Pergilah Puan Tanah ini telah Bertuan (Script Version)
10. Scene 46 - 51

46.     INT. KAMAR BINAR – PAGI

 

TITTLE: 2 Minggu Kemudian ...

 

Shot Binar yang perlahan membuka matanya baru bangun tidur, matahari yang masuk ke kamar Binar dari ventilasi sudah sangat terang. Binar seketika mengecek jam beker di atas nakas yang ternyata sudah menunjukkan pukul sembilan. Ia kemudian merubah posisinya menjadi duduk, dilihatnya tempat tidur Kirana yang tidak ditempati lagi sudah hampir dua minggu ini. Binar beranjak membuka ghorden jendela kamarnya yang langsung menampilkan pemandangan teras dan halaman belakang panti. Perhatian Binar beralih pada vespa merah yang biasa dikendarai Najandra terparkir di teras.

 

CUT TO:

 

47.     EXT. TERAS DAN HALAMAN BELAKANG PANTI – PAGI

 

Binar berjalan ke arah vespa merah tua milik Najandra, Binar tersenyum sekilas melihat debu tipis sudah menutupi jok vespa, semenjak Najandra pergi tidak ada yang memakai vespa itu. Binar beralih memandang bunga bakung yang ditanam beberapa pot di teras yang mulai tidak segar karena tidak ada yang menyirami selain Kirana. Binar kembali tersenyum, mengingat Kirana dan Najandra sampai ia tak menyadari Bunda Panti yang menghampirinya. Ia terkejut saat tiba-tiba Bunda Pnati mengelus bahunya.

 

BINAR:

(Kaget) Eh, Bunda!

 

BUNDA PANTI:

Kamu teh kangen ya sama Naj dan Kirana?

Bunda jadi inget waktu kalian bertiga pertama kali ketemu, langsung akraaab banget!

Padahal teh jarang Bunda temui anak-anak seusia kalian dulu bisa langsung akrab.

(Menghela napas) Bunda jadi kangen juga sekarang sama mereka.

 

Binar tersenyum, kembali mengalihkan tatapan ke vespa dan bunga bakung.

 

BUNDA PANTI: (CONT’D)

Hadeuh, Bunda sampai lupa kan atuh! Ada yang mau ketemu kamu, Neng.

 

BINAR:

(Mengerutkan alis) Siapa, Bunda?

 

Bunda Panti hanya membalas pertanyaan Binar dengan senyuman.

 

CUT TO:

 

48.     INT. RUANG TAMU – PAGI HAMPIR SIANG

 

BCU wajah Binar yang terlihat sangat terkejut melihat seseorang di depannya, move to seorang wanita paruh baya yang seketika berdiri dari posisi duduknya ketika melihat Binar sambil mengusap air matanya.

 

BINAR:

Bibi?!

 

RETNO (40), Bibi Binar kemudian menghampiri Binar yang berdiri termangu. Spontan dipeluknya Binar dengan erat dan ia terisak di pundak gadis itu. Binar tak membalas pelukan bibinya dan justru menampilkan ekspresi datar.

 

RETNO:

(Mengurai pelukannya, lalu menangkup kedua pipi Binar) Sebulan lebih Bibi mencari kamu, sayang! Bibi seneng sekarang bisa ketemu kamu.

 

Binar perlahan menurunkan kedua tangan bibinya yang menangkup wajahnya.

 

BINAR:

Kenapa Bibi tiba-tiba nyari Binar?! (nada miris)

 

RETNO:

(Menggenggam kedua tangan Binar) Ayahmu sakit, Nak! Keadaannya semakin kritis. Dia memanggil nama kamu terus. Kamu ikut bibi ke Jakarta ya, ketemu sama ayahmu?!

 

FLASHES: Binar mengingat perlakuan ayahnya yang kasar terhadap dirinya dan ibunya, juga kebiasaan ayahnya yang menjadi pemabuk.

 

BINAR:

Ayah?! Binar udah nggak punya ayah, Bi! (suara bergetar, mata berkaca-kaca)

Ayah Binar udah meninggal bahkan jauh sebelum mama meninggal karena gantung diri!

 

RETNO:

(Air mata kembali mengalir deras) Binar, ayahmu sudah berubah, Nak. Ayahmu menyadari kesalahannya semenjak kamu hilang tanpa kabar bertahun-tahun lalu ... bahkan dia mencarimu ke mana-mana sebelum akhirnya jatuh sakit.

 

BINAR:

Kalau ayah beneran nyari Binar, harusnya udah dari dulu ayah ketemu sama Binar! Sampai kapan pun, Binar nggak mau ketemu sama ayah lagi!

 

Binar berlari menuju kamarnya dan menutup pintu kuat-kuat tanpa mempedulikan Bunda Panti yang juga ada di ruang tamu. Ia membanting diri di kasurnya lalu menangis sejadinya saat kembali harus mengingat kisah pilunya dulu. Bunda Panti datang, duduk di pinggir kasur dan mengelus rambut Binar dengan lembut. Mengetahui kehadiran Bunda Panti, Binar langsung memeluk Bunda Pnanti dengan erat sambil terisak.

 

BINAR:

Binar nggak mau ketemu ayah, Bunda!

BUNDA PANTI:

(Sembari mengusap bahu Binar, menenangkan) Bunda ngerti, Neng. Kamu anak Bunda. Biarpun darah tidak mengikat kita, tapi kita berdua diikat oleh cinta dan kasih sayang. Bunda tahu, Eneng masih mengingat kejadian yang dulu.

Tapi, sebencinya Eneng sama ayah kandung Eneng, nggak ada yang namanya bekas ayah.

 

Binar mendongakkan kepala, menatap mata Bunda Panti yang teduh. Ia kembali memeluk Bunda Panti dan terisak.

 

CUT TO:

 

49.     INT. MOBIL – JAKARTA – SIANG

 

RETNO: (OS)

(Sambil menahan tangis) Ayahmu beberapa kali terkena serangan jantung, Bi. Serangan yang pertama, masih tidak terlalu fatal, ayahmu masih kembali mencarimu setelah serangan yang pertama. Serangan yang kedua bersamaan dengan hipertensi, membuat sebagian tubuh ayahmu lumpuh. Setelah serangan yang kedua itu, dia meminta Bibi untuk mencari keberadaanmu. Dan sekarang serangan ketiga, semakin membuat ayahmu tak bisa apa-apa. Dokter mengatakan kalau selain serangan jantung, ayahmu juga mengalami stroke hemogenik, ada pembuluh darah yang pecah di otaknya.

 

Long shot tugu pancoran dan jalanan Jakarta dari atas. Move to Binar yang duduk di dalam mobil, ia menatap bangunan-bangunan pencakar langit dari balik kaca mobil. Retno yang duduk di samping Binar, mengelus rambutnya dengan lembut. Mobil yang mereka kendarai melaju terus, kemudian masuk ke halaman sebuah rumah sakit di Jakarta. Binar kemudian turun dari mobil dan mengikuti Retno masuk ke rumah sakit. Mereka berhenti di salah satu pintu UGD, Retno menatap Binar kemudian mengangguk. Binar pun melangkah, membuka pintu UGD itu dan masuk ke dalamnya.

 

CUT TO:

 

50.     INT. KAMAR UGD – SIANG

 

Binar berjalan mendekati brankar di mana ayahnya berbaring dengan beberapa alat menempel di tubuhnya.

 

SFX: Suara monitor detak jantung

 

Binar berdiri di samping brankar ayahnya dan menatap wajah pucat yang terbaring itu.

 

CUT TO FLASHBACK:

 

Sepuluh tahun yang lalu, saat umur Binar masih 7 tahun dan keluarganya masih baik-baik saja. Binar bersorak girang karena baru dibelikan sepeda oleh ayahnya, ia kemudian mencoba menaiki sepeda tersebut, berkeliling di halaman belakang rumah dengan sepeda ditemani oleh ayahnya. Binar kemudian mencoba mengendarai sepeda sendiri tanpa dituntun ayahnya lagi. Beberapa saat Binar bersorak senang saat ia bisa menaiki sepeda sendiri, namun tidak berlangsung lama ia oleng dan akhirnya menabrak pohon kersen dan membuatnya terjatuh. Ayahnya segera menghampiri Binar kecil yang menangis dan menggendongnya ke teras rumah.

 

BINAR (7):

(Sambil terisak) Binar nggak mau naik sepeda lagi, yah! Kalau jatuh sakit ... hikss

 

AYAH BINAR:

Binar, jatuh saat kita mencoba hal baru itu hal yang biasa. Kalau Binar jatuh, harus bangkit lagi, kan anak ayah kuat! Jangan takut jatuh biar pun sakit, karena rasa sakit itu yang menguatkan kita.

 

BINAR (7):

Kalau Binar jatuh lagi, selalu ada Ayah ‘kan yang nolongin Binar?

 

AYAH BINAR:

(Tersenyum, mengusap rambut Binar) Selalu ada yang menolong anak baik, makanya anak Ayah harus selalu jadi anak baik, oke princess?!

 

BINAR(7):

(Tersenyum dan mengelap air matanya) Oke, Yah!

 

FLASHBACK CUT TO:

 

Binar menatap wajah ayahnya lekat-lekat, tersadar kalau ia sangat merindukan wajah itu. Perlahan ayahnya membuka mata, dan menyadari keberadaan Binar. Ayah Binar menangis menatap Binar, menggerakkan bibirnya dengan susah payah untuk mengatakan sesuatu ke Binar.

 

AYAH BINAR:

(Bebicara terbata, tidak jelas layaknya orang stroke) Bi ... nar ... ma ... af. A ... (batuk) yah ... minta ... ma ... af!!

 

Melihat kondisi ayahnya yang seperti itu, Binar menangis sedu, mengeluarkan air mata yang sedari tadi ia tahan. Ia kemudian memeluk ayahnya dengan erat sambil terisak.

 

BINAR:

Ayah ... maafin Binar juga!

 

Keduanya menangis sedu di kamar UGD itu

 

CUT TO:

 

Binar mengakhiri sholatnya dengan salam, ia kembali menatap ayahnya yang tengah tertidur pulas. Binar diam sejenak seperti memutuskan sesuatu. Ia kemudian menghampiri bibinya di luar kamar.

BINAR:

Binar mau tinggal di Jakarta, Bi. Supaya bisa merawat ayah!

 

Bibinya terkejut mendengar pernyataan Binar, namun beberapa detik kemudian tersenyum dan memeluk Binar.

CUT TO:

 

51.     INT. PANTI ASUHAN – PAGI

 

Long shot matahari pagi yang terbit, move to panti asuhan tampak depan, cut to Binar yang sedang memasukkan barang-barangnya ke dalam kardus. Camera follow pergerakan Binar yang membawa kardus berisi barang-barangnya ke luar kamar yang disambut Bunda Panti dan diantar ke mobil yang terparkir di halaman depan panti. Binar menaruh kardus yang ia bawa ke bagasi mobil bersama kopernya, kemudian beralih menatap Bunda Panti.

 

BUNDA PANTI:

(Memeluk Binar) Sering-sering berkunjung ke sini ya, Neng, jengukin Bunda!

 

Binar mengangguk, kemudian mengurai pelukannya. Gantian adik-adik pantinya yang berebut memeluk Binar. Binar kemudian berpamitan, melambaikan tangannya, dan masuk ke dalam mobil. Setelah Binar masuk, mobil itu pun melaju meninggalkan panti asuhan. Close up wajah Binar di dalam mobil yang menghela napas pelan.

 

BINAR: (VO)

Pada kenyataannya, hidup memang hanya tentang perjalanan pergi dan datang. Semua hal yang ditinggalkan, tidak akan pernah bisa terhapus dalam ingatan. Tapi, entah pergi atau datang, satu hal yang pasti ... bahwa kita akan kembali ke tempat di mana kita bermula meski bukan dikatakan pulang.

 

CUT TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar