap.

Pitung berhasil melumpuhkan beberapa opas. Tetapi kemudian terdengar pistol menyalak. Sebuah peluru menembus lengannya. Dari belakang Hansen muncul dengan pistol masih berasap terarah pada Pitung.

Pitung berusaha berlari ke arah Kali Krukut. Sekali lagi Hansen menembak menembus punggungnya. Pitung masih berusaha lari. Sebuah tembakan susulan melempar tubuh Pitung jatuh ke Kali Krukut yang sedang meluap.

Segera saja air bah Kali Krukut seperti monster menelan tubuh Pitung yang jatuh di pusarannya. Hansen mengejar ke pinggir kali sambil terus menembak ke tempat Pitung jatuh sampai pelurunya kosong. Menyeringai penuh kemenangan.

PADA HANSEN

Hansen berdiri jumawa mengangkangi Kali Krukut. Gerimis sore mulai gelap membentuk siluet tubuhnya. Pistolnya masih berasap.

MATCH CUT TO:

Siluet Hansen bertransformasi menjadi gambar animasi komik hitam-putih, mengisahkan sepak-terjang Pitung melawan kompeni, mengantar pada title.

TITLE OVER:

PITUNG REBORN 

MATCH CUT TO:

EXT. KAMPUNG PINGGIRAN BATAVIA - MALAM

Panggung hiburan pada acara kawinan adat betawi di Ommelanden, kampung pinggiran di Batavia. Pada sebuah tanah lapang pertunjukkan lenong itu dipentaskan, menceritakan kisah JAWARA SI KUMIS.

Tokoh kita MAT SANI dan sahabatnya JENAL sedang tampil memperagakan beberapa gerakan akrobatik mempertontonkan perkelahian antara SI KUMIS, yang diperankan oleh Mat Sani, melawan OPAS yang diperankan oleh Jenal.

Dengan bantuan tali-temali yang diikatkan ke tubuhnya, Mat Sani terlihat seperti terbang, melompat dan berkelahi akrobatik di udara.

Penonton terhibur dengan adegan tersebut. Sebagai apresiasi beberapa dari mereka memberikan saweran ke kotak kaleng yang disediakan di pinggir panggung.

CUT TO:

INT. SOCIETEIT DE HARMONIE - MALAM

Van Hinne, Martin dan Hansen menghadiri acara pesta makan malam, sebagai perayaan kegembiraan mereka. Dengan terbunuhnya Pitung, mereka berhasil menegakkan Rust en Orde, keamanan dan ketertiban di Batavia.

Diantara para petinggi kompeni yang berdarah Belanda totok, Hansen merasa tersisihkan. Dia tidak nyaman, karena merupakan satu-satunya yang berkulit agak gelap. Perhatian mereka lebih tertuju pada Van Hinne dan Martin de Jong.

VAN HEUSEN, seorang pengusaha kaya, ikut memberi selamat kepada Van Hinne. Tetapi sepertinya Van Hinne tidak merespon sewajarnya dan berusaha menghindar dari dia.

Van Hinne menjauh. Dia berjalan ke arah Martin De Jong. Martin de Jong menuangkan segelas wine untuk Van Hinne. Keduanya terlibat dalam pembicaraan sambil menikmati minuman mereka.

VAN HINNE

Martin. Ik hoop dat je slechte dingen vermijdt en wegblijft van hypocrisie

    (melihat pada Van Heusen)  

Pas op voor die adders?

SUBTITLE: Martin. Aku berharap kamu terhindar dari hal-hal buruk dan menjauhi sikap bermuka dua.

Hati-hati dengan ular beludak itu?    

MARTIN

Ja, ik ben de zaak nog aan het bestuderen.

SUBTITLE: Ya.Saya masih mempelajari kasusnya.     

VAN HINNE

Gelieve mij de voortgang te melden.

SUBTITLE: Laporkan perkembangannya pada saya

CUT TO:

EXT. HALAMAN DEPAN SOCIETEIT DE HARMONIE - MALAM

Hansen berdiri di halaman Societeit de Harmonie. Pada halaman depan itu terdapat sebuah taman bunga kecil. Pada pagar luar dekat POS JAGA, dia bisa melihat Pengkor sedang bercengkrama dengan dua anak buahnya.

PADA POS JAGA

Dengan gaya berlebihan Pengkor membual memamerkan beberapa jurus silat andalannya saat melumpuhkan lawan. Lalu dengan sembarangan dia meludahkan kunyahan sirih dan mempertontonkan golok besarnya dengan jumawa – dia selalu begitu

PADA HANSEN

HANSEN

Inlander klootzak.

SUBTITLE:Inlander bajingan. 

CROSSFADE TO:

VARIOUS SHOTS

EXT. PASAR TENABANG - SIANG

Beberapa Opas lokal ditemani centeng kompeni dengan ganasnya menjungkir-balikan dagangan, merampas dan menendang beberapa pedagang kaki lima yang tidak membayar uang keamanan.

EXT. PINGGIR KAMPUNG OMMELANDEN - SIANG

Para Opas dan centeng kompeni dengan semena-mena merampas kerbau, kambing dan ayam, juga beberapa harta benda milik penduduk kampung yang tidak mampu membayar pajak tanah mereka. 

EXT. WARUNG KOPI DEKAT PASAR TENABANG

Beberapa lelaki tampak sedang sarapan pada sebuah warung kopi dekat pasar Tenabang.

PADA TEMBOK SEBERANG WARUNG

Seorang Opas sedang mencopoti POSTER PERBURUAN PITUNG berhadiah 400 Gulden. Setelah poster tercopot dia lalu melabur ulang tembok itu dengan cat kapur.

PADA DEPAN WARUNG

Diantara pengunjung warung tampak ANEN dan MUIN. Keduanya membawa cangkul, linggis dan pengki sebagai kelengkapan kerja sebagai TUKANG GALI KUBURAN. Anen mengambil selembar selebaran dan mencoba mengejanya.

TRANSITION TO: 

EXT. ACARA PESTA PERKAWINAN ALA KAMPUNG BETAWI - MALAM

Suasana pesta perkawinan masih ramai. Beberapa tamu hilir-mudik naik ke pelaminan untuk mengucapkan selamat kepada kedua mempelai dan keluarga. Pertunjukan lenong pada acara kawinan itu baru saja selesai. Mat Sani dan Jenal turun dari panggung.

PADA TEMPAT JAMUAN PRASMANAN

Beberapa tamu tampak mengitari jamuan prasmanan yang digelar pada sebuah meja panjang. Diantara mereka tampak Mat Sani dan Jenal, masih berpakaian kostum lenong sesuai peran masing-masing.

PADA TEMPAT MAKAN.

Sebagian tamu menikmati makanan sambil berdiri dan sebagian duduk berkelompok pada sebuah bangku panjang. Mat Sani baru saja selesai makan saat Jenal muncul kembali dengan segunung nasi dan lauk berlimpah.

MAT SANI

Lu mau makan apa macul sih, Nal?

     JENAL

Mumpung, Bang Sani. Rejeki bisa makan enak kagak dateng tiap hari. Udah seminggu nih, bisanya cuma geragotin ikan asin.

Mat Sani memberikan amplop saweran dari tuan rumah. Jenal menerawang ke lampu seolah-olah amplop itu sangat tipis dan dia bisa melihat isinya.

     MAT SANI

Nggak seberapa sih, Nal. Hari gini semua emang serba sulit. Barusan yang nyawer juga dikit.

     JENAL

Semua orang pada ngekepin duitnya 

CUT TO:

EXT. SEBUAH PONDOK ISTIRAHAT PINGGIR JALAN KAMPUNG - MALAM 

Keduanya pulang dari acara kawinan, masih dengan pakaian lenong mereka. Menghindari gerimis, keduanya berteduh pada sebuah pondok istirahat di pinggir jalan kampung.

     MAT SANI

Besok kagak jualan obat dulu ya. Badan gua ringsek.

     JENAL

Iya, Bang. Lagian kan tanggal tua. Musimnya opas-opas pada gerebek, malakin uang rokok. Kagak bayar kita digeruduk kayak maling.

Jenal kentut berebetan.

     JENAL

Perut kosong, kedesek makanan, anginnya pada ngeberebet --

      MAT SANI

Makdirabit. Bau, Nal! Kebanyakan geragotin ikan asin sih lu --

     JENAL

    (memegang pantat, lalu mengendusnya)

Ikan asin ngendon lima hari.

Tanpa sengaja Jenal kentut lagi.

     MAT SANI

Nah yang barusan apa lagi tuh?

     JENAL

    (memegang pantat, lalu mengendusnya lagi)

Telor asin. 

Mat Sani bangkit karena kebelet hendak buang air besar. Saat dia berdiri, gantiasn dia tidak sengaja kentut berebet.

     JENAL

    (mengendus, santai)

Semur jengkol tuh, Bang?

Mat Sani terkekeh. Dia segera mencari tempat buang air besar sambil berusaha menahan kentutnya yang ngeberebet dalam perjalanan menuju ke pinggir kali.

CUT TO: 

EXT. JALAN SETAPAK MENUJU PINGGIR KALI

Di jalan setapak menuju pinggir kali, dua orang berbaju pangsi, CENTENG 1 dan CENTENG 2 mencegat Mat Sani. Mat Sani berusaha tenang, tetapi rasa KEBELET membuat dia tampak resah. 

CENTENG 1

Mat Sani. Lu mau coba-coba nipu gue ya.

     CENTENG 2

    (melihat keresahan Mat Sani)

Gelagat lu udah ketara – dasar tukang tipu!

     MAT SANI

Ane tukang obat, Bang. Bukan tukang tipu. Orang kecil kayak ane mana berani sih nipu Abang.

     CENTENG 1

Nah itu dia. Obat yang kemaren lu jual kagak guna. Palsu ya?

     CENTENG 2

    (pada Centeng 1)

Obat apa Bang?

    CENTENG 1

(berbisik karena malu)

Obat kuat –

     CENTENG 2

Obat kuat? Emangnya— Oh iye, Abang kan barusan dapet bini muda ya --

     CENTENG 1

    (bangga)

Baru seminggu --

     CENTENG 2

Kalo udah kagak kuat, ngapain nambah bini, Bang. Bikin repot aja

     CENTENG 1

Berisik lu! 

Mat Sani berusaha menahan tawanya sambil sekaligus menahan kebeletnya. Karena malu Centeng 1 memegang goloknya dan menggertak Mat Sani..

     CENTENG 1

    (pada Mat Sani)

Jangan cengengesan. Bacot lu gue sumpel golok baru tau rasa!

Kentut Mat Sani makin ngeberebet. Dia memegangi pantatnya. Tak tahan lagi, Mat Sani tergesa melewati keduanya menuju pinggir kali.

     CENTENG 2

Dasar coro, baru digertak gitu aja udah ngeberebet—

CUT TO:

EXT. KAKUS DI PINGGIR KALI 

Mat Sani buang air besar di pinggir kali pada sebuah kakus bambu reot dengan atap dari bilik tua. Centeng 1 dan Centeng 2 menyusul ke tempat Mat Sani. 

Dari kakus terdengar suara kentut ngeberebet, suara cemplung dan kemudian helaan nafas lega panjang.

     CENTENG 1

    (sambil menutup hidungnya)

Bau banget nih. Kayak bau sampah. Apa sih yang dia geragotin?

     CENTENG 2

    (mengendus)

ini sih semur jengkol Bang. Habis pulang kondangan kali --

Mat Sani mengeluarkan kepalanya dari balik kakus.

          MAT SANI

Obat kuat yang ane jual sih tokcer, Bang. Udah banyak yang pake --

     CENTENG 1

    (masih sambil menutup hidung)

Apaan. Gue, minum habis sebotol kagak ada kuat-kuatnya.

MAT SANI

Bujug buneng, diminum? Lha pegimane sih Bang. Obatnya diolesin, bukan diminum --

     CENTENG 1

Makdirabit. Kok lu kagak bilangin gua —

     MAT SANI

Kan ada tulisannya di botol.

     CENTENG 2

    (ketawa)

Dia kagak bisa baca-tulis. Goblok!

CENTENG 1 merasa kata-kata itu seperti ditujukan padanya. Agak bingung, kemudian dia melotot pada temannya.

     MAT SANI

Nah, situ yang kagak bisa baca-tulis masak ane yang goblok.

     CENTENG 1

Makdirabit! Kagak usah banyak cing-cong! Balikin duit gua sekarang.

     MAT SANI

Wah kagak bisa, Bang. Ane kan jualan obat, bukan jualan sarung.

     CENTENG 2

Ribet amat. Ane beresin aja nih tukang tipu –

     CENTENG 1

Lemparin aja ke kali. Buat ngumpan buaya putih --

Dengan beringas Centeng 2 menendang kakus reot yang terbuat dari bambu itu hingga roboh. Tubuh Mat Sani ikut tercebur ke dalam air. Dalam sekejap tubuhnya hilang ditelan derasnya Kali Krukut yang meluap.

CUT TO: 

EXT. PINGGIR KALI KRUKUT, KAMPUNG SAWAH - PAGI

Seorang anak lelaki usia delapan tahunan berlari kesetanan. Tangan kanannya membawa setumpuk daun pisang sementara tangan kirinya memegang tali celananya agar tidak melorot.

Dengan cekatan dia melompat dari satu batu ke batu lainnya, menyebrangi Kali Krukut dengan kaki telanjang menuju tanah lapang di pinggir kali.

CUT TO:

EXT. TANAH LAPANG PINGGIR KALI, KAMPUNG SAWAH - PAGI

Tanah lapang itu berupa sebuah dataran yang diratakan dengan beberapa pohon besar mengelilinginya. Di tanah lapang itu tampak PIIH, seorang guru silat muda, sedang melatih silat anak-anak Kampung Sawah. Dia sedang melatih beberapa jurus andalan, sementara murid-muridnya mengikuti gerakan tersebut.

     ANAK KECIL

Ada orang nyang-nyang-kut di ka-li

CUT TO:

INT. KAMAR RUMAH SAININ

Mat Sani terbaring di satu-satunya dipan di kamar itu. Pada sebuah bangku di pojok kamar, MARIANE seorang gadis Belanda, menungguinya sambil membaca Koran HINDIA OLANDA. Berpakaian kasual semakin menegaskan kecantikan alaminya. 

PADA HALAMAN KORAN HINDIA OLANDA

Gambar wajah Pitung tampak serupa dengan wajah Mat Sani yang sedang tertidur.

PADA MAT SANI

Beberapa saat kemudian Mat Sani mulai terbangun. Dia terkejut melihat Mariana yang berwajah bule. Dia melihat ke sekeliling ruangan yang tidak dia kenali. 

POV. MAT SANI

CU pada wajah Mariane yang tersenyum. Cantik. Bias lampu di belakangnya semakin membuat aura kecantikannya tampak seperti bidadari.

     MAT SANI (V.O.)

Apa gua udah mati ya --

Mat Sani mencoba menggerak-gerakkan tangannya tetapi kaku.

     MARIANE

    (dengan logat Betawi kental)

Bang? Bang--

Mat Sani makin bingung. Pada saat itu muncul Piih membawa baskom kompresan air hangat. Wajahnya yang SANGAT BETAWI membuat Mat Sani menjadi lebih tenang.

MAT SANI (V.O.)

    (lega)

Sukur deh. Gua masih di Betawi.

CUT TO:

INT. KAMAR RUMAH SAININ – PAGI, SIANG, MALAM 

Mat Sani mengigau, tubuhnya tergoncang-goncang hebat. Mariane segera mengganti kompresannya. Dari jendela kamar kita bisa melihat waktu berganti PAGI-SIANG-MALAM-PAGI. Mariane, Piih dan SAININ bergantian keluar masuk kamar bergiliran menunggui. 

CROSSFADE TO:

INT. KAMAR RUMAH SAININ - PAGI.

Mat Sani demam, menggigil dan mulai mengigau. Dia menggerak-gerakan tangannya seperti sedang bersilat. Tampaknya dia mengigau manggung dipertunjukan lenong.

MAT SANI

    (mengigau naskah lenong yang dia perankan)

Gua kagak bakal mundur sepetak. Lu jual, gua beli. Kontan!

Piih yang saat itu masuk membawa baskom kompresan air hangat terperangah. Dia menyadari wajah Mat Sani serupa dengan gambar Pitung di Koran Hindia Olanda yang tergeletak di atas meja. Baskom yang dipegangnya jatuh. 

Piih mengambil koran itu dan memperhatikan lebih seksama.

     PIIH

Bang Pi-tung?

    (berteriak ke luar kamar)

Bang Pitung -- 

Suara ribut-ribut Piih memunculkan Mariane dan Sainin. .

 CUT TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar