INT/EXT. MINI BUS - DAY
Wira mengendarai mini bus, Tiana di sebelahnya. Dari arah berlawanan, mereka berpapasan dengan sebuah motor yang membawa Raga.
INT/EXT. MINI BUS - DAY
Mini bus melaju melewati jalan desa, keluar dari desa. Di dalam mobil Wira masih menyetir. Tiana memandang ke luar jendela.
WIRA
Kalau ngantuk, tidur aja.
Tiana masih memandang ke luar jendela.
TIANA
Saya ngga ngantuk.
Tiana membenarkan posisi duduknya menjadi lebih tegak.
TIANA (CONT'D)
Makasih ya.
WIRA
Makasih apa? Saya ngga ngapa- ngapain.
TIANA
Ya semuanya. Kue lapis, danau, foto, sampai anter saya.
WIRA
Jangan salah paham. Saya anter kamu karena Mas Ikram harus tetep ada di Rumah.
TIANA
Masa sih? Saya denger kamu tadi pagi yang minta izin Mas ikram buat anter saya.
Wira tersipu.
WIRA
Saya bosen. Pengen jalan-jalan.
Tiana tersenyum.
EXT. PINGGIR JALAN - DAY
Mini bus terparkir di pinggir jalan sepi, penuh rerumputan. Mereka menggelar tikar, dan duduk untuk istirahat.
Seorang kakek melewati mereka, mengendarai sepeda tuanya.
WIRA
Kalau kata Albert Einstein, Life is like...
TIANA
Riding a bcycle.
Wira menatap Tiana.
WIRA DAN TIANA
To keep your balance, you must keep moving.
Wira dan Tiana tertawa dan saling tersenyum.
WIRA
Quotes sejuta umat itu, sudah aku pakai. Sering aku pakai di kehidupanku.
(beat)
Aku suka quotes itu. Bikin aku ngga diam di tempat.
TIANA
Tapi kan berhenti mengayuh bukan berarti benar-benar berhenti. Kalau cuma istirahat, gimana?
Wira meneguk air dari botol minum.
WIRA
Oke. coba aku tanya. Rencanamu ke depan apa?
TIANA
Pulang ke rumah.
Wira menghela napas.
WIRA
Maksudku, untuk melanjutkan hidup.
Tiana terlihat berpikir.
TIANA
Belum tau. Mungkin kembali ke Jakarta, ke toko bunga bude. Atau di rumah, bantu Ibu kelola usaha katering. Kenapa?
WIRA
Mimpi kamu?
Tiana tertawa.
TIANA
Kamu interogasi saya?
WIRA
Iya.
FLASHBACK:
INT. RUMAH BUDE - DAY
Tiana kecil terlihat berlari-lari di Rumah Budenya (Dewi) yang penuh dengan bunga-bunga. Ia menemani Dewi merangkai bunga.
Tangan kecil Tiana memegang rangkaian bunga, kemudian berganti dengan tangan Tiana remaja yang sedang diajari Dewi merangkai bunga.
TIANA (V.O.)
Dulu waktu kecil, Ibu dan Ayah saya sibuk. Saya sering dititipi di rumah Bude.
(beat)
Dulu rumah bude masih sebelahan dengan rumah saya. Di rumah bude banyak tanaman, banyak bunga-bunga. Bude juga suka sekali merangkai bunga. Saya suka ikut recokin waktu masih kecil. Setelah agak besar, bude ajari saya.
(beat)
Ternyata, merangkai bunga itu menyenangkan. Menenangkan.
BACK TO:
EXT. PINGGIR JALAN - DAY
Wira dan Tiana masih duduk di atas tikar. Menikmati jalanan yang hijau dan udara yang bersih.
TIANA
Makanya, saya pengen punya toko tanaman dan bunga sendiri. Bikin kursus untuk jadi florist.
Akhirnya, setiap gajian, saya selalu nabung untuk mimpi saya itu. Biar ngga perlu lagi kerja di perusahaan.
WIRA
Terus kenapa ngga sekarang? Setelah ini maksudnya.
Tiana menggeleng.
TIANA
Saya belum siap. Pikiran saya sih yang belum siap.
WIRA
Karena masa lalumu?
Tiana tertegun. Menyadari yang dikatakan Wira adalah benar.
WIRA (CONT'D)
Nah, itu tandanya kamu berhenti. Bukan istirahat.
(beat)
Tiana, langkah Raga sudah jauh. Dia melanjutkan hidup. Tetap bekerja, tetap melakukan hobinya, tetap melakukan yang jadi keinginannya.
(beat)
Sementara kamu? Kamu harus berhenti dari pekerjaan, menghilang dari kotamu sendiri yang kamu cintai, bahkan kamu harus mundur dari liburanmu.
Tiana menghela napas dalam.
TIANA
Kamu kayak Tasia.
Wira menatap mata Tiana.
WIRA
Saya ingin kamu terus bergerak, waktumu terus berjalan.
Raga berdiri. Mengulurkan tangan pada Tiana, membantu Tiana berdiri.
WIRA (CONT'D)
Yuk, lanjut lagi. Nanti keretamu terlambat.
I/E. DI DALAM KERETA - AFTERNOON
Tiana memandang ke luar jendela. Memikirkan kata-kata Raga.
WIRA (O.S.)
Saya ingin kamu terus bergerak, waktumu terus berjalan.
Tiana tersenyum.
INT. KAMAR TIANA - NIGHT
Tiana dan Tasia sudah memakai piyama, mereka berdua telungkup di atas kasur sambil melihat album foto Mendesa.
TIANA
Ya ampun Pak Jo. Anak muda banget posenya.
TASIA
Terus liat deh yang ini Sya. Ini waktu kita lagi cari tutut di sawah. Itu pertama kalinya aku makan tutut. Nangkep sendiri pula.
Tiana tertawa.
TIANA
Enak?
TASIA
Enakk. Sebagai orang sunda aku menyesal baru coba tutut di usia 25 tahun. cocok tau buat cemilan nonton film.
Tiana membuka lagi lembaran buku dokumentasinya, memerhatikan foto-foto Wira dengan seksama.
TIANA
Aku jadi kangen, ya walaupun cuma dua hari di sana, sih. Hahaha
TASIA
Kamu dua hari aja kangen, apalagi aku. Satu bulan.
(beat)
Oh iya, Raga di sana cuma dua minggu. Kata Mas Ikram, keluarganya sakit. Akhirnya, ya diganti lagi sama ada namanya Bono.
(beat)
Dia pernah ajak aku ngobrol. Tanya gimana kabar kamu selama satu tahun.
TIANA
Terus kamu jawab apa?
TASIA
Aku milih untuk ngga bahas itu. Dia kayaknya mau coba jelasin untuk bela dirinya kenapa dia sampe bisa jatuh cinta sama orang lain. Dia bilang setelah putus, dia menyesal dan menderita.
Tasia tertawa sinis.
TIANA
Menderita? Yang bener aja.
TASIA
Makanya, aku kesel banget tuh udah pengen maki-maki dia. Karena aku tau, kamu jauuuh lebih menderita. Tapi yaudahlah, Ti. Jangan dipikirin. Buang-buang energi. Kan udah ada Wira.
TIANA
Apa siih.
Tasia bangun, berjalan ke arah tasnya dan mengeluarkan sebuah kotak.
TASIA
Aku sampe lupa. Ini ada titipan. Yang digulung itu dari Pak Jo. Yang kotak itu dari...
Kayaknya kamu pasti tau deh dari siapa.
TIANA
Wira? Hahahaha
TASIA
Tuh kan, aku udah ngira ada sesuatu antara kalian.
TIANA
Emang ada apa? Ngga ada apa-apa, Sya. Beneran.
Tasia menatap dengan tatapan jail pada Tiana.
TIANA (CONT'D)
Jangan ngeliatin gitu dong ah.
Tiana salah tingkah.
Tiana membuka gulungan dari Pak Jo dan membelalak.
TIANA (CONT'D)
Waaah bagus banget.
Tiana menggulung kembali lukisannya, menyimpannya di sebelah kotak.
TASIA
Kok yang kotak ngga dibuka?
TIANA
Ngga. Nanti aja,
TASIA
Eh cieeeee.
TIANA
Apa sih Syaaa. Tidur tidur,
Tiana menggulung badan Tasia dengan selimut.