39. EXT. SUWATU MIL & BAY, RESTO TERBUKA – PAGI 39
Sandra berdiri melihat view di sisi barat. Ia membiarkan udara sejuk pagi terhisap melalui hidungnya. Segar. Agak dingin. Menenangkan.
ELLA
(setengah berteriak)
Juragan Putri, ke sini. Kumpul sama manusia.
Sandra menoleh. Tertawa kecil mendengar kalimat konyol Ella.
INTERCUT MEJA RESTO
Sandra mendekat. Menarik kursi putih. Duduk bergabung dengan Ella, Danti, dan Yana..
DANTI
Bagus juga ya panggilannya. Juragan Putri.
SANDRA
Yana tuh juragan.
ELLA
Nah kita apa?
SANDRA
Kita semua pengusaha. Iya kan, Yan. Pengusaha muda sukses. Kecuali kamu, …, Ella. Ehm, kamu tuh lebih tepatnya, …, waiters senior.
Yana dan Danti tertawa kecil. Ella jelas merengut. Wajahnya berubah kecut.
ELLA
Kok malah kamu yang ngelawak sih. Itu bagianku.
SANDRA
(menukas cepat)
Seperti leluhurmu yang lain, El. Keluarga besar pelawak gagal tingkat parah.
Danti mengambil sebatang rokok dari bungkusnya. Sandra mencomot rokok itu, membuangnya ke asbak.
SANDRA
Kamu boleh merokok kalau di tempat kerja malammu, Dan. Itu duniamu sendiri. Tetapi, tidak boleh merokok kalau sedang bersama kami.
Ella yang juga mau mengambil rokok dari dalam tasnya cepat-cepat memasukkan kembali.
YANA
Gaes, usaha kita berjalan bagus. Selama dua bulan ini, pendapatan kita dari minggu ke minggu selalu naik. Bersyukur banget kitanya.
Sandra, Danti, dan Ella mengangguk-angguk. Tanpa dinyatakan langsung oleh Yana, mereka tahu kalau usaha yang mereka jalankan berjalan sukses.
YANA
Semoga selalu berjalan dan berkembang. Aammin.
ELLA
Amien.
DANTI
Amin
SANDRA
Aammin aamiin aamiin YRA.
YANA
Kita rayakan kecil-kecilan di sini.
Beat.
ELLA
Ngopi pagi?
DANTI
Kalau perutmu kuat, ngopi saja sendiri pagi, siang, sore, dan malam sekalian.
ELLA
Kok kamu ikut-ikutan ngelawak, Dan. Tadi Sandra, sekarang kamu.
Sandra tersenyum. Puas dan senang. Begitu pun Danti yang bisa memojokkan Ella. Juga Yana yang dari tadi lebih banyak mendengar celotehan Sandra, Danti dan Ella.
SANDRA
Para pedagang yang jadi karyawan kita kemarinn menemuiku. Mereka bilang, terima kasih. Pendapatan mereka lebih terjamin setelah bergaubung dengan kita.
YANA
Alhamdulillah.
ELLA
Wa syukurilah.
DANTI
Kurang fasih, El. Ucapannya salah. Ulangi lagi. Pakai dialek Arab dong.
ELLA
(nyengir)
Ngelawak lagi kamu, Dan?
40. INT. SEKELAS CAFÉ, RUANG KANTOR – MALAM 40
Suasana malam. Lampu penerangan di beberapa tempat sudah dimatikan. Para pekerja sudah pulang. Hanya menyisakan satu security dan satu petugas parkir. Keduanya terlihat bercakap-cakap dengan wajah gembira.
Jam dinding bulat di ruang kantor menunjukkan angka 22.24.
Ella menghitung jumlah uang yang sudah diambil dari cash resgister. Yana merekap data penjualan yang ada di komputer.
SANDRA
Danti sudah berangkat ya? Kok di depan sudah tak ada.
YANA
Sudah. Tadi pamit ke aku? Kenapa?
SANDRA
Tidak ada apa-apa. Nanya saja.
Beat.
YANA
Eh, San, ….
SANDRA
(menukas cepat)
Oke. Aku tahu. Stock barang dan bahan di belakang tidak masalah. Semua ada dan cukup. Peralatan masak bagus. Mebeler luar dan dalam layak pakai. Hanya satu kursi agak rusak. Ehm, …, gaji karyawan sudah.
YANA
Bagus. Pendapatan kita berkembang bagus. Tapi coba lihat ini, San.
FOCUS ON LAYAR LAPTOP. Yana menunjukkan telunjuknya pada grafik menurun.
SANDRA
Ada masalah?
YANA
Tidak. Bukan masalah. Hanya mungkin promosi di hari Selasa dan Rabu lebih ditingkatkan. Penjualan kita setiap kamis cenderung menurun.
41. EXT. WEST LAKE, HALAMAN PARKIR – SIANG 41
DARI PINTU KELUAR WEST LAKE DI DEPAN AQUARIUM BERISI IKAN BESAR, Sandra berjalan melangkah mendekap tas kecil warna abu-abu miliknya. Langkah kakinya mengarah pada mobil miliknya yang terparkir di sisi kiri pintu keluar. Di sebelah barat.
Sandra mengenakan celana jeans warna biru tua. Kaki jenjangnya terlihat indah saat terbungkus celana seperti itu. Kemeja bergaris putih biru muda di kenakannya, terpadu dengan sepatu putih dengan hak cukup tinggi.
Di sebelah Sandra, Ronny berjalan mendampingi. Dahinya berkerut dengan sinar wajah yang keruh. Sekadar berjalan bersama dan diam tanpa suara.
INTERCUT DI ANTARA DUA MOBIL
Di dekat pintu kemudi mobil Sandra, mereka berhenti. Ronny bersandar pada mobilnya yang terparkir di sebelah kanan mobil Sandra.
SANDRA
(berkata lirih,
perlahan namun sangat jelas)
Ron, semoga kamu mengerti. Jangan marah. Jangan salah sangka juga.
(kemudian)
Sekali lagi, aku menghargai perasaanmu. Sangat menghargai kejujuranmu. Kamu baik.
RONNY
(telapak tangan kanan dan kirinya masuk ke saku,
menjawab pendek)
Iya.
SANDRA
Tetapi seperti aku bilang tadi. Aku harus fokus pada bisnis yang baru saja kumulai. Aku juga masih berharap untuk bisa kuliah lagi. Entah di mana. Mungkin di Yogya. Mungkin di tempat lain.
(kemudian)
Maaf, Ron.
RONNY
(mengangguk,
lalu tengadah)
Bukan karena ada orang lain?
SANDRA
(tersenyum)
Jujur, …, aku pernah dengan seseorang. Dan sekarang, sebut saja, aku belum bisa move on.
RONNY
Siapa?
Sandra masuk ke dalam mobil. Menyalakan mesin. Menutup pintu, lalu membuka jendela mobil sedikit ke bawah. Ia membagikan senyumnya kepada Ronny.
SANDRA
Kamu tak mengenalnya.
(kemudian)
Baik-baik ya, Ron. Jaga kesehatan.
42. EXT. RUMAH YANA, TERAS DEPAN – MALAM 42
Sandra berdiri terdiam. Ia hanya dapat bersandar pada tiang kayu jati berwarna coklat di teras rumah Yana. Beberapa kali kepalanya tertunduk, menengadah sebentar, melihat ke arah Yana, dan kemudian menunduk lagi.
Setetes air matanya jatuh. Mengalir membasahi pipi. Diseka beberapa kali pun, tetap saja butir air mata yang lain jatuh. Sebagian sudah membasahi t-shirt bagian dada. Meninggalkan bekas basah yang menempel di kulit.
Yana memandang tajam. Berulang kali menggelengkan kepala. Di pipinya pun mengalir air mata, meskipun tak sebanyak air mata yang menetes dari sudut mata Sandra.
Tangan terkepal Yana pun memukul-mukul dinding rumah di belakangnya. Kaki Yana dihentakkan ke lantai beberapa kali. Antara gemas dan bingung. Antara jengkel dan juga tak bisa apa-apa.
YANA
Jujur aku tak bisa mengerti ini, San. Kamu datang hanya untuk memberitahu kalau kamu mau kuliah lagi? Mau ke Inggeris lagi?
(kemudian)
Atau mau menunjukkan kalau kamu benar-benar tak bertanggung jawab.
SANDRA
(terbata-bata)
Aku mendapat beasiswa lagi, Yan. Aku harus bagaimana?
YANA
Urusanmu, San. Itu memang yang sesungguhnya kamu harapkan.
(kemudian)
Bukan bisnis yang lagi kita jalankan. Bukan bisnis yang idenya datang darimu. Bisnis hanya pengisi waktumu.
(kemudian)
Kita sudah memulainya. Kita sudah membesarkannya. Mengurangi waktu istirahat. Waktu tidur juga.
(kemudian)
Dan sekarang, semua itu akan kamu tinggalkan? Mana tanggung jawabmu.
SANDRA
Maaf.
Beat.
YANA
Kalau kata maaf bisa menyelesaikan semuanya, San, …, dunia ini bakal diisi jutaan kata maaf.
SANDRA
Aku tak bermaksud seperti ini. Aku serius ketika mendirikan bisnis ini bersamamu. Tetapi aku juga ingin terus melanjutkan kuliahku.
YANA
Atau karena kamu ingin kembali menemui Mike? Ingin kembali?
SANDRA
Yan, …, kamu tuh ngomong apa? Kok kemana-mana jadinya. Aku ke sini, maunya berkabar tentang beasiswa yang kuterima. Kamu yang pertama kali kuberitahu. Bahkan bukan Bapak dan Ibuku, …. Kamu sahabat terbaikku.
Tak ada gunanya Sandra menjelaskan. Percuma ia mengucapkan kalimat panjangnya itu.
INTERCUT PINTU DEPAN
Yana sudah meninggalkannya sendiri di teras. Yana memilih masuk ke rumah. Tidak mau mendengar lagi alasan dan penjelasan Sandra.
Sandra menghela nafas panjang. Menatap pintu rumah Yana dalam-dalam dan lama.
Sandra merasa kehilangan sesuatu yang sangat berarti. Kehilangan sahabat terbaik. Kehilangan semangat yang pernah mereka nyalakan bersama.
Sandra merasa terlempar ke sebuah tempat yang kembali membuatnya merasa harus sendiri.
Tidak ada pekerjaan yang tersedia. Tidak ada peluang untuk bekerja setelah lulus. Bahkan tidak ada lagi sahabat yang sejauh ini bisa memahaminya.
Sandra terbuang oleh masa depannya ke suatu tempat yang mengasingkannya pada ruang dan waktu yang telah berusaha dibangunnya.
Sandra merasa sendiri. Merasa tak punya harapan. Merasa tak punya sahabat lagi.
QUICK CUTS:
SANDRA MERASA BERADA DALAM PUSARAN YANG MELEMPARKAN DIRINYA. MENJAUH DARI HARAPAN,…, MENJAUH DARI KENYATAAN, …, MENJAUH DARI ORANG ORANG TERDEKATNYA.
SANDRA SAMPAI HARUS DUDUK DI LANTAI BERTUMPU PADA KEDUA LUTUTNYA. UNTUK MERATAP, …, MENGELUH, …, MENYERAH.
43. EXT. JALANAN YOGYA, DALAM MOBIL – SORE 43
Bapak Yana sengaja mengemudikan mobilnya dengan perlahan. Membelah aspal jalanan di pinggir utara kota. Kadang-kadang berbelok dan masuk ke jalan beraspal yang tidak terlalu lebar.
Di sebelahnya, Yana terduduk diam. Seatbelt mengikat badannya di tempat duduk depan sebelah kiri. Dua lembar tissue yang sudah dilipat berada di genggaman tangan kirinya, sementara bungkusan facial tissue lain ada di atas pangkuannya.
Yana mengenakan bawahan jeans selutut yang sedikit terangkat karena dipakai duduk. Kaos hitam ditutupinya dengan jacket denim lengan pendek.
Berulangkali Yana menoleh dan memperhatikan bapaknya. Laki-laki setengah umur yang selama ini dikenal sebagai pengusaha sukses, yang selalu memberikan hal terbaik pula kepada istri dan anaknya.
BAPAK YANA
Dalam hidup, hal tersulit itu memahami keinginan dan kebutuhan orang lain. Kamu tahu, Yan, kadang keinginan dan kebutuhan mereka tidak sesuai dengan harapan dan kemauan kita.
(kemudian)
Tetapi, ya seperti itulah hidup. Kamu tak bisa memenuhi semua keinginan dan kebutuhan mereka. Kamu juga tak bisa berharap orang lain untuk mencukupi keinginan dan kebutuhanmu.
Air mata Yana kembali menetes. Pikiran dan hatinya berusaha mencerna kalimat demi kalimat yang diucapkan bapaknya.
BAPAK YANA
Kamu ingat, Yan? Dulu saat kamu mau memulai bisnismu. Kamu mengeluh banyaknya masalah yang tiba-tiba muncul. Masih ingat?
(kemudian)
Bapak bilang, masalah-masalah itu belum seberapa. Masalah lain bisa datang kapan saja dan dari siapa saja.
(kemudian)
Seperti ini yang Bapak maksudkan. Masalah-masalah yang tidak pernah kamu bayangkan. Tetapi wajar banget dalam bisnis, Yan. Bahkan ada yang lebih kejam dan lebih tega.
Yana menghela nafas.
BAPAK YANA
Masih bagus,…, Sandra memberitahumu. Tidak langsung pergi. Artinya, Sandra berniat baik untuk menjelaskan itu padamu.
(kemudian)
Bapak yakin, Sandra pun merasa berat untuk mengatakan hal itu. Berat pula hatinya untuk meninggalkan bisnis yang sudah dirintisnya bersamamu.
Yana menoleh dan memandang lekat wajah bapaknya. Diusapnya air mata yang kembali menetes.
YANA
Yana harus bagaimana, Pak?
BAPAK YANA
Berdamailah dengan semua yang ada.
YANA
Maksud Bapak?
BAPAK YANA
Kamu tak bisa memaksa Sandra untuk menyisihkan beasiswa yang sudah diterimanya. Sandra sudah berusaha untuk itu. Bahkan kalau Bapak, Bapak akan mendukungnya. Begitulah sahabat, mendukung dan membantu.
(kemudian)
Soal bisnismu, percayalah. Selalu ada cara untuk mengatasinya. Ella dan Danti pasti bisa membantu.
44. INT. RUMAH SANDRA, MEJA MAKAN – MALAM 44
Sandra memasukkan sendok nasi ke mulutnya. Berusaha makan sebisa mungkin. Meskipun masih terganggu dengan ingatannya saat ditinggalkan Yana di teras depan kemarin malam, ia berusaha menenangkan diri. Mencoba mengontrol pikirannya dengan bersikap tenang.
Ibu Sandra memberi kedipan mata ke arah bapak Sandra. Tetapi bapak Sandra balik mengedipkan mata. Kepalanya sedikit terdorong ke depan.
SANDRA
(sedikit tertawa)
Hayooo. Malah kedip-kedipan mata. Kayak anak muda saja. Bilang saja deh. Sandra siap mendengarkan kok. Sandra bukan anak kecil. Hi hi hi.
Ibu Sandra ikut tertawa. Posisinya jelas sekarang. Bapak Sandra memintanya yang bicara dan Sandra pun tak keberatan.
IBU SANDRA
Ibu dan Bapak bisa mengerti, San. Ini yang harus Ibu katakan padamu.
SANDRA
(berkata hormat)
Nggih, Bu
IBU SANDRA
Beasiswa kuliah mastermu, harus kamu syukuri. Tidak semua orang beruntung mendapatkannya. Bapak dan Ibu juga sangat terbantu sebenarnya. Kamu anak hebat. Kuliah dengan biaya beasiswa yang kamu usahakan sendiri.
(kemudian)
Terlepas dari bisnis yang sudah kamu mulai dengan Yana, …, ehm, …, Bapak dan Ibu mau bertanya sedikit.
Beat.
SANDRA
Banyak juga boleh, Bu.
IBU SANDRA
Ah, kamu. Begini,…. Mungkin atau tidak keberangkatanmu ditunda?
SANDRA
(memandang lebih lekat)
Kenapa?
BAPAK SANDRA
Karena kondisi, San.
IBU SANDRA
(melanjutkan,
menjelaskan)
Bapak dan Ibu seperti belum ikhlas kalau kamu segera berangkat. Bukan menghalangimu. Tetapi, kamu juga tahu sendiri. Kondisi belum memungkinkanmu untuk berangkat segera.
(kemudian)
Pertama, pandemi, San. Belum ada tempat yang benar-benar aman.
Kedua, kamu mungkin bisa minta penundaan. Ibu yakin, universitas dan pemberi beasiswamu dapat mengerti.
Ketiga, sambil menunggu kondisi membaik, kamu masih bisa melanjutkan bisnismu bersama Yana, Ella, dan Danti.
45. EXT. RUMAH SANDRA, TERAS DEPAN – PAGI SEKALI 45
Hari baru saja terang tanah ketika Sandra tiba di depan rumah Yana. Rumput di halaman depan rumah Yana pun masih basah terbasuh embun.
DARI ARAH DEPAN MENUJU TERAS, Sandra berjalan setelah dipersilakan masuk oleh asisten rumah tangga di rumah Yana. Sandra harus menunggu beberapa waktu. Sengaja tak duduk di kursi teras.
INTERCUT LANGKAH YANA DARI PINTU DEPAN
Sandra memandang lurus. Menatap wajah Yana. Bibirnya sedikit terbuka. Mengembangkan senyum.
Yana pun balas memandang Sandra. Pura-pura membulatkan matanya. Lalu tersenyum.
Sandra dan Yana berpelukan. Saling memeluk erat. Memukul-mukul punggung orang yang mereka peluk.
YANA
(menggoda,
tersenyum tipis)
Mau pamit? Berangkat pagi ini ke Manchester?
SANDRA
Ah, kamu. Kalau benar berangkat, aku tak sanggup melihatmu menangis karena sedih kutinggalkan.
YANA
Aku tak apa-apa kalau kamu mau berangkat. Sungguh. Bapak sudah memberi tahu banyak. Aku tak boleh menghalangi cita-citamu.
SANDRA
Aku tidak tega meninggalkan sahabat terbaikku yang bernama Yana ini. Aku masih akan menemaninya. Sampai aku benar-benar harus berangkat.
Beat.
YANA
Artinya?
SANDRA
Aku akan minta penundaan keberangkatan. Semoga dibolehkan. Dan, …, Yan, …, aku masih mau menjadi,
(kemudian)
…, penjual mie ayam.
Yana kembali memeluk Sandra. Berbagi tawa, berbagi kegembiraan.
YANA
Kamu tahu, San?
SANDRA
Apa?
YANA
Kamu mengganggu tidurku. Pagi-pagi sekali datang ke rumah. Aku baru tidur sebentar, sehabis sholat Subuh.
SANDRA
Gampang, Yan. Ajak aku ke kamarmu. Aku juga masih ingin tidur. Tempat tidurmu cukup besar kan untuk kita berdua?
Beat.
YANA
Kamu masih lurus kan?
SANDRA
(menjulurkan lidah)
Andai aku belok pun, bukan seperti kamu seleraku.