49.INT. BALLROOM HOTEL - MALAM
Ini adalah malam gathering dan awarding perusahaan auditor seluruh Indonesia. Terlihat ratusan peserta sudah duduk di meja-meja yang diatur penempatannya.
Arum yang kini jadi sangat pendiam mendampingi di sisi kiri Soleh yang tampil gagah dan berkelas, sementara di sisi kanan Soleh ada Bu Diah yang tampil bak sosialita. Kakek Jiwo mengawasi dari sudut tersembunyi di dekat sound system.
Soleh berdebar sambil menggenggam tangan Arum yang matanya kosong tapi memaksa tersenyum demi suaminya. Bu Diah menguatkan Soleh dengan mengelus punggungnya.
Soleh segera berdiri dan diselamati semestinya oleh Arum. Di peluk dengan heboh oleh Bu Diah.
Soleh jalan ke atas panggung diiringi tosan dan tepukan di punggung oleh para rekan dan kolega sesama auditor.
CUT TO:
50.INT. BALLROOM HOTEL, PODIUM DI PANGGUNG - MALAM
Soleh diberi piala sebagai auditor terbaik tahun 2022 diiringi tepuk tangan yang meriah. MC pun memberi isyarat agar Soleh memberi sepatah dua patah kata.
Mata Soleh bertatapan dengan Kakek Jiwo yang mengangguk menyetujui.
Sesaat penonton diam. Lalu muncullah ledakan tawa yang dipimpin MC.
MC
Sekali lagi beri tepuk tangan paling meriah untuk auditor terbaik tahun 2022, Soleh Insani, yang selain jujur ternyata juga punya selera humor yang tinggi.
CUT TO:
51.INT. RUMAH BARU, KAMAR TIDUR - MALAM
Soleh dan Arum sudah siap-siap tidur. Soleh baru saja menarik selimutnya saat Arum manja memegang bahunya.
Wajah arum berseri-seri.
Arum mengusap perutnya yang makin besar. Soleh menoleh ke arah istrinya dengan lelah.
Tanpa menunggu jawaban istrinya, Soleh mencium keningnya lalu tidur membelakangi Arum.
Arum lagi-lagi hanya bisa menatap kecewa langit-langit kamar.
CUT TO:
52.INT. BANDARA, RUANG TUNGGU KELAS BISNIS - MALAM
Soleh bersama Kakek Jiwo berdiri dari kursi, sedang bersiap untuk ke pesawat ketika terdengar pengumuman.
Segera terdengar seruan tak puas para penumpang. Soleh dan Kakek Jiwo segera duduk kembali. Soleh segera menghempaskan tubuhnya ke kursi empuk yang tak terasa kenyamanannya karena penundaan penerbangan.
Tiba-tiba bunyi telepon masuk. Berkelap-kelip nama “Istri” melakukan panggilan. Dengan wajah kesal Soleh me-reject-nya. Beberapa saat kemudian ada bunyi telepon masuk lagi, kali ini dari nama “Bu Diah-Bos”, segera Soleh mengangkatnya dengan semangat.
Kakek Jiwo yang matanya pura-pura memejam tersenyum penuh kemenangan melihat Soleh sudah jadi manusia yang berubah.
CUT TO:
53.INT. PABRIK ALAT BERAT, GUDANG - SIANG
Di gudang berisi berbagai alat pertukangan yang dikemas dan disusun rapi dalam rak-rak yang presisi. Di sudut gudang itu kita lihat ada sebuah ruangan kantor kecil, di sanalah Soleh dan Kakek Jiwo lengkap dengan topi proyek untuk pengaman standar, sedang mengaudit semua data yang dimiliki pabrik tersebut. Mereka berdua sibuk dengan laptopnya. Kepala pabrik ada di ruangan menemani mereka.
Belum selesai kata-kata kepala pabrik, Soleh sudah memotong sambil melambaikan tangan tak sabar ke arah pintu.
Kepala Pabrik itu terlihat serba salah. Ia tak tahu harus berbuat apa. Soleh mengulangi gesturnya menunjuk pintu.
Kepala Pabrik mengangguk penuh hormat sambil berjalan menuju pintu.
Soleh mengangguk dan memberi ibu jari tanda mengerti. Kepalanya tidak menengok, masih sibuk meneliti data yang ada di perusahaan ini.
CUT TO:
54.EXT. PABRIK, DEKAT MESS KARYAWAN - SIANG
Di siang yang terik terlihat sesosok manusia yang berkaus lusuh dan bercelana selutut melarikan diri seolah lari dari maut. Begitu kencang larinya hingga debu dan kerikil beterbangan disentuh kakinya yang mengenakan sepatu butut.
Teriakan tersebut diiringi lemparan batu yang lumayan besar menghantam pundak kanannya. Kausnya sobek, darah mengucur dari sana. Tapi manusia ini tidak berhenti berlari. Sialnya cucuran darah malah membuat jalur pelariannya jadi gampang terbaca.
Teriakan tadi disusul pintu-pintu mess membuka, puluhan lelaki dengan mata nyalang langsung ikut berteriak mengejar.
Puluhan manusia memburu satu manusia dengan memegang berbagai barang yang bisa digunakan untuk menyakiti. Ada yang membawa golok, palu, tang, pemukul baseball, linggis, batu bahkan cangkul.
SMASH CUT TO:
55.INT. PABRIK ALAT BERAT, GUDANG - SAAT YANG SAMA
Soleh dan Kakek Jiwo bangkit dari kursi karena sayup-sayup mendengar keributan di luar gudang.
Soleh bertatapan dengan Kakek Jiwo yang sepertinya sudah menanti saat ini terjadi.
Belum sempat Soleh berkomentar dari pintu gudang tergopoh seorang pemuda kurus mendekat ke arah mereka dengan terengah-engah. Di belakangnya tampak tetesan darah mengikuti, karena darah di pundaknya terus menetes.
Ingatan Soleh berkelebat, teringat nasihat almarhum ayahnya.
Terdengar suara pengejar ya makin mendekat.
Soleh tampak bimbang, Kakek Jiwo mengawasi dengan waspada. Ia berkata pelan ke Soleh.
CUT TO:
56.INT. PABRIK ALAT BERAT, GUDANG - BEBERAPA SAAT KEMUDIAN
Puluhan orang tampak memburu ke ruangan Soleh dan Kakek Jiwo berada.
Soleh yang sedang asyik kerja naik pitam melihat orang itu berteriak tidak sopan padanya.
Puluhan karyawan itu sebagian besar ada di luar karena ruangan tempat Soleh dan Kakek Jiwo terlalu kecil. Mereka membawa berbagai senjata yang membuat Soleh bergidik ngeri.
Tiba-tiba keluar Kepala Pabrik dari kerumunan. Ia maju menjadi penghalang di antara Soleh dan para karyawan pengejar maling yang marah.
Kepala Pabrik kini menghadap ke Soleh dan Kakek Jiwo.
Kaki Soleh menggeser gumpalan kain penuh darah ke bawah meja secara sembunyi-sembunyi.
Seketika puluhan karyawan yang sudah tenang kembali berteriak nyaring. Rebutan bicara. Kepala pabrik mengangkat tangan, berteriak menenangkan.
Suasana yang tadinya panas jadi gaduh oleh suara tertawa puluhan karyawan. Mereka merasa jawaban Soleh sangat lucu. Bahkan Kepala Pabrik yang tenang itu pun ikut menyunggingkan senyum simpul.
Soleh tersenyum kecut, tak bisa menampik kenyataan tersebut.
Soleh bergidik ngeri, semakin ngeri melihat lelehan air seni mengalir dari bawah meja.
Kakek Jiwo menatapnya penuh ancaman, tapi Soleh sudah memutuskan.
Soleh mengarahkan telunjuknya keluar, berusaha mengalihkan perhatian para karyawan tersebut dari bawah meja.
Segera sebagian besar dari mereka keluar, berusaha mencari tapi dengan semangat tak sebesar di awal tadi. Di dalam tinggal menyisakan Kepala Pabrik yang melihat ruangan seperlunya untuk kemudian minta maaf dan pamit keluar pada Pak Soleh dan Kakek Jiwo.
CUT TO:
57.INT. PABRIK ALAT BERAT, GUDANG - BEBERAPA SAAT KEMUDIAN
Kakek Jiwo menatap tajam Soleh yang sedang bicara dengan pemuda lusuh yang kini sudah mengenakan seragam dan helm pabrik pinjaman untuk menyamar. Di sampingnya di dalam plastik terlihat pakaian si maling yang punggungnya sobek dan berdarah, juga celana yang basah dengan air seni di bagian selangkangan.
Soleh menyerahkan sejumlah uang untuk maling gagal tersebut. Maling itu membungkukkan badan berkali-kali tak tahu harus berterima kasih berapa kali untuk nyawanya yang tak jadi pergi hari ini.
Setelah sekali lagi membungkukkan badan maling itu segera mengendap keluar gudang.
Kakek Jiwo langsung mempertanyakan tindakan Soleh dengan keras.
Soleh menundukkan kepalanya.
Soleh terperanjat, dia tak menyangka akan ada konsekuensi yang begitu fatal.
Tiba-tiba terdengar dering HP Soleh, istrinya menelpon. Secara otomatis Soleh mengangkat telpon tersebut.
Selanjutnya yang terdengar hanya suara panik di ujung telepon. Soleh kebingungan menatap Kakek jiwo, yang balik menatap dengan ekspresi ‘gue bilang juga apa’.
Soleh memucat, hp dipegangnya makin erat.
Soleh menatap tajam ke Kakek Jiwo.