Cut to :
SCENE 72 : EXT. LAPANGAN KAMPUS — SORE
CAST : PAK BAMBANG DAN SEMUA MAHASISWA.
Beberapa menit kemudian, semua mahasiswa semester 7 berkumpul di tengah lapangan. Mereka semua berbaris rapi dan Najelina tampak berdiri di barisan depan bersama kedua sahabatnya. Sedangkan Ang juga berdiri di barisan depan namun lumayan jauh dari Najelina. Terlihat Pak Bambang salah satu dosen Universitas Dharmawangsa itu, tampak memberikan informasi penting. Di saat Pak Bambang berpidato di depan mahasiswanya, Ang dan Najelina tampak saling memperhatikan dengan senyuman.
BAMBANG
Ingat ya, besok di jam 10 lebih 15 menit ada acara Seminar Proposal yang wajib kalian ikuti. Kalian siap? (Mata menyorot ke semua barisan)
SEMUA MAHASISWA
Siap, Pak!
Ang dan Najelina masih terus pandang memandang sedari tadi. Mereka tidak menjawab seruan dari Pak Bambang. Hal itu diketahui Pak Bambang saat matanya mengarah ke Najelina.
BAMBANG
Najelina!
Najelina kemudian mengarahkan pandangannya ke depan dengan cepat.
NAJELINA
Iya, Pak?
BAMBANG
Bapak mau tanya sama kamu! Ada acara apa di jam 10 lebih 15 menit?
NAJELINA
DI JAM 10 LEBIH 15 MENIT, SAYA NEMBAK ANGGARA, PAK! (Teriak)
Najelina lalu membungkam mulutnya sendiri. Ia melirik kanan kiri sadar bahwa ucapan yang keluar dari mulutnya itu didengar semua mahasiswa.
Semua mahasiswa tertawa mendengar ucapan Najelina.
Alvi dan Sandra menahan tawa.
SANDRA
Najelina di jam 10 lebih 15 menit nembak Anggara. Kalau gue, di jam 10 lebih 15 menit lagi sibuk goreng rempeyek. (Lirih)
ALVI
Kalau gue, di jam 10 lebih 15 menit lagi sibuk nyari kutu rambut Mama gue, hahaha. (Tertawa kecil)
MAHASISWA 1
ANG! PAJAK JADIAN, ANG! (Teriakan mahasiswa paling belakang)
MAHASISWA 2
Iya, Ang. Traktiran! Traktiran!
MAHASISWA 3
Traktiran, Ang!
Semua mahasiswa di barisan depan sampai belakang menyeru Anggara seraya bersiul untuk menggoda hubungan mereka.
Ang tampak kebingungan menanggapi teman-temannya yang mendesak traktiran itu. Ang hanya bisa garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Pak Bambang terlihat kebingungan memberhentikan kegaduhan mahasiswanya itu.
BAMBANG
Stop! Stop! Diam! Minta traktirannya nanti saja! (Teriak)
BAMBANG
(Lirih)
Najelina, apa benar kamu yang nembak Anggara duluan?
Najelina hanya bisa nyengir.
ANGGARA
Nggak, Pak! Saya yang nembak Najelina duluan. Dia cuma bercanda.
Cut to :
SCENE 73 : INT. KANTOR FARIZ — SORE
CAST : FARIZ
Sore harinya, Fariz kakak Najelina sedang berada di dalam ruangan direktur yang letaknya di lantai dua. Kantor tersebut berada tepat di samping pabrik kerajinan barang bekas miliknya.
Fariz saat itu terlihat sedang menggenggam ponsel di telinganya. Ia sedang berbicara dengan seseorang di dalam telepon.
FARIZ
Okay Mr. Mario, I thank you for the investment that you will give to my company. I'm so glad you helped advance my business. And now I will meet you in your office.
VO MARIO
Thank you Fariz. I'm waiting for your arrival.
FARIZ
OK!
Fariz kemudian menutup teleponnya. Ia sangat senang, Mr. Mario pengusaha kaya asal Canada yang mempunyai perusahaan tekstil di Jakarta, memberikan modal untuk perusahaan Fariz. Itu adalah peluang Fariz untuk memajukan usahanya. Dimana Mr. Mario sangat handal dalam urusan bisnis.
FARIZ
Akhirnya, seorang Mario Robert pengusaha ternama di Jakarta akan menanamkan modal untuk pabrik gue. Ini peluang agar pabrik gue semakin maju dan bisa ekspor sampai ke luar negeri. Oke gue sekarang ke sana. (Sambil memutarkan kursinya pelan lalu memakai kacamata hitam)
Fariz kemudian berdiri, merapikan jasnya sebentar lalu mengambil kunci mobil di mejanya.
Fariz menuruni tangga seraya bermain handphone. Banyak karyawan yang menyapanya namun tak ada balasan sama sekali.
Cut to :
SCENE 74 : EXT. DEPAN KANTOR FARIZ — SORE
CAST : FARIZ DAN ANGGARA.
Sesampainya di luar kantor, Fariz masuk ke dalam mobilnya. Saat melaju pelan mendekati aspal jalan raya, Ang melintas di depan mobil Fariz. Mengayuh pelan sepeda ontelnya sambil membawa dua karung barang bekas. Ang menyapa Fariz yang duduk di dalam mobil.
ANGGARA
Pak! (Tersenyum menundukkan kepala)
Fariz tersenyum singkat dengan tatapan lurus ke depan tanpa menoleh siapa seseorang yang menyapanya saat itu. Fariz memang dikenal sebagai bos yang cuek dan dingin.
Walaupun diacuhkan, Ang tetap tak melepaskan senyumannya. Ia terus saja melebarkan senyum seraya mengayuh sepeda menuju gudang penimbangan barang bekas. Ia tersenyum mungkin karena hidupnya sekarang lebih berwarna karena ada Najelina di hatinya.
Cut to :
SCENE 75 : EXT. DEPAN GERBANG NAJELINA — SORE
CAST : FARIZ DAN NAJELINA.
Beberapa menit kemudian, Fariz membelokkan mobilnya ke arah gerbang rumahnya. Namun, ia bertanya-tanya saat melihat adik semata wayangnya senyum-senyum kegirangan setelah membaca surat biru yang diselipkan di pagar besi. Sudah pasti itu surat dari Anggara.
Fariz yang berhenti di depan gerbang, terus memperhatikan tingkah adiknya. Fariz merasa aneh melihatnya. Ia berfikir, hanya selembar kertas berwarna biru saja bisa membuat adiknya senang. Itu tampak aneh.
Najelina kemudian masuk ke dalam mobilnya dan melaju ke jalanan.
FARIZ
Ke mana tuh anak? Semakin lama semakin aneh tuh anak. Cuma baca surat aja kayak orang jatuh cinta. Lagipula siapa coba yang ngirim surat di gerbang tiap hari itu. Paling juga tukang ojek online langganan Bi Ratmi yang ngefans sama adik gue. Tapi, kalau Najelina jatuh cinta sama pengirim surat itu gimana? Jangan-jangan dia udah termakan rayuan gombal pengirim surat itu? Ini nggak bisa dibiarin. Gue harus bisa buat Najelina berhenti merespon surat itu. Gue pikirin nanti.
Fariz kemudian memundurkan mobilnya lalu kembali melaju ke jalanan menuju kantor perusahaan Mario Robert.
Cut to :
SCENE 76 : EXT. JALAN RAYA — SORE
CAST : NAJELINA DAN ANGGARA.
Setelah beberapa menit mengemudikan mobil di jalan raya, Najelina berhenti di pinggir jalan untuk menelpon Abg.
NAJELINA
Hallo, Ang. Lo lagi di mana? Gue mau main ke rumah lo. Pengen ketemu Nenek.
VO ANGGARA
Lo mau ke rumah gue? Sekarang?
NAJELINA
Iya, gue udah di jalan nih.
VO ANGGARA
Ya udah kalau gitu. Gue jemput lo di jalan masuk kampung.
NAJELINA
Oke Sayangkuu.
VO ANGGARA
Hahaha.
NAJELINA
Kok ketawa? Semenjak kita pacaran, lo jarang banget panggil gue sayang. Masak Jal, Jel, mulu.
VO ANGGARA
Hahaha, apa sih pentingnya sebuah panggilan sayang? Yang romantis cuma di bibir saja. Yang penting kan tindakan. Tindakan akan otomatis mengucapkan aku sayang kamu, walaupun nggak bisa didengar tapi bisa dirasakan.
NAJELINA
Haha. Bisa aja lo keong racun. Tapi, gue pengen denger panggilan sayang dari lo, Angker.
VO ANGGARA
Iya, iya Sayangkuuuu. Ketemu gue pites hidung elo.
Najelina menahan tawa. Lalu ia menutup teleonnya dan kembali melaju ke jalanan.
Cut to :
SCENE 77 : EXT. PERTIGAAN KAMPUNG — SORE
CAST : NAJELINA DAN ANGGARA.
Sesampainya di jalan masuk ke kampung Ang, Ang kemudian mengikuti mobil Najelina dari belakang agar sang kekasih terjaga.
Cut to :
SCENE 78 : EXT. DEPAN RUMAH ANG — SORE
CAST : NAJELINA, ANGGARA DAN 2 PEMUDA.
Beberapa menit kemudian, mobil Najelina berhenti di depan rumah Ang. Najelina lalu turun dan menghampiri Ang yang sudah lebih dulu turun dari atas motor di halaman rumahnya. Kemudian dua pemuda pengendara motor berhenti di depan mobil Najelina yang terparkir.
PEMUDA 1
Jaka! Lo bawa siapa ke rumah?
PEMUDA 2
Bawa mobil mewah lagi. Pelanggan lo ya, Jak?
PEMUDA 1
Iya nih. Pasti pelanggan cuci mobil. Mau cuci mobil ya, Mbak?
PEMUDA 2
Aduh, Mbak. Mau cuci mobil kenapa dibawa ke sini? Jaka krisis air, Mbak! Hahaha.
NAJELINA
Gue ke sini nggak lagi mau cuci mobil! Gue ke sini bertamu ke rumah Jaka!
PEMUDA 1
Oh lagi bertamu? Lagi mau merekrut Jaka buat dijadiin supir ya, Mbak? Hahaha.
Dua pemuda itu tertawa lepas mengejek Anggara yang tidak mungkin membawa seorang gadis cantik ke rumah kalau bukan karena kepentingan pekerjaan menurutnya.
NAJELINA
Nggak juga. Gue ke sini ke rumah pacar gue, Jaka pacar gue!
Najelina menggandeng tangan Ang. Ia membuktikan kepada kedua pemuda itu bahwa apa yang dikatakan mereka itu tidak benar. Najelina menyandarkan kepalanya di bahu Ang.
PEMUDA 2
Hahaha, pacar?
PEMUDA 1
Hahaha, nggak mungkin Jaka bisa punya pacar orang kaya. Langit dan bumi tau nggak sih.
Eh, Mbak. Jaka nggak pantes jadi pacar, Mbak. Pantesnya jadi ba-bu, hahaha.
Kedua pemuda itu kemudian menyalakan motornya dan mengeraskan suara knalpotnya untuk meledek Ang. Pengendara motor itu kemudian pergi.
ANGGARA
Jel, mending lo pulang aja deh. Gue nggak mau lo malu di sini, lo pulang aja ya. Gue anter.
Najelina menatap Ang dengan mata berkaca-kaca.
NAJELINA
Lo ngusir gue, Ang? Asal lo tau, yang bikin gue malu itu, lo udah tega ngusir gue dari sini. Lo lebih peduli'in bacotan mereka daripada lo peduliin gue yang udah niat baik ke sini buat ketemu Nenek lo! Dan sekarang lo usir gue? Oke!
Najelina membalikkan badan berjalan menuju mobilnya seraya mengusap air mata yang mengalir di pipinya.
Ang mengikuti langkah Najelina.
ANGGARA
Jel, Jel. Bukan gitu maksud gue. Bukan niat gue ngusir lo. Lo jangan salah faham. Gue cuma nggak mau lo menanggung malu dikatain punya pacar kayak gue. Ya udah, jangan marah ya. Aku nggak pernah ngusir kamu kok. Ayo kita masuk.
Ang membujuk pelan-pelan seraya menggandeng tangan Najelina.
NAJELINA
Ang, biarpun orang berkata apa tentang hubungan kita, aku nggak akan peduli. Aku sayang sama kamu, Ang.
Ang pun tersenyum.
ANGGARA
Iya, iya aku juga sayang kamu kok.
Mereka berdua masuk ke dalam rumah.
Cut to :
SCENE 79 : INT. RUMAH ANG — SORE
CAST : NAJELINA, ANGGARA DAN LASTRI.
ANGGARA DAN NAJELINA :
Assalamualaikum, Nek.
Lastri keluar dari ruang tengah.
LASTRI
Wa'alaikumsalam.
Najelina dan Ang mencium tangan Nenek Lastri.
ANGGARA
Ini Nek, kenalin, ini Najelina pacar Jaka.
LASTRI
Cantik sekali, pantesan Jaka jatuh cinta sama kamu, hehehe. Tapi, perasaan Nenek pernah bertemu kamu? Tapi dimana ya?
Lastri memperhatikan wajah Najelina seraya mengingat-ingat.
NAJELINA
Saya pernah ke sini, Nek. Nenek lupa ya? Hehehe.
LASTRI
Oh, iya. Nenek baru ingat kalau kamu pernah ke sini. Nenek ingat wajahnya cantik tapi lupa namanya. Maklum, Nenek sudah tua.
NAJELINA
Hehe nggak apa-apa, Nek.
ANGGARA
Jaka mandi dulu ya, Nek. Jel, di sini dulu ya, ngobrol sama Nenek.
Najelina tersenyum mengangguk.
ANGGARA
Bentar, aku ambilin minum dulu buat kamu.
Ang kemudian mengambil dua botol minuman orange untuk Najelina dan neneknya di atas meja.
ANGGARA
Di minum ya Jel. Aku tinggal sebentar dulu.
Ang masuk ke dalam ruang tengah rumahnya.
Najelina dan Lastri duduk di sofa tamu.
LASTRI
Diminum Nak cantik, minumannya.
NAJELINA
Iya, Nek.
Najelina membuka minuman itu lalu meminumnya.
NAJELINA
Nenek udah makan?
LASTRI
Udah tadi siang, Nak. Kamu udah makan?
NAJELINA
Udah juga kok, Nek. Bentar ya, Nek.
Najelina membuka tasnya lalu mengeluarkan sebuah amplop coklat yang berisi sejumlah uang. Najelina mengambil amplop itu seraya terus memperhatikan pintu ruang tengah berharap Ang tidak muncul tiba-tiba.
NAJELINA
Nek, jangan bilang-bilang Jaka ya. Ini Najelina ada rezeki buat Nenek. (Sambil meletakkan amplop itu di tangan Lastri)
LASTRI
Nggak usah, Nak. Terima kasih. Nenek nggak mau nyusahin kamu. (Seraya mengembalikan amplop itu)
NAJELINA
Plis, terima ya, Nek. Saya ikhlas kok. Nenek jangan kecewain Najelina ya. Diterima aja dan jangan bilang-bilang Jaka ya, Nek.
Najelina memberikan amplop itu ke tangan Lastri lagi.
LASTRI
Em, terima kasih ya, Nak. Nenek terima uangnya.
INSERT : Ang sedang bernyanyi sambil menggosokkan handuk di rambut basahnya di ruang tengah.
ANGGARA
La, la, la. Na, na, na.
Disimpen, Nek. Jangan sampai Jaka tau. (Lirih)
Lastri mengangguk-angguk seraya memasukkan amplop tersebut ke dalam saku bajunya.
Najelina kemudian berdiri dan berjalan ke pintu keluar.
NAJELINA
Nek, Nenek ada kerjaan ya? Kok kayaknya milah-milah botol sama kertasnya belum selesai? (Seraya memperhatikan barang bekas yang berserakan di teras rumah dan ada juga yang sudah terkumpul)
Lastri kemudian berdiri dan berjalan ke sampah tersebut.
LASTRI
Iya, Nak. Ini pekerjaan Nenek sehari-hari, jadi pemulung. Dan besok disetor ke pabrik. Nenek lanjutin kerjaan Nenek dulu ya. Nak Najelina duduk aja di ruang tamu, tunggu Jaka selesai. (Sambil duduk di depan botol dan sampah kertas)
NAJELINA
Najelina ikut milah-milah botol, Nek.
Najelina kemudian duduk di samping Lastri.
LASTRI
Jangaan, nanti tangannya kotor.
NAJELINA
Nggak apa-apa, Nek. Kan bisa dicuci nanti.
Najelina tanpa di suruh sudah memilah botol dan kertas dimasukkan ke dalam karung yang berbeda.
NAJELINA
Nenek cari botol dan kertas ini ke mana aja? (Seraya sibuk memilah-milah)
LASTRI
Ke kampung sebelah, Nak. Nenek nggak mau jauh-jauh takut lupa jalan pulang, hehehe.
NAJELINA
Hehe, iya sih, Nek. Mending cari deket-deket aja. Terus jangan cari barang bekas di tempat bahaya, takutnya Nenek kenapa-kenapa.
LASTRI
Iya, Nak. Jaka juga pesen gitu. Soalnya minggu lalu Nenek jatuh ke jurang tapi alhamdulillah jurangnya nggak terlalu dalam.
NAJELINA
Terus Nenek gimana keadaannya waktu itu?
LASTRI
Nenek dibawa Jaka ke rumah sakit. Kaki nenek dioperasi soalnya ada kawat yang masuk ke kaki pas jatuh.
NAJELINA
Ya Allah. Terus sekarang gimana, Nek? Udah sembuh?
Udah, alhamdulillah. Gara-gara Nenek yang nggak hati-hati itu, terpaksa uang semester dan gaji Jaka cuci mobil habis buat biaya Nenek di rumah sakit. Dan beberapa hari yang lalu Jaka terpaksa ikut balapan motor liar buat biaya uang semester kuliahnya.
Najelina kemudian teringat pada waktu malam itu dimana ia melihat Ang balapan motor liar bersama Marcel. Najelina menyesal pernah berfikir buruk tentang Ang bahwa Ang melakukan itu untuk merebutkan wanita. Padahal, tidak sama sekali.
VO NAJELINA
Oh, jadi malam itu, Ang balapan untuk bisa dapet uang buat bayar uang semester? Aku ngerasa bersalah udah nuduh dia sembarangan kemarin. (Dalam hati)
Nenek sekarang harus hati-hati yaa kalo cari barang bekas.
LASTRI
Iya, Nak.
Mereka berdua kemudian asyik berbincang-bincang seraya memilah-milah barang bekas.
Cut to :
SCENE 80 : EXT/INT. TERAS ANG — SORE
CAST : NAJELINA, ANGGARA, DAN LASTRI.
Beberapa menit kemudian, Ang berdiri di tengah pintu melihat Najelina sedang memilah-milah barang bekas. Ang merasa tidak enak dengan Najelina. Ang berfikir, ia merasa tidak enak karena sudah bikin anak orang kaya terpaksa berbaur dengan keadaan orang miskin seperti dirinya.
Ang berjalan pelan mendekati telinga Najelina.
ANGGARA
Jel, ikut aku ke dapur yuk. Bantuin masak.
Najelina kemudian menoleh ke arah Ang dan tersenyum mengangguk.
NAJELINA
Nek, aku ke dapur dulu ya. Bantuin Jaka masak.
Iya, Nak.
Najelina kemudian berdiri dan masuk ke dalam rumah bersama Ang.
Cut to :
SCENE 81 : INT. DAPUR ANG — PETANG
CAST : NAJELINA DAN ANGGARA.
Setelah mencuci tangan, Najelina kemudian mengiris wortel di atas meja dapur. Ang juga demikian karena mereka akan membuat capcay.
ANGGARA
Jel, aku mau ngomong sama kamu. (Merasa tidak enak)
NAJELINA
Ngomong apa? Ngomong aja kali. (Sambil sibuk mengiris lalu mencuci wortel)
ANGGARA
Jawab jujur ya.
NAJELINA
Iya, aku jujur. Aku nggak pernah bohong sama kamu. Ngomong aja.
ANGGARA
Sebenernya... kamu mau deket sama aku karena cinta apa karena kamu mau balas budi sama aku? Soalnya aku udah nyelametin kamu waktu itu.
NAJELINA
Kenapa kamu berfikir kek gitu? Anggara sayangku, kalau aku deket sama kamu karena balas budi, aku datang membawa terima kasih bukan datang membawa cinta. Itu artinya, aku deket sama kamu itu karena cinta. Lagipula, aku nggak segampang itu menaruh cinta. Cuma gara-gara diselametin terus aku jatuh cinta gitu ke setiap orang yang nyelametin aku? Nggak lah! Tukang ojek online, pegawai, pilot juga pernah nyelamet aku pas aku jatuh di jalan ataupun dirampok orang. Tapi aku nggak jatuh cinta tuh sama dia. Berarti, kamu tuh spesial di hati aku. Semua itu karena ketulusanmu Ang yang membuat aku jatuh cinta sama kamu. Dan aku nyaman sama kamu. Udahlah nggak usah ragu sama cinta aku. (Seraya sibuk menumis capcay di wajan)
Ang tersenyum.
ANGGARA
Aku cinta sama kamu, Jel.
NAJELINA
Iya, aku tau, kamu cinta sama aku. Cinta banget malah. Iya kan?
GR lo, hahaha.
Ang mencolek pinggang Najelina.
Najelina mundur karena geli.
NAJELINA
Eh! Gue masukin lo ke penggorengan kalo berani colek lagi.
ANGGARA
Idih, keluar garangnya. Colek lagi ah, gue kangen sama ekspresi garang lo kayak dulu. Hahaha.
Ang mencolek pinggang Najelina lagi. Hingga Najelina tertawa geli.
NAJELINA
ANGGARA! (Teriak kesal)
Cut to :
SCENE 82 : INT. RUANG MAKAN ANG — PETANG
CAST : NAJELINA, ANGGARA DAN LASTRI.
Beberapa menit kemudian, makanan sudah tersaji di meja makan. Ang, Najelina dan Lastri makan bersama.
Kringg... (Suara ponsel)
Bunyi nada dering dari dalam tas Najelina itu, membuat Najelina berhenti makan. Ia membuka tasnya lalu mengeluarkan handphonenya.
NAJELINA
Bentar ya, Nek, Jaka. Kakak Najelina telfon.
Ang dan Lastri mengangguk seraya mengunyah makanan.
Najelina mengangkat telepon dari sang kakak.
NAJELINA
Hallo, ada apa Kak?
VO FARIZ
Kamu di mana? Cepat pulang! Kluyuran aja!
NAJELINA
Iya, Kak. Sekarang Najelina mau pulang.
VO FARIZ
Kamu di ma---
Najelina kemudian langsung menutup teleponnya meskipun sang kakak belum selesai bertanya. Bagi Najelina, jika telepon tidak diakhiri, sang kakak terus bertanya lagi dimana dan ujung-ujungnya akan disamperin.
NAJELINA
Najelina pulang dulu ya, Nek, Jaka. Kakak nyariin. Udah petang juga soalnya.
LASTRI
Oh, iya, Nak. Hati-hati yaa.
Najelina mencium tangan Lastri.
ANGGARA
Gue anter, Jel. Bentar, gue cari kunci motor dulu.
Ang mencari kunci motor di meja televisi yang berada di sebelah meja makan.
Mereka berdua kemudian keluar dari rumah.
ANGGARA
Gue ikutin dari belakang sampek ke rumah lo. Takutnya lo kenapa-napa. (Sambil naik ke atas motor dan memakai helm)
NAJELINA
Makasih ya, Sayang.
Najelina kemudian masuk ke dalam mobil.
Mereka berdua melaju ke jalanan. Najelina selalu memandangi spion mobilnya karena terlihat Ang sedang mengikutinya di belakang. Nejelina terus tersenyum saat menyetir mobil. Ia sangat senang lelaki yang dicintainya menjaganya dari belakang.