1.EXT. JALAN RAYA RAMAI — SIANG HARI
BENJAMIN
(Menghela nafas) sebenernya apa sih yang saya coba buat gapai.
BENJAMIN (CONT'D)
Mau jadi apa saja saya bingung, apalagi bisa punya sesuatu yang bisa dibanggakan. (Menatap jalan raya yang dipenuhi pejalan kaki)
2.INT. KANTOR PENERBIT PARALAYA - SIANG HARI
BANG WIRA
Ben, hari ini ada klien. Katanya sih, orang terpandang mau buat buku, lo jadi penulisnya denger-denger.
BENJAMIN
(Menatap depan/kamera) Oh iya saya lupa, kenalin, nama saya Benjamin Langit Lastyo. Saya kerja di salah satu kantor penerbit, bukan penulis, bukan juga editor. Saya ghost writer, iya, penulis bayangan.
BENJAMIN (CONT'D)
(Mengangguk tajam) oh ya, klien dateng hari ini, kenapa saya gak dikasih kabar ya bang?
Bang Wira terlihat berpikir sejenak. Menatap Benjamin kembali, setelah sesikit lama dalam keterdiaman.
BANG WIRA
Yang gua denger, katanya sih lo dapet rekomendasi dari orang terpacayanya dia. Dan dia setuju.
BENJAMIN
Tapi gak ada konfirmasi apa-apa ke saya Bang.
BANG WIRA
Rahasia Ben, lo tau banyak privasi yang harus dijaga sama penulis bayangan seperti lo ini.
BENJAMIN
Ya seenggaknya saya tau siapa yang jadi klien kan Bang, ngga tau apaapa tuh berasa ketinggalan banget.
Benjamin memilih berdiri dan beranjak, berdiri tepat didepan Kantor dan menatap langit.
4.INT. KAMAR BENJAMIN YANG BERTEMA GELAP, BIRU TUA DIPENUHI RAK BUKU - MALAM
Ringgggg.....
suara dering telepon membuat langkah Benjamin segera bergegas kearah meja.
BENJAMIN
(Menghela nafas panjang) apalagi sekarang, kenapa semuanya di tolak, udah naskah kelima di penerbit yang beda.
Gerutuan Benjamin tidak habis disana, sampai satu suara teriakan namanya. Benjamin menarik nafas mengatur emosi.
5.INT. RUANG MAKAN - MALAM HARI
Ami yang sedang menyiapkan hidangan dan Abi yang sudah siap di meja makan dengan sebuah buku hukum perdata dalam jurnal.
AMI
Amin! Ayo sini makan dulu!
ABI
Sampai kapan anak seumuran dia masih dipanggil buat makan, seharusnya di umur sekarang sudah mapan.
AMI
Bi..Gak baik ngomong kaya gitu.
BENJAMIN
Abi bener kok, Mi,tapi apa salahnya Amin coba buat dapein apa yang Amin mau Bi. Amin udah berusaha tapi memang belum ada jalannya.
ABI
Mimpimu jadi penulis itu maksudmu Min? Sudah berapa tahun sejak kamu lulus kuliah sastra bahasa, tapi apa hasilnya. Harusnya kamu juga tau bagaimana hasilnya, gagal.
ABI (CONT'D)
Kamu memang gak bakat di dunia kepenulisan Min, sudah, terima saja.
BENJAMIN
Bi, Amin masih punya kesempatan. Amin gak bakal nyerah Bi, seharusnya dukungan keluarga jadi peran penting. Tapi sekarang Amin dipaksa mati sebelum perang.
ABI
Sampai kapan? Sampai Abi sama Ami mu ini sudah tidak ada, lihat anak satu-satunya yang tidak tau akan jadi apa.
BENJAMIN
Amin bakalan coba terus Bi, sampai dititik mana mimpi ini gak berarti lagi buat Amin.
AMI
sudah, didepan makanan gak baik berdebat kaya gitu. (Ami menatap kearah Abi)
AMI (CONT'D)
Biarkan saja dulu Bi, seenggaknya Amin sudah punya kerjaan yang jelas.
ABI
Bekerja di kantor penerbit tapi karya sendiri gak tembus terbit. Ya, selagi bisa menghidupi diri sendiri, ada syukurnya.
Benjamin menundukan kepala dan menggengam sendok dengan erat.
6.INT. KANTOR PENERBIT PARALAYA, RUANGAN MEETING - SIANG HARI
PIMPINAN REDAKSI
Baik, semuanya sudah berkumpul. (menunjuk kearah Benjamin kepada beberapa orang yang hadir) Dia, Benjamin Langit Lastyo, yang akan menjadi penulis autobiografi Bapak Kuswan Rajendra.
Benjamin berdiri dari duduknya dan menunduk kepala sopan lalu tersenyum kecil. Kemudian kembali duduk.
KUSWAN RAJENDRA
Wah... ternyata masih sangat muda ya, senang dapat bertemu langsung dengan anda, selam pembuatan buku bisa langsung tanyakan pada saya juga beberapa keluarga saya.(dengan senyum berwibawa)
BENJAMIN
Senang juga bisa langsung bertemu dengan Bapak, semoga buku ini akan menjadi suatu tolak ukur bagi banyak orang.
KUSWAN RAJENDRA
Ya, tentu saja. Semoga kerjasama ini bisa berjalan baik.
PIMPINAN REDAKSI
Kami akan usahakan semuanya berjalan baik, Benjamin merupakan penulis andalan kami. Dia tidak akan mengecewakan.
Setelah meeting selesai, Benjamin dan Bapak Kuswan berjabat tangan, senyum yang diberikan Bapak Kuswan buat Benjamin sedikit larut, mengartikan senyum yang dirasakannya janggal itu.