Pesugihan Putih
3. #3

20.INT. RUMAH MEWAH, KAMAR PASIEN - PAGI

Soleh sedang diperiksa kondisi tubuhnya oleh seorang dokter pribadi yang didampingi perawat cekatan di sampingnya.

DOKTER
Kondisi tubuh Bapak Soleh bagus, Tuan, karena Pak Soleh tidak merokok dan tidak minum alkohol. Golongan darahnya A sama dengan Tuan.

Kamera zoom out memperlihatkan siapa yang dipanggil Tuan. Pak Sugondo (53 tahun) Seorang lelaki bertubuh tambun berkumis lebat yang baru memasuki awal usia 50 tahun tapi tampak ringkih, lengan dan lehernya penuh bercak-bercak putih. Tubuh besarnya terbaring lemas di atas kasur ala rumah sakit yang bisa di tegak rebahkan secara otomatis. Kamar yang sangat luas ini disulap seolah kamar di rumah sakit. Lengan pak Gondo terpasang cairan infus, alat monitor jantung terpasang di sudut tempat tidur. Tabung oksigen juga siap digunakan jika perlu. Tatap mata Pak Gondo saja yang menyiratkan kalau si Tuan ini masih punya semangat hidup yang menyala-nyala.

Di samping Tuan ada seorang tua Kakek Jiwo (65 tahunan) yang keriputnya menandakan usianya yang uzur, tapi gerak gerik tubuhnya sangat tangkas. Rambut sebahunya putih semuanya. Pakaiannya pun kemeja hitam dan celana pangsi yang sama hitamnya. Mata si tuan dan si Kakek sama-sama menatap tajam Soleh.

Ada juga di dekat mereka, seorang berpenampilan rapi yang seperti tersisih, seorang lelaki berjas dan berdasi. Pak Lamhot (36 tahun), pengacara Pak Gondo.

Tapi sama sekali tak tampak kehadiran anak atau istri di sisinya. Padahal di sepanjang dinding kamar banyak foto lucu para bayi. Foto wisuda. foto pernikahan. bahkan foto keluarga besar dengan Pak Gondo ada di tengah dengan tampang masih gagah.

Yang ada hanyalah tumpukan berbagai bunga dari masing-masing anggota keluarga, juga keranjang buah dan kiriman obat tradisional yang ditumpuk di pojokan.

PAK GONDO
(Pelan tapi tegas)
Jadi bagaimana Bung Soleh, anda bersedia kan menjual ginjal anda?

Soleh tampak gugup. Ia menatap Pak Lamhot, si pengacara, untuk minta arahan. Pak Lamhot mengangguk mempersilakan Soleh untuk bicara.

SOLEH
Ya, kalau pengajuan harga yang saya ajukan ke Pak Lamhot diterima, saya bersedia, Pak. Eh, Tuan.

Pak Lamhot baru saja mau membantu menjelaskan karena namanya dibawa-bawa. Tapi tidak jadi, karena Pak Gondo langsung memotong dengan nada tak sabar.

PAK GONDO
Cukup Pak saja. Yang memanggil saya Tuan cuma penjilat. 

Wajah Dokter memerah, tapi Pak Gondo tak peduli, ia menatap Lamhot. Pak Lamhot segera menyerahkan berkas yang diminta Pak Gondo.

LAMHOT
Pak Soleh ini minta 200 juta tanpa potongan pajak, Pak. Saya kira kita masih bisa negosiasikan jadi 150 juta, itu pun sudah harga yang bagus. Gimana Pak Soleh?

Belum sempat Soleh menjawab, lagi-lagi Pak Gondo memotong tak sabar. Dengan bosan ia membolak-balik berkas, lalu menatap tajam Soleh.

PAK GONDO
Di sini disebutkan Bung Soleh butuh uang untuk cicilan rumah. Kalau operasi cangkok ginjal ini berhasil. Jangankan cicilan, rumah Bung akan langsung saya lunasi.
LAMHOT
Tapi, Pak ..
PAK GONDO
Ini uang saya! Dan uang bukan masalah di sini. Masalahnya adalah ginjal keparat ini dan Bung Soleh punya ginjal yang sehat.
(Melihat ke arah Lamhot)
Tugas kamu itu cukup catat pernyataan saya tadi. Biar pak Soleh makin yakin untuk menjual ginjalnya. Ngerti kamu!

Pak Lamhot menunduk dalam-dalam sambil pura-pura sibuk mencatat. Soleh berbinar-binar mendengar pernyataan tersebut.

SOLEH
Bersedia, Pak. Saya sangat bersedia.
PAK GONDO
Hahahaha, lucu juga lihat orang susah girang dapat rejeki dadakan. Hahaha.

Soleh ternganga melihat reaksi pak Gondo yang begitu terbuka dan merendahkan, dia hanya bisa mengucap istighfar tanpa suara.

PAK GONDO
(Ketawanya mulai reda)
Oke.. oke.. Lamhot langsung kau urus surat perjanjiannya. Biar langsung bisa aku ganti ginjal sialan ini.
LAMHOT
Siap, Pak!

Lamhot menyerahkan berkas dengan catatan kepada Soleh untuk dipelajari dan ditandatangani.

21.INT. RUMAH MEWAH, RUANG KERJA - SIANG

Soleh sendirian di dalam ruang kerja yang dilengkapi perpustakaan pribadi, dipenuhi dengan buku-buku tebal berbahasa asing yang mengintimidasi. Soleh membaca lagi untuk kesekian kali surat perjanjian jual beli ginjal miliknya. Ia sudah googling, manusia bisa hidup dengan satu ginjal. Ia terlihat menghela napas sambil mengucapkan basmalah. Diraihnya pulpen di samping berkas hendak membubuhkan tanda tangan di atas materai. Tiba-tiba ada sosok mengeluarkan suara dari sudut rak buku yang tak terlihat.

KAKEK JIWO
Sampeyan yakin mau tanda tangan itu?

Soleh kaget dengan kehadiran tiba-tiba Kakek misterius ini, Pulpennya sampai terlepas, bergulir entah ke mana. Ia pun tak jadi tanda tangan.

SOLEH
Maaf, Kakek siapa kalau boleh saya tahu?
KAKEK JIWO
Saya Sujiwo. Panggil saja Jiwo. Tapi nama saya tidak penting. Yang harus sampeyan tahu sekarang, sampeyan tak akan dapat apa-apa kalau tanda tangan pejanjian terkutuk ini.  

Soleh menatap Kakek Jiwo, ia tak mengerti apa yang dimaksud.

SOLEH
Loh, jelas kan perjanjiannya? saya akan dapat 200 juta bersih, bahkan kalau berhasil rumah saya mau dilunasi.
KAKEK JIWO
Lihat poin 3A perjanjian itu. Kamu jangan sampai gampang tertipu lagi.

Soleh terperanjat karena Kakek Jiwo ini seolah tahu dia sudah teripu berkali-kali.

KAKEK JIWO
Sampeyan nggak usah heran, aura orang baik seperti sampeyan memang membosankan dan bikin kasihan. Baca dulu poin 3A. Itu petunjuk bonus dari saya, kalau tetap mau tandatangan ya, monggo. Silakan.

Soleh meneliti lagi lembar demi lembar perjanjian tersebut, lalu membaca pelan poin 3A.

SOLEH
Poin 3A. Dalam hal pihak kedua selaku penerima ginjal, jika mengalami sakit berat dan atau wafat, maka pihak pertama wajib mengembalikan uang yang sudah diberikan pihak kedua pada ahli waris pihak kedua. 

Soleh terperangah menatap Kakek Jiwo.

KAKEK JIWO
Ya, memang seperti itulah kelakuan manusia sesat macam Gondo. Kalau sampeyan tidak tanda tangan, saya akan bantu sampeyan mencapai kekayaan instan. Saya akan jadi pendamping sampeyan, waktu saya dengan Gondo sudah habis.

Soleh menatap tak mengerti. Kakek Gondo tampak tak sabar, dia menyerahkan amplop ukuran A4 yang tampak tebal. Soleh dengan bingung menerima dan melihat isinya. Tumpukan 100 ribuan yang sangat banyak.

KAKEK JIWO
Uang itu lebih dari cukup untuk bisa menyelesaikan masalah cicilan sampeyan, sisanya bisa buat hidup anak-istri sampeyan sampai tiga bulan.

Soleh berkeringat dingin menatap solusi yang sudah ada di hadapannya tersebut dengan cara yang demikian aneh.

SOLEH
Kenapa tiga bulan?
KAKEK JIWO
Hahahaha, bagus. tertipu berkali-kali ternyata membuat sampeyan lumayan waspada. Karena syaratnya hanya satu, sampeyan ikut saya selama tiga bulan.
SOLEH
Ikut Kakek tiga bulan? Untuk?
KAKEK JIWO
Cari pesugihan yang cocok untuk sampeyan.
SOLEH
Astaghfirullahaladzim!..
KAKEK JIWO
Hahahaha.. khas orang-orang yang merasa dirinya terlalu suci untuk hal-hal gaib.

Soleh bingung. Menatap amplop uang dan surat perjanjian jual-beli ginjal.

KAKEK JIWO
Kalau dalam tiga bulan sampeyan memutuskan tak ada pesugihan yang mau diambil, ya tidak apa-apa. Sugondo pun awalnya juga tidak mau ambil, tapi lihat sekarang dia yang cuma office boy sekarang jadi konglomerat. Meski sekarang sekarat gara-gara tak mendengar omongan saya.
SOLEH
Tapi .. 

Soleh ragu-ragu. Ia melihat amplop A4 penuh berisi solusi dan surat perjanjian jual beli ginjal yang bisa berakhir fatal.

KAKEK JIWO
Itu karena Sugondo sombong dan serakah. Melanggar pantangan. Jadi, si Gondo itu mau ganti ginjal setiap bulan juga nggak akan sembuh. Karmanya adalah mati dalam keadaan melarat lagi. Hahaha.
SOLEH
Tapi saya betul-betul tidak harus mengambil pesugihannya kan?
KAKEK JIWO
Sampeyan rugi apa. Ini uang tinggal sampeyan bawa untuk bereskan masalah di rumah. Ikut saya tiga bulan, kalau sampeyan nggak cocok ya kita berpisah.
SOLEH
Uang di amplop ini?
KAKEK JIWO
Ya, tetap jadi milik sampeyan, gak usah diganti.

Soleh mengangguk-angguk memegang amplop uang, mengabaikan surat perjanjian jual-beli ginjal. Kakek Jiwo tersenyum penuh kemenangan.

SOLEH
Kakek tidak takut saya bawa kabur uangnya?
KAKEK JIWO
Hahaha sampeyan terlalu baik untuk melakukan hal rendah kayak begitu.
SOLEH
Ah, Kakek sok tahu.
KAKEK JIWO
Monggo. Sampeyan bawa uangnya, pulang lewat jalan belakang. Sugondo itu biar urusan saya. Satu hal yang harus sampeyan tahu, orang baik itu terlalu mudah ditebak. Itu yang bikin sampeyan terus tertipu.

Soleh tak peduli disindir begitu, ia mendekap erat amplop uang. Ia perlahan berdiri dan ingin segera keluar lewat pintu yang ditunjuk Kakek Jiwo. Soleh mantap menuju pintu tapi tiba-tiba berhenti dan menoleh ke Kakek Jiwo.

SOLEH
Eh, lalu bagaimana cara Kakek menghubungi saya? Lewat mimpi? Atau lewat telepati?
KAKEK JIWO
Saya ini paranormal bukan orang kuper.  

Kakek Jiwo mengeluarkan iphone terbaru dari kantongnya.

KAKEK JIWO
Ya, lewat sinilah. Di dalam amplop itu juga ada kartu nama saya.

Soleh memeriksa amplop dan menemukan kartu nama hitam legam dengan huruf berwarna emas bertuliskan “Sujiwo (Kek Jiwo). Paranormal bersertifikat. Untuk pemikat. Naik pangkat dan kekayaan berlipat.”

CUT TO:

22.INT. RUMAH, KAMAR TIDUR - MALAM

Soleh mengelus perut istrinya yang mulai membesar. Rumi sudah lelap tertidur dengan mendekap oleh-oleh lego terbaru di tangannya. Arum bingung, menatap Soleh penuh tanda tanya.

ARUM
Akang dapat rezeki dari mana? Tiba-tiba bisa nyicil rumah lagi. Bisa bayar uang pangkal masuk SD-nya Rumi.
SOLEH
Ya ikhtiar atuh, Neng. Doa Neng dan Rumi diijabah sama Allah. Akang ketemu orang baik yang ngasih kerjaan dibayar di muka. Yang percaya betul Akang tidak lari dari tanggung jawab yang Akang janjikan.
ARUM
Emang Akang janjiin kerjaan apa sih, Kang ke orang itu. Neng kenal nggak?
SOLEH
Ikut survei sama Kakek Jiwo, untuk mengaudit perusahaan-perusahaannya.
ARUM
Tapi, tiga bulan itu nggak kelamaan, Kang?
SOLEH
Ya, itu maksimal Neng. Akang usahakan sebelum tiga bulan udah selesai.
ARUM
Maaf. Ini maaf ya, Kang. Kerjaan ini nggak aneh-aneh kan, Kang? Neng takut ini kalo tiba-tiba ada preman kayak kemarin.

Soleh meraih tangan Arum. Menciumnya penuh mesra, menatapnya penuh rasa bersalah.

SOLEH
Akang yang minta maaf. Akang gak bilang sama Neng soal pinjaman online itu. Yang ini beda Neng. Uangnya jelas. Kerjaannya jelas.
ARUM
Halal?

Tampang Soleh mengeras, ia sedikit tersinggung dengan pertanyaan istrinya tersebut.

SOLEH
Ya, halal atuh, Neng. Mana tega Akang ngasih makan anak istri pakai uang haram.
ARUM
Iya. Punten Akang, sebagai istri, Neng cuma ngingetin aja. Alhamdulillah Allah ngasih jalan buat keluarga kita ya, Kang.

Soleh mendekap istrinya yang merebah pasrah didadanya, sementara tatapan Soleh menerawang ke dinding kamar di mana terpajang pajangan lafadz Allah dan Nabi Muhammad.

SOLEH
Alhamdulillah, Akang titip doa ya biar lancar di sana.  
(Lirih)
Cuma tiga bulan. Cuma tiga bulan.


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar