Pesugihan Putih
9. #9

58.INT. RUMAH SAKIT CEMPAKA, KAMAR - PAGI

Arum terlihat tertidur lelap di bawah pengaruh obat tidur. Matanya terlihat bengkak karena terlalu banyak menangis.  

CUT TO:

59.EXT. RUMAH SAKIT CEMPAKA, DEPAN KAMAR - PAGI

Soleh keluar dari kamar dengan hati hancur, dia duduk di depan pintu kamar, Kakek Jiwo sudah ada di sampingnya. Soleh masih sibuk menghubungi seseorang di hp.

SOLEH
Punten ya, Teh. Iya, saya masih jagain Arum. Titip Rumi sehari dua hari lagi, ya. 
Rumi nggak rewel kan, Teh.
(Jeda mendengar jawaban)
Syukurlah. Hatur nuhun ya, Teh.
Salam.

Soleh duduk di sebelah Kakek Jiwo, matanya memandang Kakek Jiwo dengan putus asa.

KAKEK JIWO
Ternyata masih ingat sampeyan untuk tidak mengucap assalamualaikum? Bagus. Itu berarti sampeyan masih punya akal sehat.
SOLEH
Anak saya tidak bisa kembali, Kek? Saya akan melakukan apapun, Kek.
KAKEK JIWO
Dunia setan juga punya aturan, melanggar ada konsekuensinya. Dunia lelembut juga punya keterbatasan, menghidupkan yang mati? Kalau mereka bisa, sudah sejak lama mereka akan jadi Tuhan.
Jadi hemat energi saja, jangan minta yang bukan-bukan.
SOLEH
Betul-betul tidak ada caranya keluar dari pesugihan terkutuk ini, Kek?
KAKEK JIWO
Ada. Harus mengorbankan anak kandung yang paling disayang untuk jadi pelayan di negeri lelembut.

Soleh menggeleng tak percaya, Kakek Jiwo tersenyum kalem meilihat reaksi Soleh.

SOLEH
Tidak bisa digantikan oleh Saya, misalnya?
KAKEK JIWO
Mereka tidak menerima orang dewasa, karena manusia pendosa tidak bisa jadi apa-apa di alam sana. Ada cara lain sebenarnya.

Soleh langsung duduk tegak mendengar kata-kata Kakek Jiwo.

KAKEK JIWO
Sampeyan bisa menukar anak sampeyan dengan tiga orang anak manusia yang seusia. Gelandangan juga boleh, asal masih anak-anak.
SOLEH
Menolak satu harus bawa ganti tiga? Nggak adil banget, ya?
KAKEK JIWO
Hahahaha, sampeyan mengharapkan keadlian pada makhluk jadi-jadian.

Kini Soleh menjadi gundah dan agak marah.

SOLEH
Ada nggak sih, pencabutan pesugihan yang nggak pakai ngorbanin nyawa anak manusia segala.
KAKEK JIWO
Ada. Langgar aturan satu per satu. Tapi ingat, setiap pelanggaran pantangan punya resiko masing-masing.
SOLEH
Tapi bukan kematian?

Kakek Jiwo tersenyum misterius.

KAKEK JIWO
Bukan, lebih menakutkan dari kematian. Sampeyan akan mendekat lagi ke kemiskinan.

Soleh tampak bimbang, matanya terlihat bingung menatap ke arah Kakek Jiwo.

KAKEK JIWO
Jangan minta saya berpendapat. Sampeyan mengabaikan saran saya di pabrik, bukan? Hal ini tak akan kejadian jika sampeyan menurut. Yang bisa saya katakan, jalani saja, sampeyan toh masih punya anak satu lagi. Anak yang masih harus sampeyan hidupi. Istri yang masih harus sampeyan nafkahi.

Seperti punya telepati, terdengar panggilan dari dalam ruangan.

ARUM (O.S.)
(Lemah)
Akang? Akaaang??

Soleh segera masuk ke ruangan meninggalkan Kakek Jiwo.

CUT TO:

60.INT. RUMAH SAKIT CEMPAKA, KAMAR - PAGI

Arum yang melihat suaminya masuk langsung berusaha bangkit, Soleh segera mencegah dan memeluknya lembut sambil membaringkan kembali tubuh istrinya ke tempat tidur.

ARUM
Dedek nggak ada, Kang. Dedek, hilaang. Maafin Arum ya, Kang. Nggak bisa jaga Dedek dengan baik. Huhuhu..

Soleh membiarkan dadanya basah oleh air mata Arumi. Ia sendiri menangis tanpa suara.

SOLEH
Bukan salah, Neng. Sudah takdirnya Dedek begitu. Neng istirahat yang tenang ya, biar cepat sembuh.
ARUM
Bukan, Kang. Bukan takdir. Ini benar-benar salah, Neng. Maksa check up sendiri padahal ada Mbak yang bisa nemein Neng. Tapi.. tapi Neng malah jalan sendiri dan .. Neng nggak tahu kenapa tiba-tiba gelap, bangun-bangun udah di sini dan Dedeknya udah .. HUUU!!!

Arum menumpahkan semua rasa bersalahnya di dada Soleh sebagai orang yang paling bersalah di kejadian ini.

SOLEH
Bukan salah, Neng. Salah Akang juga gak bisa antar Neng check up. 
Jangan nangis lagi ya. Dedek udah di surga, janin kan nggak punya dosa, Neng.

Arum tiba-tiba menatap Soleh.

ARUM
Kita berdoa ya, Kang. Doain Dedek. Kita minta maaf juga sama Allah gak bisa jaga titipannya.

Soleh tanpa pikir panjang segera menengadahkan tangannya, istrinya memejamkan mata sambil menengadahkan tangan dan rebah di dada Soleh.

SOLEH
Bismill ..
KAKEK JIWO
Pak Soleh, maaf Pak.

Soleh kaget melihat Kakek Jiwo sudah ada di ruangan dengan tatapan mengingatkan. Tatapan yang membuat Soleh murka.

SOLEH
(Menahan marah)
Pak, tolong tunggu di luar. Saya ingin berdoa bersama istri saya. Tolong.
Arum membuka mata bingung melihat Kakek Jiwo dan Soleh saling bertatapan dengan tajam.
KAKEK JIWO
Baik, saya cuma mengingatkan.

Kakek Jiwo keluar kamar. Soleh dan istrinya mendoakan untuk anak mereka yang berpulang.

SOLEH
Bismillahirahmanirahim .. (Fade out)

Tampak tatapan tajam mengancam Kakek Jiwo memperhatikan adegan mengharukan tersebut.

CUT TO:

61.EXT. KUBURAN - PAGI

Walau cerah, pagi itu terasa kelabu. Arum dipapah oleh saudara dan teman-temannya di sisi kuburan kecil yang sudah tergali. Soleh memeluk calon anak ke-2 nya yang sudah terbungkus dengan mata basah.

Pak Kyai di dekat Soleh bertanya lembut.

PAK KYAI
Ayahnya silakan mengadzankan.

Soleh mengangguk mantap, mulai mengarahkan mulut di telinga kanan jenazah anaknya dan melantunkan adzan yang sendu dan syahdu. Tak dilihatnya Kakek Jiwo yang menyaksikan di kejauhan dan pergi dengan geram.

SOLEH
Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. (Fade out)

CUT TO:

62.INT. RUMAH BARU, RUANG MAKAN - PAGI

Soleh sedang asik mencuci mobil sambil bermain dengan Rumi. Arum yang masih pucat tersenyum sambil membawakan sarapan buat mereka. Kopi hitam dan roti mentega gula pasir untuk suaminya, Susu roti selai kacang untuk Rumi dan air putih hangat dan roti selai stroberi untuknya.

Arum meletakkan sarapan tersebut di meja kecil samping taman. Soleh dan Rumi segera menghampiri.

SOLEH
Ayo, kita isi bensin dulu.

Soleh pun dengan sayang menyuapkan roti ke Rumi sambil mengiringinya dengan doa mau makan.

SOLEH
Allahumma?
RUMI
Baliklana fima? Fima?
SOLEH
Rozaktana, wa?
RUMI
Wakina adzabanaall

Roti pun masuk ludes mereka makan. Ayah dan anak itu kembali asik mencuci mobil hadiah dari perumahan tersebut. Arum yang duduk di samping meja kecil menarik napas bahagia melihat suami dan anaknya sangat gembira.

Tiba-tiba HP suaminya yang diletakkan di atas meja kecil berkelap-kelip menampilkan nama “Pak Aman, Bos”.

Dengan perasaan tak enak, Arum meraih hp tersebut dan memperlihatkan siapa yang menelpon ke arah suaminya.

ARUM
Kang? Ini Pak Aman, nelpon?

Soleh yang sedang mencuci mobil bareng Rumi segera melap tangannya. Ia pun kaget melihat nama penelpon. Dengan perasaan was was ia meraih hp tersebut.

SOLEH
Assalammualaikum?
PAK AMAN (O.S.)
Hahaha, maaf tidak bisa membalas salam kamu. Tidak boleh sama Kakek Jiwo.
SOLEH
(Sangat kaget)
Bapak kenal Kakek Jiwo?
PAK AMAN (O.S.)
Hahaha, cuma mau sampaikan saja. Pak Soleh perpanjang saja cuti jadi seumur hidup. Pengadilan memutuskan Aman & Ah adalah hak saya.

Soleh yang tadinya menerima telepon sambil berdiri terduduk lunglai.

PAK AMAN (O.S.)
Oh ya ada yang mau bicara.
KAKEK JIWO (O.S.)
Sampeyan siap-siap saja ucapkan selamat datang kemiskinan. Pasukan lelembut marah karena sampeyan tidak menghormati pantangan mereka.

Soleh terpaku tak bisa menjawab apa-apa lagi.

KAKEK JIWO (O.S.)
Jangan sampean kira bisa kabur? Selama semua pantangan itu dilakukan, selama itu pula sampean menerima akibatnya.

Baru saja panggilan itu berakhir dan Arum mendekat ingin tahu, tiba-tiba datang orang perumahan dengan tampang tak enak hati.

Arum dan Soleh berhadapan dengan orang perumahan. Sementara Rumi masih asik melap mobil sambil main air.

LELAKI PERUMAHAN
Maaf sekali, Pak Soleh dan Bu Arum, sudah mengganggu pagi-pagi.
ARUM
Iya, mas. Apa apa ya, ini?

Lelaki perumahan itu menyerahkan selembar surat.

LELAKI PERUMAHAN
Maaf sekali, ternyata hitungan kami salah. Rumah anda berdua adalah rumah ke-99. Jadi ..
SOLEH
Jadi?
LELAKI PERUMAHAN
Jadi, hadiah mobilnya dengan terpaksa kami .. eh, tarik.

Soleh dengan geram menatap si orang perumahan, Arum sedih melihat Rumi yang sedang asik mencuci mobil hadiah tersebut. Soleh terngiang kata-kata Kakek Jiwo.

KAKEK JIWO (V.O.)
..Selama semua pantangan itu dilakukan, selama itu pula sampeyan menerima akibatnya..

CUT TO:

63.EXT. RUMAH BARU, HALAMAN - MALAM

Soleh terlihat membawakan tas bepergian anak dan istrinya, memasukkan ke dalam taksi. Arum terlihat masih bingung, untungnya Rumi sudah tertidur. Dengan hati-hati Soleh menggendongnya dan meletakkan dengan lembut di pangkuan Arum yang duduk di kursi penumpang. 

ARUM
Kok, mendadak, Kang? Neng, takut.
SOLEH
Tunjukkan surat ini ke pengurus pesantren. Aku dulu dibesarkan ayah di sini. Kamu dan Rumi akan aman di sana.
ARUM
Kamu kena masalah apa, Kang?

Soleh merogoh sakunya, menyerahkan surat tebal.

SOLEH
Maaf, semakin Akang sedikit bicara semakin aman buat kalian. Akang jelaskan semua di surat ini. Akang minta maaf dan akan menyusul kalau urusannya sudah kelar.

Arum memegang ragu surat tersebut. Soleh melihat di ujung gang tampak tiga sepeda motor menuju ke arah rumah Soleh. wajah-wajah tak asing, wajah para debt collector yang dulu pernah menagih ke rumah Soleh.

Soleh segera menutup pintu taksi sebelum Arum menyadari situasi yang terjadi dan bicara ke supir.

SOLEH
Jalan, Pak!
(Ke arah Arumi)
Akang nanti nyusul, kamu dan Rumi baik-baik di sana.

Taksi menjauh, motor debt collector mendekat.


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar