64.INT. KANTOR, RUANG PAK JIWO - PAGI
Pak Jiwo kini memiliki posisi Direktur di Aman & Ah. Di ruangannya tersebut ia sedang bicara dengan pak Aman yang mendapakan tempatnya kembali di kantor ini.
Kakek Jiwo memberi isyarat pada Pak Aman agar memburamkan kaca. Pak Aman segera meraih remote untuk memburamkan jendela kaca ruangan tersebut. Setelah itu dengan hikmat ia duduk bersila di sudut ruangan menemani Kakek Jiwo yang sudah khusyu'. Kek Jiwo nampak merapal mantra dan memejamkan matanya. Tiba-tiba saja tubuh Kakek jiwo bergetar hebat, wajahnya memerah mengeluarkan keringat. Kakek Jiwo membuka mata dengan terengah-engah. Pak Aman ketakutan dibuatnya. Pak Aman menatap Kakek Jiwo dengan penasaran, mengharapkan jawaban.
CUT TO:
65.INT. RUMAH MEWAH, KAMAR - MALAM.
Supers: Kemarin Malam.
Terlihat Soleh sedang bicara empat mata dengan pak Gondo yang masih saja terlihat menderita dan belum juga menemui ajalnya. Kita melihat tampilan wajah Soleh terlihat babak belur, kacamata hitamnya pun tak mampu menyembunyikan memar di mata kanannya dan luka memanjang di pelipis kirinya, serta bibir bawahnya yang masih menyisakan jejak goresan darah.
Pak Gondo penasaran dengan apa yang terjadi.
CUT TO:
FLASHBACK.
66.EXT. RUMAH BARU, HALAMAN - MALAM
Soleh sudah meringkuk di tanah menahan pukulan dan tendangan para penagih hutang. Tangan Soleh melemah, lengannya terkulai, wajahnya tak terlindungi. Tiba-tiba kepalan yang menuju tepat ke wajahnya terhenti di udara ..
Dari matanya yang bengkak Soleh samar-samar melihat penampakan seseorang pemuda yang .. IA INGAT! Ini adalah pemuda yang hampir mati di pabrik yang dia audit dulu. Ternyata maling itu kini ada di Jakarta dan menjadi penagih hutang yang menagih dirinya.
FLASHBACK END.
67.INT. RUMAH MEWAH, KAMAR - MALAM
Pak Gondo tertawa terbahak hingga terbatuk-batuk mendengar kisah Soleh.
Soleh kembali serius.
Pak Gondo menunjuk pigura besar di dinding kamar. Foto keluarga tiga generasi, ada istri, anak, cucu bahkan cicit. Jumlahnya puluhan, semua terlihat ceria dalam balutan seragam batik kelas butik.
Suasana hening. Kemudian pembicaraan berlanjut tapi penonton tidak bisa mendengar isi pembicaraan. Hanya bisa melihat ekspresi wajah Soleh yang takut, marah hingga geleng-geleng kepala.
68.INT. KANTOR, RUANG PAK JIWO - MALAM
Kakek Jiwo terlihat murka, sementara Pak Aman resah dibuatnya. Di hadapan mereka ada Lamhot, pengacara Pak Gondo yang tiba-tiba datang secara mendadak.
Kakek Jiwo mengabaikan pertanyaan si pengacara, dia malah balik bertanya.
Kakek Jiwo mendengus keras, Pak Aman menatapnya penuh tanya.
Pengacara merogoh saku jasnya dan mengeluarkan amplop panjang yang agak cembung.
Kakek Jiwo memandang amplop dengan curiga, diterimanya dengan hati-hati. Pak Aman terlihat tak nyaman dengan perkembangan peristiwa ini.
Baru saja pengacara pak Gondo mau pamit, ada keributan di luar ruangan mereka. Dari dalam ruangan kaca mereka bisa melihat tiga anggota kepoisian masuk tanpa bisa dicegah oleh petugas keamanan yang hanya bisa mendampingi. Para karyawan heboh, mau berurusan dengan siapa polisi tersebut.
69.INT. KANTOR, RUANG KARYAWAN - MALAM
Ternyata polisi itu menuju ruang Pak Aman yang kosong. Pak Aman pun panik ingin bersembunyi, sayang pihak polisi sudah bisa melihat pergerakannya di ruangan Kakek Jiwo, karena ruangan yang terbuat dari kaca.
70.INT. KANTOR, RUANG PAK JIWO - MALAM
Mereka segera menyerbu masuk ke ruangan Kakek Jiwo. Ia hanya bisa duduk pasrah melihat Pak Aman ditangkap, dua tangannya ditelikung dan diborgol. Lamhot, pengacara Pak Gondo meski kaget tapi dia tetap bisa menjaga ketenangannya dan menyaksikan peristiwa ini dengan datar-datar saja.
Pak Aman tidak memberontak, dia hanya melihat marah ke arah Kakek Jiwo.
Kakek Jiwo duduk makin pasrah tak menjawab apa-apa, dia terus menimang amplop pemberian Pak Gondo di tangannya.
CUT TO:
71.INT. KANTOR, RUANG PAK JIWO - TENGAH MALAM
Suasana kantor Aman & Ah sudah gelap gulita. Tak ada kesibukan. Tapi ada satu ruangan yang masih menyala hingga kelihatan menonjol di antara ruangan lain yang gelap.
Terlihat Pak Jiwo sudah menyiapkan dupa berisi kemenyan yang mengepul. Amplop yang diterimanya diasapi dengan asap dupa sambil komat kamit membaca mantra entah apa.
Di atas asap dupa, dibukanya amplop dengan hati-hati, hanya ada secarik kertas bertuliskan tebal-tebal dan kantung plastik ziplock berisi sesuatu.
Kertas itu bertuliskan “SELAMAT MENIKMATI KEMARAHAN PESUGIHANMU SENDIRI”
Dengan tangan bergetar Kakek Jiwo mengangkat plastik ziplock ke arah lampu, membuka penutupnya, ternyata plastik itu terisi gumpalan daging LIDAH MANUSIA!
Kakek Jiwo bergetar hebat, dari lidah itu keluar suara-suara magis yang tumpang tindih.
Suara tersebut memekakkan telinganya. Kakek Jiwo menutup telinganya yang bahkan mulai mengeluarkan darah. Suara makin keras hingga menjungkalkan Kakek Jiwo dari kursi hingga menabrak dinding kaca. Begitu kerasnya hingga membuat dinding kaca itu pecah berantakan.
CUT TO:
72.INT. BUS LUAR KOTA - MALAM
Soleh dengan ransel di punggung dan memegang alat tulis kanak-kanak yang bisa dihapus tulis ulang sudah duduk di bus antar kota. Meski wajahnya pucat ia terlihat gembira. Ibu-ibu yang duduk di sebelahnya penasaran dengan mainan gambar-tulis yang dipegang Soleh.
Soleh tersenyum dan segera menuliskan pesan di alat terseut dan memperlihatkannya ke si Ibu. Tulisannya “Maaf, saya tidak bisa bicara. Ini buat membantu saya.”
Segera saja si Ibu menangkupkan tangan tanda ia meminta maaf.
Soleh tersenyum tanda ia tak apa-apa. Terngiang ucapan Pak Gondo.
CUT TO:
73.EXT. PESANTREN, KAMAR - PAGI
Terlihat suasana pesantren yang sederhana api nyaman, tak ada mobil terparkir, tapi ada kambing tertambat di halaman dan ayam yang sedang diberi makan oleh para santri.
74.INT. PESANTREN, KAMAR - PAGI
Kamera masuk ke kamar yang dihuni keluarga Soleh. Terlihat Soleh dan Rumi asik berkomunikasi dengan alat mainan yang dibawanya. Sementara Arum memeluk rapat suaminya tak mau dipisahkan lagi.
SELESAI