“Sudah berjalan 3 bulan sepulang dari perjalananku, aku masih melihat banyaknya foto di layar laptop, sepertinya akan lebih bermakna kalau aku kirim ke redaksi majalah traveling, atau mungkin galeri, atau lomba, atau apa saja selain menjadi tulisan yang bisa dishare di blog? Tapi pasti tidak semudah itu”
Sambil berbincang pada diri sendiri, aku yang sedang fokus dengan laptop menggerakkan mouse sembari melihat-lihat dan mengedit beberapa gambar di sebuah Coffee Shop, dan tidak lupa memakai earphone. Tipikal tempat ngopi yang enak buat kerja ini selain itu di jam-jam tertentu tidak begitu ramai. Terbentang meja panjang yang dibuat untuk bisa nyaman menggunakan laptop, colokan listrik-nya tidak pelit, belum lagi suasana tempat yang minimalis.
“Mas fotonya bagus”
Terdengar samar-samar suara perempuan, sengaja aku memasang earphone dengan musik yang tidak begitu kencang.
“Eh gimana mbak?”
Lalu aku copot sembentar karena reflek ingin mendengar suara yang tepat berada disampingku.
“Iya itu fotonya bagus, mau buat pameran?”
“Enggak sih, ya cuma kalau ada kesempatan sih bisa aja hehe”
Dengan cueknya perempuan berkacamata, parasnya putih, memakai hijab dengan warna cerah, serta pakian yang modis namun tidak berlebihan ini berkomentar. Cukup heran, karena dari tadi ia duduk disampingku persis tapi aku tidak sadar.
“Emangnya kenapa mbak?”
Saat aku bertanya, menolehkan badan ke arahnya ia sudah dengan tas yang ditenteng dan pergi begitu saja. Tidak ada saling kenal, atau pun basa-basi lainnya.
Syukur-syukur masih bisa melanjutkan perbincangan. Ini malah tiba-tiba pergi begitu saja, benar-benar hari yang aneh, atau memang perempuan tadi hanya iseng belaka.
#
“We're never gonna win the world
We're never gonna stop the war
We're never gonna beat this
If belief is what we're fighting for”
Lagu John Mayer berjudul belief terdengar, tanda dering yang sengaja aku pasang lagu kesukaan , menurutku satu album yang terdapat lagu belief adalah definisi 1 album dengan lagu-lagu yang enak semua.
“Halo Aksa?”
“Eh ada apa nih Mas Prabu?”
“Jadi gini, gue mau ngadain pameran kolaborasi, isinya foto hitam putih tentang Indonesia dan alamnya, mau ikut narok karya gk sa?”
“Kok lo tiba-tiba ngajak sih mas? Wahaha”
“Iya gue liat dari blog lo, Instagram lo, oke juga hasilnya”
”Yah tapi gue kan bukan yang profesional banget”
“Udah ikut aja, toh yang ikut dari berbagai macam background pekerjaan kok, tapi emang hobi foto dan yang jelas masuk tahap kurasi dulu”
”Oke deh mas gue ikut!”
“Nah gitu dong, langsung kirim ya ke email gue, jangan lupa juga RAW filenya”
”Siap mas!”
Pucuk dicinta ulam pun tiba, begitu peribahasa lama berbunyi. Memang tidak akan ada yang pernah menyangka.
Mas Prabu kenalanku dulu karena bekerja disebuah acara kesenian dan musik waktu itu ternyata melihat blog yang baru aku bagikan di sosial media. Sebuah blog yan berisikan catatan perjalananku serta tulisan-tulisan sajak yang mungkin hanya iseng aku tulis ini ternyata membawa sesuatu hal yang membawa jalanku kedepannya aku rasa akan berbeda.
“Aksarabercerita.co.id”
Begitulah blog yang akhirnya akan menjadi pelarian dalam penatku, setidaknya aku bisa memnyalurkan sebuah idealis yang masih belum menghasilkan ini. Tapi semoga menjadi jalan untuk menemukan peluang dalam pencarianku, atau juga bisa menjadi kanvas berisikan karya dan foto dari banyak tempat yang akan aku jelajahi.
#
Hari yang aku tunggu tiba, sudah 4 bulan sejak waktu mas Prabu mengajak untuk ikut serta dalam pameran fotografi. Sembari berjalan dan menunggu beberapa teman yang katanya ingin mampir ke pameran ini aku berkeliling venue terlebih dahulu. Tidak begitu besar tempatnya, namun galeri Dialogue Artspace diubah menjadi tempat pameran yang sangat nyaman, minimalis serta lebih baik dari ekspektasi.
“Aksa sini sebentar, nanti sebentar lagi bakalan banyak yang lebih datang, dari komunitas sampai influencer, jadi siap-siap standby aja jangan kemana-mana sampai closing pembukaan hari ini”
”Siap mas!”
Sekali lagi berkeliling, namun sudah terlihat banyak orang yang sudah mulai berkeliling, dan aku berhenti tepat di depan fotoku, yaitu foto warga Desa Cemoro Lawang yang sedang bercocok tanam. Serta foto ada foto siluet salah satu pendaki, dan juga ada foto penampakan Sabana yang terbentang luas.
“Oh jadinya dipajang foto yang ini toh”
“Iya eh…”
“Lo kan cewe di Coffee Shop waktu itu kan?”
“Iya nih hehe, akhirnya ketemu lagi, masih hafal aja lo”
“Iya hafal, gak tau gue kayak gak asing aja sama lo, random banget parah!”
“Ohiya sebelumnya perkenalkan gue Aksa”
“Iya tau gue, kan ada tuh namanya di samping frame fotonya, gue Rinjani, Rinjani Janani Sukma”
“Wow”
“Kenapa wow?”
“Nama lo asli bagus!”
Perempuan yang beberapa bulan lalu aku temui ternyata muncul lagi, kali ini. Tidak banyak yang berubah, parasnya yang cukup manis, putih, kacamata frame seperti tembus atau bening, kali ini memakai hijab dan setelan baju berwarna abu-abu dan biru dongker. Memakai sepatu flat, serta membawa tas kecil, dan juga tiba mengajakku berbincang lama. Kali ini aku harus berani untuk meminta contactnya, karena mungkin ini adalah jawaban, atau mungkin akhirnya aku menemukan sosok tambatan hati.
Tiba-tiba handphone yang aku silent ini bergetar….
“Sa, buruan ke ruangan belakang, kita brief dulu untuk 2 jam lagi persiapan acara pembukaan pameran”
“Oke siap mas”
Saat aku meletakkan handphone di kantong dan berbalik badan, aku hampir saja kehilangan jejak perempuan itu, masih terlihat bahwa dia hanya agak jauh dari jangkauanku, lalu aku berjalan cepat untuk mengampirinya.
“Sori ini random banget, tapi gue boleh minta nomor telefon lo mungkin sosial media lo apa, karena jujur gue pingin ngobrol lebih banyak sama lo”
“Sini handphone lo”
Ia mengambil alih handphone dan mulai mengetikkan nomor teleponnya.
“Simpen ya pak jangan disebar”
“Gak sejahat itu kok gue, gila kali lo, anyway ada kesempatan kan buat kita ngobrol-ngobrol lagi?”
Aku dan dia sama-sama diam sejenak, sama-sama sambil melihat foto yang ada di depan. Aku tiba-tiba lebih merasakan tegang, menunggu mendengar jawabannya yang ia akan sampaikan.
“Hmm… boleh aja, siapin bahan obrolan ya pak! Jadi biar gak bingung mau bahas apa”
“Oke kalau begitu bu Rinjani Janani Sukma “
“Jarang-jarang ada yang langsung hafal nama panjang gue”
“Ya gue salah satunya kok, nama lo indah”
“Ah bisa aja pak, udah sana tadi kayaknya lagi ditungguin deh sama bagian panitianya”
“Wahaha oke siap, sampai ketemu nanti!”
Ia balas dengan memberi senyuman, serta lambaian tangannya. Senyum kesekian kali yang membuat jantung ini berdetak lebih kencang, sudah lama tidak merasakan perasaan seperti ini.
“Hai! Ini Nomor gue Aksa”
“Oke gue save ya, atur aja jadwal untuk secepatnya kita ketemu!”
Sebuah percakapan dari layar handphone yang terjadi beberapa jam kemudian. Apalah ini rangkaian dari semua yang tidak terduga, aku pun ingin sekali melanjutkan perjalananku bersama perempuan ini.