Cut to :
SCENE 100 : INT. RUANG TAMU NAJELINA — SIANG
CAST : NAJELINA, RATMI, ANGGARA DAN FARIZ
Ang duduk di ruang tamu menunggu Fariz turun dari lantai atas. Keadaan rumah tampak sepi karena orang tua Najelina sibuk mengurus perusahaannya.
Najelina kemudian duduk di samping Ang.
NAJELINA
Tunggu sebentar ya Ang. Nanti Kak Fariz turun. Udah dipanggil Bi Ratmi tadi. Yang sabar ya.
Ang meremas pelan telapak tangan Najelina mengisyaratkan agar Najelina terus mendukungnya.
CLOSE UP : Hentakan sepatu yang berjalan menuruni anak tangga.
Fariz turun dari lantai atas sambil berbicara dengan seseorang lewat telepon.
FARIZ
Okay. all can be arranged. just leave it all to my employees.
VO MARIO
OK, thanks, see you at the office.
Fariz menutup panggilan teleponnya saat berada di anak tangga paling bawah. Fariz kemudian mengarahkan pandangannya ke arah Ang.
FARIZ
Kamu? Sejak kapan kamu berada di sini?
Ang kemudian berdiri dan mendekati Fariz. Ang mengulurkan tangannya ingin berjabat tangan dengan Fariz. Namun diacuhkan oleh Fariz dan pelan-pelan Ang menurunkan tangannya.
FARIZ
Naj, sejak kapan juga kamu bisa bersama cowok ini? Jangan-jangan kamu kabur dari kamar dan menemui cowok ini?
Najelina kemudian mendekati Fariz.
NAJELINA
Iya Kak. Najelina ingin menemui Anggara dan mengajaknya ke sini.
Fariz mendecak kesal.
ANGGARA
Pak Fariz, kedatangan saya kesini un---
FARIZ
Saya peringatkan ya kepada kamu. Minggu depan Najelina akan menikah dengan Afan, teman saya sendiri. Perlengkapan pernikahan, catering, WO, dan gedung sudah saya persiapkan.
Fariz menoleh ke arah Najelina.
FARIZ
Dan kamu Najelina, kamu tinggal fitting baju bersama Afan di butik Anjelia sekitar tiga hari lagi.
NAJELINA
Tapi Kak. Najelina nggak mau nikah sama Afan. Najelina nggak cinta sama Afan, Kak.
ANGGARA
Najelina cintanya sama saya, Pak.
FARIZ
PD sekali kamu.
NAJELINA
Kakak nggak bisa mengambil keputusan itu sendiri. Najelina Kak di sini yang menjalani. Harusnya semua keputusan ada di tangan Najelina.
FARIZ
Ini sudah keputusan bersama. Papa, Mama dan keluarga Afan sudah menyetujuinya. Kamu nggak bisa menolak, Naj. Kakak jamin kamu akan bahagia hidup bersama Afan. Apa yang kamu inginkan bisa kamu raih.
Najelina menggelengkan kepala.
ANGGARA
Pak, tolong jangan paksa Najelina untuk menikah dengan Afan. Saya sangat mencintai Najelina, Pak. Saya ingin menikahinya dan saya berjanji akan membahagiakan Najelina, Pak.
FARIZ
Siapa nama kamu? Anggara ya? Denger ya Anggara, lebih baik kamu jauhin Najelina. Kamu nggak akan mampu menghidupi Najelina. Dia hidupnya mewah, barang-barangnya branded dan import dari luar negeri. Saya sudah berbaik hati ya sama kamu, lebih baik kamu jauhi Najelina agar dia tidak menyusahkan hidup kamu.
NAJELINA
Nggak kak. Najelina nggak seperti itu. Najelina akan menerima Anggara apa adanya Kak. Hidup seperti apapun akan Najelina jalani asal bersama Anggara, Kak.
Fariz tersenyum mengejek.
FARIZ
Kamu bisa berbicara seperti itu karena kamu belum merasakan, Najelina. Setelah kamu merasakan, ucapan kamu akan berbeda lagi.
NAJELINA
Nggak Kak. Najelina akan bahagia hidup bersama Anggara. Kakak percaya sama Najelina.
Ang berlutut di hadapan Fariz.
ANGGARA
Pak, beri saya kesempatan untuk membuktikan bahwa saya mampu membahagiakan Najelina, Pak. Restui hubungan kami dan tolong Pak, jangan paksa Najelina untuk menikah dengan Afan.
FARIZ
Sudah. Saya nggak mau membahas masalah ini lama-lama. Nggak penting buat saya. Mending kamu pulang. Jangan banyak-banyak berharap di sini. Lebih baik kamu banyak-banyak ngumpulin barang bekas untuk pabrik saya.
Fariz melihat jam tangannya.
FARIZ
Sekarang waktunya saya ke kantor. Masih banyak urusan saya yang lebih penting dari ini.
Fariz kemudian berbalik badan dan hendak menaiki anak tangga.
ANGGARA
Tapi, Pak. Saya---
FARIZ
BI RATMI! (Teriak)
RATMI
Iya, Den.
Sahut Ratmi dari ruang tengah dan berjalan cepat menghampiri Fariz.
FARIZ
Saya ingin mengambil tas ke lantai atas. Dan pastikan saat saya turun, cowok ini sudah tidak ada di sini. (Tunjuk jari Fariz ke arah Ang)
RATMI
Baik, Den.
Fariz kemudian melanjutkan langkahnya ke atas.
RATMI
Ayo Mas, sampeyan pulang saja. Daripada sampeyan tidak dianggap di sini.
NAJELINA
Tapi Bi, Anggara ini calon suami Najelina. Biarkan dia istirahat sebentar di sini. Ajak Anggara ke ruang tengah aja, Bi.
ANGGARA
Nggak usah, Jel. Terima kasih, aku pulang aja. Kamu baik-baik ya. (Sambil melangkah ke pintu keluar)
Najelina mengikuti Anggara. Ia meraih telapak tangan Ang lalu menatap wajah Ang penuh harap.
Tapi kamu tetep mau berjuang kan buat aku? Kamu masih cinta kan sama aku?
Lalu kedua tangan Ang memegang erat telapak tangan Najelina.
ANGGARA
Aku akan selalu berjuang untuk kamu. Sampai ragaku ini tidak lagi ada di dunia. Aku mencintaimu sampai mati, Jel.
Najelina tersenyum dan matanya berkaca-kaca.
Lalu terdengar langkah kaki dari lantai atas.
RATMI
Ayo Mas kita keluar sebelum Den Fariz lihat Mas masih ada disini. Nanti Bibi dimarahin.
ANGGARA
Iya Bi. Jel aku pulang dulu ya. Kamu nggak usah khawatir, ragaku pulang tapi hatiku masih menetap di sini di dekat kamu.
Najelina tersipu malu.
NAJELINA
Kamu bisa aja.
Kemudian Fariz melangkah ke anak tangga dan Anggara langsung melarikan diri.
FARIZ
Bi Ratmi. Saya berangkat ke kantor. Tolong jaga Najelina. Jangan biarkan dia keluar rumah kecuali kulia.
Najelina mendecak sebal lalu berjalan cepat ke lantai atas.
Cut to :
SCENE 101 : EXT. TERAS RUMAH ANGGARA — SIANG
CAST : ANGGARA
Setiba di rumah, Ang duduk di teras menyadarkan kepalanya di punggung kursi sambil mendongak ke atas. Ang menghela nafas berat melepas penat di tubuh dan hatinya. Ia melamun mengingat ucapan pahit yang dilontarkan Fariz.
FLASH BACK : Ucapan Fariz bahwa Najelina akan segera menikah dalam waktu dekat ini.
ANGGARA
Gimana lagi caranya agar aku bisa meyakinkan hati keluarga Najelina. Aku sangat mencintai dia Ya Allah. Apa yang harus aku lakukan.
Ang berfikir mencari jalan keluar lalu tiba-tiba ada sesuatu yang terlintas di fikiran Ang.
FLASH BACK : Ang mengingat Fariz memakai jas dan membawa tas di dalam fikirannya.
Ang kemudian bangun dari sandarannya lalu duduk tegak.
ANGGARA
Ada satu cara agar aku bisa diterima di keluarga Najelina. Semoga kali ini berhasil, amin.
Ang kemudian berdiri lalu bergegas masuk ke dalam kamarnya.
Cut to :
SCENE 102 : INT. DAPUR ANG — SIANG
CAST : ANGGARA DAN LASTRI
Beberapa menit kemudian, Ang keluar kamar. Ia mengenakan kemeja lengan panjang berwarna biru dan celana panjang berwarna hitam. Ia membawa tas lalu berjalan ke arah dapur menghampiri Lastri yang sedang membuat teh.
ANGGARA
Nek, Jaka pergi dulu ya, Nek. Jaka mau melamar pekerjaan di perusahaan. Do'ain ya Nek, semoga Jaka diterima.
Lastri memperhatikan Ang dari atas sampai bawah.
LASTRI
Kamu ganteng sekali Jaka kalau memakai baju seperti ini. (Seraya memegang lengan tangan Ang)
ANGGARA
Hehe, nenek bisa aja.
LASTRI
Kamu mau cari pekerjaan baru?
Ang mengangguk-angguk.
LASTRI
Nenek do'ain semoga kamu diterima, Nak. Semoga apa yang kamu inginkan tercapai. Maafkan Nenek ya, karena Nenek sudah tua, kamu jadi berusaha sendiri buat biaya kuliah. Maafin Nenek ya, Jaka.
Lastri menitihkan air mata.
ANGGARA
Nek, Nenek jangan khawatir. Jaka akan berusaha buat bahagiain Nenek. Jaka sudah besar, Jaka harus bisa mandiri. Pokoknya tugas Nenek hanya satu yaitu, do'ain Jaka.
Lastri tersenyum seraya mengelus lengan tangan Ang.
LASTRI
Seandainya Ibu Bapak kamu masih ada, pasti mereka bangga punya anak seperti kamu, Nak.
Lastri semakin berlinang air mata lalu mengusapnya.
ANGGARA
Nenek jangan sedih ya. Ibu Bapak sudah bahagia di sana.
Ang mengusap air mata Lastri
LASTRI
Ya sudah kalau begitu. Kamu berangkat gih nanti telat.
ANGGARA
Iya Nek. Jaka berangkat dulu. Assalamualaikum. (Salim kepada Lastri)
LASTRI
Wa'alaikumsalam. Nggak minum teh dulu, ini tadi Nenek buatin untuk kamu.
Ang kemudian menghentikan langkahnya lalu berbalik badan ke arah Lastri. Ang menyeruput habis teh di dalam cangkir.
Cut to :
ESTABLISH : Gedung perusahaan.
SCENE 103 : INT. RUANG HRD — SIANG
CAST : ANGGARA DAN LUIS (HRD)
Siang ini Anggara duduk di dalam ruang HRD untuk melamar kerja. Ia duduk di depan Luis, HRD berkaca mata dan berkepala botak. Luis sedang membaca surat lamaran kerja Anggara.
LUIS
Nama Anggara Kurniawan, usia 21 tahun. Mahasiswa Universitas Dharmawangsa jurusan manajemen semester 7?
Luis sesekali melirik Ang yang duduk menegang di depannya.
LUIS
Melamar kerja menjadi manajer?
Luis kemudian meletakkan CV Anggara di atas meja. Ia membetulkan posisi kacamata minusnya lalu menatap Ang.
LUIS
Posisi manajer di sini, memang bisa ditempati oleh seorang sarjana dengan lulusan S1 Manajemen. Tapi, disini kamu belum lulus Anggara. Maaf, saya belum bisa menerima lamaran kerja kamu.
Luis menggeser CV ke depan Ang.
ANGGARA
Tapi nilai IP saya bagus, Pak. Tolong Bapak percaya dengan kemampuan saya dalam mengelola perusahaan. Izinkan saya magang beberapa bulan di perusahaan ini Pak, agar Bapak bisa menilai kinerja saya.
LUIS
Tidak bisa Anggara, lebih baik kamu lanjutin kuliah kamu saja sampai lulus. Nanti kalau sudah menjadi sarjana S1 kamu bisa datang ke sini lagi.
ANGGARA
Tapi saya butuh pekerjaan ini sekarang, Pak. Bapak percaya dengan kemampuan saya.
LUIS
Maaf Anggara, tidak bisa. Ini sudah peraturan dari perusahaan. Lebih baik kamu bersabar saja ya. Tunggu sampai kamu lulus kuliah. Maaf juga, saya masih ada pekerjaan lain. Saya sekarang akan berangkat ke luar kota. (Seraya merapikan berkas-berkas di atas meja)
ANGGARA
Ya sudah kalau begitu, saya pamit pulang Pak. Terima kasih. (Seraya berjabat tangan dengan Luis dan Luis menganggukan kepala)
Ang kemudian keluar dari dalam kantor tersebut.
Cut to :
SCENE 104
CAST : ANGGARA
MONTAGE : Ang menghampiri beberapa perusahaan lain untuk melamar pekerjaan sebagai manajer. Namun hasilnya nihil. Ang tidak diterima di perusahaan manapun dengan alasan yang sama yaitu, Ang belum lulus kuliah.
Cut to :
SCENE 105 : INT. KANTOR TIRTA — SORE
CAST : ANGGARA, TIRTA DAN FARHAN
Ang duduk di kursi depan ruang HRD. Ang terlihat pusing menopang kepalanya saat melihat CV yang dibawanya.
ANGGARA
Bagaimana ini, semua perusahaan menolak lamaran kerja aku. Cuma itu jabatan yang cocok agar aku bisa diterima di keluarga Najelina. Aku nggak bisa menunggu pekerjaan itu sampai aku lulus. Karena waktu untuk membuktikan bahwa aku bisa bahagiakan Najelina hanya satu minggu. Aku nggak mau Najelina menikah dengan orang lain. Aku dan dia saling mencintai. Apa yang harus aku lakukan lagi agar aku bisa diterima di keluarga Najelina.
Beberapa detik kemudian, Ang menoleh ke arah kiri. Ia melihat Tirta sedang berjalan menuruni anak tangga bersama Farhan, rekan bisnisnya.
Ang kemudian berdiri dan berjalan menghampiri Tirta.
ANGGARA
Assalamualaikum, Pak.
Ang lalu mengulurkan tangannya ke Tirta ingin bersalaman.
Tirta membalas jabatan tangan Ang. Sebenarnya Tirta tidak sudi menyentuh tangan Ang namun ia sedang bersama rekan kerjanya. Ia tidak ingin terlihat sombong di depan rekan kerjanya itu.
TIRTA
Wa'alaikumsalam. Ada apa?
Ang tersenyum merekah.
ANGGARA
Saya ingin berbicara penting dengan Pak Tirta. Sebentar saja. Saya mohon Pak, sebentar saja.
TIRTA
Oh, iya. Bentar ya Pak Farhan, saya tinggal sebentar. Jangan pergi dulu.
Farhan pun tersenyum menganggukkan kepala. Kemudian Tirta mengajak Ang sedikit menjauh.
TIRTA
Mau apa kamu? (Memalingkan muka)
ANGGARA
Pak, saya tulus mencintai putri Bapak. Saya mohon Pak, batalkan rencana pernikahan Najelina dengan Afan. Najelina tidak mencintai Afan Pak. Kami berdua saling mencintai. Saya mampu membahagiakan Najelina Pak.
TIRTA
Sudah ada yang lebih bisa membahagiakan Najelina dan saya tidak akan membatalkan itu.
ANGGARA
Saya tau maksud Bapak lebih bisa membahagiakan Najelina, karena Afan seorang manajer kan, Pak? Saya juga bisa Pak membahagiakan Najelina karena saya mahasiswa jurusan manajemen, Pak. Setelah lulus saya akan mencari pekerjaan sebagai manajer.
Tirta tersenyum sinis.
TIRTA
Anggara, itu belum pasti. Kamu belum pasti jadi seorang manajer. Dan Afan, sudah menjadi manajer di perusahaan besar.
ANGGARA
Saya yakin Pak, setelah lulus saya akan menjadi seorang manajer di perusahaan besar.
TIRTA
Tapi saya tidak yakin dengan impian kamu yang ketinggian itu. Saya sudah dengar dari kampus tempat kamu kuliah, kamu selalu nunggak bayar biaya semester. Kalau kamu tidak mampu bersekolah tinggi, jangan dipaksain. Membiayai kuliah sendiri aja susah, apalagi membiayai anak orang.
ANGGARA
Saya akan berusaha mencapai impian saya, Pak. Saya sekarang bekerja dan saya pasti bisa membiayai kuliah saya sampai lulus. Tolong Bapak percaya dengan kemampuan saya. Setelah lulus pasti saya menjadi seorang manajer, Pak.
TIRTA
Melihat hidup kamu yang serba susah itu, saya jadi ragu dengan kelulusan kamu. Sepertinya kamu tidak akan menjadi sarjana. Jadi, jangan harap kamu akan menjadi seorang manajer.
Tirta lalu pergi menghampiri Farhan.
Ang hanya bisa diam menatap Tirta dengan mata berkaca-kaca. Ang merasakan sakit hati karena hinaan Tirta namun ia tahan.
Tirta kemudian mengajak Farhan kembali berjalan.
FARHAN
Ada masalah apa, Pak Tirta? Saya dengar dia sebut nama Najelina, putri Pak Tirta. Dia pacarnya Najelina?
TIRTA
Hehe, enggak Pak Farhan. Tidak mungkin Najelina mempunyai pacar seperti dia. Dia sudah punya calon suami seorang pengusaha.
FARHAN
Oh. Lah terus dia siapa, Pak Tirta? Kenapa bisa kenal Najelina?
TIRTA
Biasalah, Pak. Najelina kan cantik dan kaya raya. Banyak fansnya, hehehe.
FARHAN
Fans? Tapi sepertinya dia berharap sama Najelina. (Seraya melirik Ang)
TIRTA
Kalau kata anak jaman sekarang, dia itu HALU.
Tirta melirik Ang dan tersenyum sinis. Ang mendengar kata itu semakin sakit hati namun ia mencoba bersabar.