51.EXT. BAGIAN LUAR KOSAN LYSIA - PAGI HARI
Benjamin berdiri di luar mobilnya, menunggu Lysia. Melihat Lysia yang melambaikan tangan dan berlari kecil, buat Benjamin tersenyum kecil.
LYSIA
Maafin, kamu udah nunggu lama ya.
BENJAMIN
Ngga kok, saya juga baru beberapa menit disini.
LYSIA
Kita mau kemana sih? Aku ngga sabar banget.
BENJAMIN
Kalo gitu kita berangkat sekarang.
Lysia mengangguk semnagat, mereka berdua langsung menaiki mobil dan pergi.
52.EXT. MUSEUM SENI RUPA DAN KERAMIK JAKARTA - SIANG HARI
Benjamin dan Lysia sampai di museum yang bukan hanya menampilkan lukisan tapi juga keramik dan kain batik juga tenun. Disana juga dipajang banyak wayang kulit. Tidak dalam satu gedung tapi banyak gedung lainnya. Lysia berhenti pada lukisan potret diri karya Affandi.
LYSIA
Kamu liat lukisan ini, Ben? Potret diri yang dilukis oleh Affandi tentang dirinya.
BENJAMIN
(sedikit berpikir) Potret diri, kalo diliat dia lagi merokok santai. Tekstur lukisannya bahkan agak kasar ya.
LYSIA
Iya, lukisan Affandi dikenal punya cirinya sendiri, pake teknik sapuan tangan secara ekspresif. Keliatannya lukisannya ngeliat lagi merokok, tapi sebenernya ada dua karakter disatu lukisan ini, Ben.
BENJAMIN
Dua karakter?
LYSIA
Kamu liat deh, di dua sisi wajah, ekspresinya beda. Kenapa? Karena Beliau menggambarkan dua karakter dalam satu kondisi yang berbeda. Satu sisi menggambarkan kondisi santai tapi disisi lain menggambarkan beliau lagi memikirkan masalah besar, itu yang aku tau. Dan aku paham sekarang. Dibalik santainya orang, senyum dan kondisi baik pasti ada banyak hal yang ada di pikiran mereka. Seberat apa juga pemikiran itu, tapi ngga ada yang tau. Sangking hebatnya, banyak orang berhasil menipu orang disekitarnya, mentakan dia baikbaik aja tapi berbanding terbalik sama pikiran mereka.
BENJAMIN
Dari yang saya liat, ada gerutan dikening dan tatapan mata yang beda. Sama kaya kamu sekarang, tatapan kosong tapi senyum masih bisa kamu tarik.
LYSIA
Aku..Mungkin salah satu dari mereka. Tapi kenapa kamu ngga ketipu?
BENJAMIN
Kamu bisa cerita, Ly. Walau ngga langsung kamu bisa gunain objek lain buat gambarin apa yang kamu rasain sekarang.
LYSIA
Aku terlalu egois sampe lupa ada orang yang ternyata lebih menderita selama ini.
LYSIA (CONT'D)
Demi diri aku sendiri, aku tinggalin dia dibanyak hal yang mungkin dia sendiri ngga bisa selesain. Aku ikut kabur tanpa sadar kalo kepergian aku itu malah tambah banyak luka. Dan liat lukisan ini, aku jadi inget seseorang yang selalu diem dan nerima semuanya tanpa protes. Dia mungkin terima semuanya, tapi ngga tau gimana hati sama pikirannya yang selama ini ngga pernah dia bagi ke orang lain selain dirinya sendiri.
BENJAMIN
Jadi egois buat diri sendiri, ngga pernah salah. Karena kamu juga harus bahagia sebelum membahagiakan orang lain, kan? Sekarang coba kamu puter lagi apasih memori paling membahagiakan itu?
LYSIA
Habisin waktu bareng Abang, tapi, kita lupa kalo ada satu orang lagi yang cuma bisa liat semuanya. Sampe kadang kita lupa kalo dia juga ada, tapi dia ngga pernah terlihat marah atau iri. Cuma senyum dan bilang, Adek kan bahagia sama Abang kalo Adek sama Abang bahagia aku juga bahagia kok. Padahal banyak sekali mungkin cerita yang mau dia bagi dan ngga ada yang hirauin dia, kecuali, Eyang.
BENJAMIN
Kalian kenapa ngga pernah ajak omong dia?
LYSIA
Aku juga ngga ngerti, mungkin karena karakter dia yang tenang dan ngga banyak omong buat kita berpikir dia baik-baik aja. Pernah satu hari dia ngga pulang dan besoknya pulang pake banyak perban dan tongkat karena kaki patah, ternyata kecelakaan, dan cuma Eyang yang tau. Karena Eyang yang jemput dia.
LYSIA (CONT'D)
Kita kaget semua serumah, tapi dia cuma senyum dan bilang, ngga papa cuma luka dikit kok aku ngga mau buat kalian semua panik. Suaranya tenang senyumnya teduh, tapi matanya berkaca saat itu. Mungkin karena pembawaan dia yang kaya gitu Mamah sama Ayah jadi sedikit acuh ke dia, Karena dia ngga pernah ada masalah apapun.
BENJAMIN
Dia sekarang dimana? Kamu sering ketemu dia sekarang?
LYSIA
Kemarin aku ketemu dia, aku ngga sangka dia inget ulang tahunku. Dia ucapin dan do'ain aku bahkan kasih hadiah juga. Tapi liat dia yang senyum sambil bilang kalo dia ngga pernah baik-baik aja buat hati aku diremas. Rasanya sesek, tapi, aku sekarang ngga tau harus gimana.
BENJAMIN
Kamu udah ngomong maaf kedia atau apa gitu?
LYSIA
(menggeleng) setiap kata itu mau aku ucap, lidah rasanya kelu.
Lysia menunduk dan dalam diam menangis, buat Benjamin kaget dan spontan bawa Lysia kedalam pelukannya.
BENJAMIN
Ngga papa, Ly. Lain kali di lain waktu kamu pasti bisa ucapin itu. Dan semua ngga bakal jadi penyesalan.
Lysia yang rasa hangat pun mendekap lebih erat.
LYSIA
Aku harap gitu, semoga aku ngga akan telat buat ucapin kata itu.
Begitu keluar dari museum Benjamin membawa tangan Lysia yang masih digenggamnya erat kearah tempat pembuatan keramik.
BENJAMIN
Kita bikin keramik, ya, salah satu yang harus kita coba, kan?
Senyuman Benjamin terlihat begitu tulus membuat Lysia yang hanya dapat mengangguk dan ikut tersenyum kecil.
LYSIA
Kamu udah siapain ini?
BENJAMIN
(tertawa kecil) Bukan saya yang siapin ini, ly. Tapi emang udah jadi salah satu kegiatan di museum, ini.
LYSIA
Iya juga, bodoh banget sih aku. Tapi makasih banget udah mau bawa aku jalan kesini. Aku merasa lebih baik dari tadi apalagi udah ngeluarin semuanya.
BENJAMIN
Makanya, sekarang ada saya, apapun itu kamu bisa cerita semuanyake saya. Saya akan dengar dan coba buat kasih saran kalo kamu berkenan.
LYSIA
Makasih Benjamin.(tersenyum dan menatap punggung Benjamin)
Benjamin yang ada dimata Lysia sedang berjalan lebih dahulu dan bicara kepada seseorang yang telah mempersiapkan tanah liat untuk bahan keramik. Senyum Benjamin yang mengarah kepadanya membuat Lysia ikut tersenyum juga isyarat tangan Benjamin agar dirinya mendekat.
BENJAMIN
Ngapin disana, sih. siap-siap loh, lomba sama saya siapa yang paling bagus buatnya. Nanti masnya yang jadi juri.
LYSIA
Siapa takut, Masnya ngga dibayar kan sama dia?
Mereka tertawa bersama, dan mulai membuat keramik dengan fokus.
BENJAMIN
Buat bentuk apa coba, kamu? Ngga jelas gitu. (ledeknya dengan tersenyum jahil)
LYSIA
Ih, kamu ngga ngerti seni abstrak pasti kan? Dari pada punya kamu monoton banget buat mangkok. (tidak mau kalah)
BENJAMIN
Dari pada kamu, itu piring miring apa gimana.( menunjuk piring Lysia yang sedikit miring )
LYSIA
Duh, susah ngomong sama orang yang tau seni. Bagus kan ya, Mas, ya. Ini kalo udah diwarnain biru laut bagus sih pasti.(mencari validasi)
BENJAMIN
Masnya iyain aja, soalnya takut liat kamu udah melotot gitu.
Lysia yang mendengar itu mendengus kesal dan kembali fokus pada tanah liat yang sebenarnya tanpa sengaja menjadi sedikit miring. Namun ia biarkan. Dengan tiba-tiba tangan kotor mencoleh hidungnya, dan tentu ada tanah liat menempel di wajahnya.
LYSIA
Benjamin, ih, jahil banget!
Benjamin yang melihat itu hanya tertawa dengan lantang dan melanjutkan memutar keramik miliknya. Lysia yang tidak mau kalah pun, medekat dan ikut mencolekan tiga jarinya pada pipi Benjamin, hingga hampir setengah wajah pria itu berwarna abu-abu.
BENJAMIN
Kamu curang, saya ngga sebanyak ini.
LYSIA
Biarin, siapa suruh jahil sama aku, rasain tuh.
Mereka kembali tertawa bersama dengan Benjamin yang mecoba mencolek kembali namun Lysia dengan cepat menghindar
LYSIA (CONT'D)
Udah, ah, Ben. Nanti tambah kotor.
Benjamin pun mengangguk dan kembali pada duduknya. Tidak sampai disana, Benjamin kembali mencolek wajah sebelah kanan Lysia hingga ada noda disana.
BENJAMIN
Hahaha.. Lucu banget mukanya kesel gitu (mencubit pipi Lysia dengan gemas)
LYSIA
Ih, tangan kamu ada tanah liatnya!
Lysia yang terlihat kesal malah membuat Benjamin tertawa dan tak lama Lysia ikut tersenyum kecil.
LYSIA (CONT'D)
awas aja, aku bales nanti.