Perjalanan Bukan Pelarian
1. Bisa Dibilang Sebuah Prolog #1
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

“Maaf ya, tapi gue gak bisa nerima perasaan lo…”

 

Suaramu mengucap kalimat itu membuat semua kondisinya begitu dingin. Sudah aku pikirkan dia akan bilang, namun di sisi lain hati kemungkinan dia berkata seperti itu sangatlah kecil. Terdiam cukup lama, tarikan napas terdengar, telefon kita masih sama-sama belum ditutup. Biasanya percakapan diantara kita ini pasti akan aku luangkan waktu lebih lama, mengurangi jam tidur, serta mendengar suaramu lebih lama adalah hal yang paling aku tunggu dalam seminggu. Zona waktu tak masalah bagiku, pun asal bisa selalu mendengar ceritamu itu sudah lebih dari cukup.

 

Tapi di detik yang telah aku lewati, ada perasaan sedih dan kecewa. Bergejolak perasaan yang selalu ada selama bertahun-tahun.Mencoba tidak memberi makna pada waktu saat menyimpan perasaan ini sedari lama. Aku masih meyakini bahwa kita selalu ada rasa, namun semua terjawab sudah, saat malam sedang hening-heningnya, entah tempatmu mungkin masih terang dan cerah. Masih lama terdiam, masih mendengar suaramu menyadarkan sebagian dari diriku yang masih mencerna apa yang barusan terjadi.

 

“Iya gak apa kok Kirana, lagian ya itu kan juga pilihan lo, ya gue gak bisa sama sekali memaksakan”

 

Tak bertahan obrolan kita, aku memutuskan untuk cepat-cepat menutup pembicaraan bodoh ini. Cepat-cepat berbaring, melihat langit-langit kamar, sembari muncul kembali beberapa potret ingatan saat aku bersamamu. Setidaknya agar tidak sepi, aku menyalakan radio, dengan playlist acak yang mereka putar, membiarkan diri untuk mendengarkan lagu-lagu yang menjadi kejutan.

“Cause I can’t make you love me if you don’t”

 

Terdengar lagu dari Tank, berjudul ‘I can’ make You Love Me’ yang mungkin entah kenapa bisa sangat pas sekali. Seperti sedang mengejek, atau backsound film, yamg jelas merasa sedih namun sudah tidak bisa meneteskan air mata.

 

Mebenamkan diri pada tempat tidur, aku sudah tidak bisa sedih, yang ada cuma bisa diam. Lagu di radio saat jam dini hari memang selalu random, entah kenapa kebanyakam mendukung suasana hati si pendengarnya.

 

“Rasa-rasanya baru kemarin kita jalan seharian, sebagian mimpiku terwujud, sekedar bisa menghabiskan waktu dari pagi sampai malam denganmu”

 

Rasa sesal masih saja membekas, kalau tau begini aku tidak jujur tentang isi hati. Tapi skenario terbaiknya adalah kalau saja dari dulu aku tidak pernah dekat denganmu itu aka lebih baik. Jengkel sendiri dalam menafsirkan hubungan kita selama delapan tahun lebih, dekat serta tulus selalu, kita sama-sama mengisi serta berperan baik sebagai sahabat. Sekarang aku akan siap-siap mencari banyak cara untuk menerima kondisi ini.

 

 Banyak tapinya pada diriku, terutama tentang rasa yang muncul menjadi lebih dari sekedar teman dekat. Kamu banyak sekali menyihir sebagian kehidupanku, namun terhitung aku bangun tidur, kita akan menjadi asing kembali, menjadi sesuatu yang berbeda. Baiklah selamat tidur untukmu, untuk kita yang siap-siap akan berubah tiga ratus enam puluh derajat.

 

“Sudah dan sudahi semua, aku belajar lagi dari awal, cara mencari bahagia sendiri, cara mengembalikan semangat yang pernah ada , dan banyak lagi yang aku mulai dari awal, dan itu tanpamu”

 

Tak sadar tiba-tiba alarm pagiku sudah berbunyi. Jadi terhitung selang beberapa jam aku masih belum bisa tidur. Terimakasih, dan selamat pada diri sendiri untuk kehidupan yang bahkan harus seperti memulai lagi. Selamat datang asing dirimu.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar