28. EXT. CALON SEKELAS CAFÉ, SAMPING RUMAH – PAGI 28
DARI SISI LUAR PAGAR DI PINGGIR JALAN, Yana mendatangi Sandra yang mengawasi renovasi pembangunan rumah. Beberapa tukang tampak sibuk mengecat ulang dinding dengan warna krem. Beberapa yang lain membetulkan tatanan batu dan taman di sekitar jalan masuk.
Yana berjalan ke arah Sandra sambil melihat-lihat konstruksi besi, calciboard, serta atap galvalum yang ditambahkan di samping rumah.
Konstruksi besi ini bangunan baru yang disarankan Bapak Yana. Untuk menambah kapasitas. Tidak hanya terfokus pada bangunan rumah lama yang sudah diijinkan Ibu Yana untuk sedikit dirombak.
YANA
Sudah lama, San?
SANDRA
Dari pagi. Ha ha ha. Aku senang. Sudah hampir selesai renovasinya.
YANA
Sesuai jadwal kan?
SANDRA
Pasti. Well-planned kok.
Yana mengacungkan jempolnya. Ia tersenyum lebar ke arah Sandra. Puas. Senang. Yana juga membagikan senyumnya pada tukang-tukang yang menganggukkan kepala ke arahnya.
SANDRA
Paling tiga hari lagi selesai untuk renovasi luar. Tinggal memasang plang nama, instalasi penerangan di bangunan besi ini, ehmm, dan lampu-pampu tambahan di dinding pagar.
(kemudian)
Bakal cantik, Yan.
YANA
Secantik kita? Ha ha ha.
Beat.
SANDRA
Iyalah.
(sedikit berbisik,
telunjuknya mengarah ke pintu masuk rumah)
Tidak termasuk Ella, ha ha ha. Dia tidak secantik kita. Ha ha ha.
YANA
(tertawa kecil)
Jahat juga ya kamu.
29. INT. CALON SEKELAS CAFÉ, BANGUNAN DALAM - LANJUTAN 29
DARI PINTU MASUK YANG SUDAH DIPERLEBAR, Sandra dan Yana melangkah masuk. Mata mereka memandang berkeliling.
Sudah jauh berbeda. Beberapa ruangan dijebol untuk menciptakan kesan lebar. Lapang dan terang karena beberapa jendela juga ditambahkan.
PINTU SALAH SATU RUANG
Ella berjalan keluar. Menjumpai Sandra dan Yana. Ia mengenakan pakaian bengkel biru gelap yang terciprat cat di beberapa sudutnya.
SANDRA
Iya kan? Nggak secantik kita.
YANA
Ha ha ha. Memang.
ELLA
(memandang tak mengerti)
Apa sih? Kalian ngomongin aku?
SANDRA
Iya, El. Tadi aku bilang ke Yana kalau dirimu bekerja keras menggarap interiornya.
ELLA
(mencibir)
Mungkin aku salah dengar. Ha ha ha.
Sandra memeluk Ella. Ia tak perduli kalau noda cat di pakaian bengkel Ella dapat mengotori celana dan baju yang dikenakannya.
SANDRA
Kamu memang seniman tulen, El.
ELLA
(nada mengancam,
bercanda)
Awas mulai lagi. Jangan bawa-bawa keluarga besarku. Senimaaaaaan, …. Budayawaaaaan, …. Tau ga artinya?
Beat.
YANA
Apa?
ELLA
Berani kotor kena cat. Ha ha ha.
(kemudian)
Aku lapar. Pagi ga sempat makan.
YANA
Kita pergi keluar sebentar lagi. Makan.
Ella menemani Sandra dan Yana berkeliling melihat hasil renovasi interior yang dikerjakan Ella dan tukang-tukangnya.
ELLA
Lima hari lagi selesai deh bagian dalam.
SANDRA
Yakin?
ELLA
Aku lembur sendiri kalau sampai tidak selesai.
Yana menepuk punggung Ella. Kagum pada komitmen sahabatnya itu.
ELLA
Kamar yang itu aku kerjakan terakhir, ya. Ruang kerja. Ha ha ha. Sekalian jadi kamarku untuk selingkuh. Ha ha ha.
YANA
Aku hancurkan kepalamu kalau berani mesum di rumah ini.
ELLA
Ha ha ha.
30. EXT. RUMAH YANA, GAZEBO – PAGI. 30
Sandra bergabung dengan Ella dan Danti yang sudah datang terlebih dahulu di rumah Yana. Saat naik ke gazebo, ia mengeluarkan beberapa coklat dan kue kering yang sempat di belinya.
DANTI
Ngantuk aku. Tidak sempat tidur. Selesai jam setengah satu, terus diajak muter-muter.
ELLA
Bukan selesai jam empat lebih ya? Kan Rabu malam? Biasanya sampai pagi banget.
Beat.
DANTI
Pandemi, El, pandemi. Semua harus tutup jam 12. Molor-molor dikit. Ga boleh sampai pagi.
YANA
Baringan saja dulu, Dan. Jaga kesehatan. Mau di sini apa di dalam. Ada satu kamar kosong.
DANTI
Gampang nanti.
Ella membuka coklat. Memotong dan kemudian memasukkannya ke dalam mulut. Ia memotong lagi. Ingin diberikannya ke Danti, tetapi malah jatuh.
ELLA
Batal, Dan. Buat aku saja yang jatuh. Belum lima ratus detik.
SANDRA
Sengaja kan? Dasar maruk.
Yana mengambil makanan-makanan yang dibeli Sandra. Langsung dibagi-bagikan per bungkus ke arah Danti, Sandra, dan dirinya sendiri. Sisanya disodorkan ke arah Ella.
YANA
Keamanan bersama. Biar semua kebagian.
DANTI
Benar. Harus begitu. Kalau ngga, wah, kita bakal dikadalin Ella terus.
ELLA
(ngakak sendiri,
wajah acuh)
Ga lah. Masa pandemi. Tingkatkan semangat berbagi.
YANA
Gayamu, El. Kita lalai, semua kamu embat juga.
Beat.
ELLA
Kan belum?
SANDRA
Makanya kita waspada tinggi. Ha ha ha.
Sandra membetulkan duduknya. Mengambil catatan dari dalam tas, membuka-buka beberapa lembar, terus mengajak teman-temannya memulai.
SANDRA
Intinya, semua sudah ok. Soft opening mutlak kita seragkan ke kamu, Dan. Ga usah pakai musik gedubrakan.
(ingatannya ke Ronny,
kemudian)
Bisa kan? Kamu setengah MC, setengah operator musik deh gampangnya.
YANA
Terus pakai musik apa? Koploan Jawa?
(kemudian,
menirukan satu lagu)
Aku mundur alon-alon, ….
SANDRA
Urusan Danti.
(kemudian)
Pemasaran sudah optimal. Facebook, IG, dan yang lain-lain. Respon positif.
Beat.
YANA
Soft opening?
SANDRA
Nah ini. Undangan sudah aku sebar. Formal dan informal ke orang-orang khusus. Mereka bakal datang. Antusias. Semua confirm, datang.
Yana tersenyum, Danti mengangguk-angguk. Ella mengunyah coklat dengan mata merem melek.
ELLA
Terus tugasku apa?
SANDRA
Ga ada.
DANTI
Kamu pakai baju badut.
ELLA
Ogah, Dan. Cantikku ga kelihatan.
Yana dan Sandra tertawa. Merasa senang dan sangat optimis semua berjalan lancar untuk soft opening-nya. Mereka ber-hi five. Menyatukan semangat.
31. EXT. SUPERINDO, TEMPAT PARKIR – PAGI/SIANG 31
DARI PINTU KELUAR SUPERMARKET, Sandra berjalan mendorong trolley. Tak banyak yang terisi di trolley-nya. Hanya beberapa bungkus. Seperempat trolley pun tak ada.
Wajah Sandra seperti putus asa. Seperti merasa gagal dan tak bisa berbelanja barang-barang yang dibutuhkan untuk menyiapkan soft opening. Padahal, ia dipercaya untuk membelanjakan semuanya. Sayuran, bumbu-bumbu, bahan minuman.
Tetapi semua tak bisa diperolehnya di situ. Persediaan yang ada di dalam sangat terbatas.
Sandra menghubungi Yana melalui telepon ketika sudah sampai di mobilnya.
SANDRA
Tidak ada barang, Yan.
YANA
Maksudmu?
SANDRA
Aku hanya mendapatkan sedikit barang yang harus kubeli. Persediaan di dalam terbatas. Tahu, tuh. Diborong orang atau memang tidak ada stock masuk.
Beat.
YANA
Kamu di mana?
SANDRA
Superindo.
YANA
Coba ke Transmart atau Indogrosir, San.
INTERCUT TRANSMART
Sandra menemukan hal yang sama di Transmart. Keluar dari Transmart, dirinya hanya memperoleh barang yang tak berbeda jauh dengan yang diperolehnya di Superindo. Tak lengkap dan terlalu sedikit.
Sandra kembali menelpon Yana. Suaranya bergetar khawatir dan bingung.
SANDRA
Sama saja di Transmart. Barangnya terbatas.
YANA
Ke Indogrosir, San. Ajak Danti, rumahnya di belakang Indogrosir. Aku telponkan Danti supaya ke Indogrosir duluan.
INTERCUT INDOGROSIR
Sandra tiba di Indogrosir. Ia segera menjumpai Danti yang sudah berada di situ terlebih dahulu.
Ketika Sandra tiba di depan Danti, ia mendapati Danti yang sudah kebingungan dahulu. Kedua tangannya terangkat di samping bahu. Menengadah ke atas.
DANTI
Juga tak banyak di dalam, San.
SANDRA
(memegang dahi)
Haduh. Harus bagaimana, Dan? Besok soft opening. Kalau barang-barang tak ada, terus bagaimana?
DANTI
Sabar, San. Tenang. Kita usahakan bersama.
(kemudian)
Kondisinya memang seperti ini. Pandemi. Siapapun kelabakan. Delivery barang terhambat.
Beat.
SANDRA
Harus bagaimana?
DANTI
Kita coba di pasar-pasar.
INTERCUT PASAR
Sandra dan Danti menemukan persoalan yang sama. Tak banyak barang yang bisa dibeli. Sangat terbatas.
Sandra mengeluh putus asa. Wajahnya keruh. Sudut matanya mulai berair.
Danti mengusap punggung Sandra. Menghibur dan meminta Sandra bersabar.
SANDRA
(terbata-bata)
Mengapa semua sulit begini. Selalu saja ada halangan.
DANTI
Sabar, San. Pasti ada jalan. Berdoa.
Beat.
SANDRA
Berdoa di pasar?
DANTI
(menahan senyum)
Perlu sarung dan peci? Ha ha ha.
QUICK CUTS:
TIDAK SEMUDAH ITU MEMANG.
SANDRA MEMEGANG KEPALA BEBERAPA KALI. MERASA PUSING DAN BINGUNG.
SEBENTAR-SEBENTAR MENELPON YANA, …, GANTI MENELPON ELLA. JUGA MENGHUBUNGI IBUNYA DI RUMAH.
MENGELUH.
32. EXT. PETERNAKAN AYAM, DEPAN KANDANG – SIANG 32
DARI PINTU MOBIL SANDRA DAN DANTI TERLIHAT BERJALAN KE DEPAN PINTU PETERNAKAN AYAM. Seorang penjaga peternakan menemui mereka. Mereka berbincang di depan peternakan.
Penjaga peternakan mengenakan kaos merah bertuliskan nama peternakan “AYAM JAYA” warna putih. Sebuah topi kuning lusuh sedikit menutupi wajahnya.
PENJAGA PETERNAKAN
Maaf, Mbak. Harga daging ayam sedang jatuh. Saya dilarang melepas ke pembeli.
SANDRA
Lah. Kami akan membeli terus di sini, Pak. Per hari 15 ekor.
PENJAGA PETERNAKAN
Maaf. Mohon dimaklumi. Saya hanya penjaga. Atau silakan datang tiga atau empat hari lagi. Mungkin ada perubahan.
DANTI
Kami butuhnya sekarang, Pak.
Sandra dan Danti putus asa. Sekeras apapun usaha mereka mendapatkan daging ayam, tetap saja penjaga itu berkukuh.
Mereka meninggalkan peternakan itu di bawah tatapan mata penjaga peternakan.
PENJAGA PETERNAKAN
Lima belas ekor saja maksa. Dua truk pun ga bakal dilepas. Harga daging lagi remuk.
33. EXT. SEKELAS CAFÉ, RUANG TERBUKA – SORE 33
DI BAWAH BANGUNAN TERBUKA BERATAP GALVALUM, tujuh orang terlihat menghadapi Yana. Mereka berpakaian seadanya dan bermacam-macam. Ada yang memakai kaos dan celana panjang kain, kaos dan celan jeans, baju lusuh dan celana kain. Sebagian besar memakai topi.
Yana berusaha tenang menghadapi mereka. Mendengarkan dan mencoba memahami omongan mereka.n
Ia mengenakan gaun coklat muda terusan. Ikat pinggang lebar warna coklat tua melilit di pinggang. Di bahunya tas kecil tergantung.
DARI ARAH JALAN MOBIL SANDRA BERGERAK MASUK. Sandra dan Danti turun dan segera mendatangi Yana.
ORANG BERTOPI BIRU
(suaranya agak keras,
memprotes)
Mbak enak, modal besar, tempat bagus, buka rumah makan, bakal banyak yang datang. Nah kami, tiap hari, hujan panas, tanpa libur, mendorong gerobag mie ayam di jalan dan permukiman di sini.
PEMUDA BERKAOS BIRU MUDA
Belasan yang jualan mie ayam di sekitar sini. Semuanya bakal mati, Mbak. Pembeli-pembeli bakal lari ke sini. Usaha dagang kami akan mati.
LAKI-LAKI SETENGAH TUA
Keluarga kami harus makan apa?
Sandra semakin merasa kecut. Masalah demi masalah ditemuinya bahkan sebelum usahanya dibuka. Susah mendapatkan bahan masakan, daging ayam, dan sekarang protes para penjual mie ayam perorangan.
Yana memberi tanda pada Danti untuk menemani Sandra. Juga membisikkan sesuatu. Tak lama kemudian ia meninggalkan Sandra dan Danti serta sejumlah penjual mie ayam itu.
INTERCUT BAGIAN DEPAN BANGUNAN UTAMA
Yana berjalan masuk. Menekan nomer telepon dan kemudian terlihat berbicara dengan seseorang.
Selang beberapa lama, Yana berjalan kembali keluar. Bergabung dengan Sandra, Danti, dan orang-orang itu.
YANA
Bapak-Bapak dan Mas-Mas, boleh ganti saya yang bicara nggih. Tolong dengarkan dulu.
(kemudian)
Begini, kita sama-sama berusaha. Intinya, kita sama-sama berusaha. Keadaan sekarang berat, atau tambah berat dengan adanya pandemi.
(kemudian)
Saya sangat memahami kesulitan Bapak-Bapak dan Mas-Mas. Kami tidak akan menambah kesulitan yang dihadapi Bapak-Bapak dan Mas-Mas.
(kemudian)
Nah bagaimana kalau begini?
(menunggu sebentar,
memperhatikan wajah orang-orang itu)
Berapa keuntungan bersih setiap hari yang Bapak-Bapak dan Mas-Mas dapatkan?
Beberapa suara keluar menyebutkan pendapatan mereka. Tidak ada yang sama.
YANA
Baik. Ini tawaran dari saya, Pak, Mas. Kita ambil rata-rata. Tujuh puluh ribu. Sebulan sekitar dua juta. Nah, …
(kemudian,
menunggu sebentar)
Bapak-Bapak dan Mas-Mas bekerja di tempat kami. Lumayan, Bapak tidak perlu susah payah mendorong di jalan-jalan. Cukup bekerja di tempat kami. Bapak menyiapkan masakannya, kami yang menata hidangannya.
(kemudian)
Selain itu, kami akan membeli bahan-bahan yang Bapak-Bapak dan Mas-Mas buat. Tentu harus sesuai standar kami. Kami akan membelinya, pasti.
(kemudian)
Bagaimana, Pak, Mas? Bekerja di tempat kami dan mendapat gaji. Jumlah pendapatan lebih pasti. Masih ditambah pendapatan dari bahan-bahan makanan yang kami beli.
(kemudian)
Semoga Bapak-Bapak dan Mas-Mas mau memikirkan tawaran kami.
Hening. Semua nampak berpikir.
Yana mengedipkan matanya ke arah Sandra dan Danti. Sedikit mengulaskan senyum.
INTERCUT AREA PARKIR
Orang-orang berjalan keluar meninggalkan Sandra, Yana, dan Danti. Ketiganya mengantar orang-orang itu dengan ramah. Seramah orang-orang itu yang kemudian berjalan menyebar ke berbagai arah.
Yana tersenyum kepada Sandra dan Danti.
YANA
Itu tadi usulan dari Bapakku. Kata Bapak, kita tidak boleh mematikan penghasilan mereka. Hidup mereka tidak berlebihan dan sebatas mencukupi kebutuhan harian.
(kemudian)
Sebisa mungkin kita harus membantu dan meningkatkan kehidupan mereka.
34. EXT. RUMAH YANA, GAZEBO – MALAM 34
DARI SALAH SATU SUDUT RUMAH YANA, Ella berjalan meloncat-loncat kecil ke arah gazebo. Di tangannya terlihat sepotong ice cream. Di atas lantai gazebo, Yana, Sandra, dan Danti menggelengkan kepala melihat kelakuan Ella.
Setumpuk buku menu dan kuitansi teronggok di salah satu sudut lantai gazebo. Di atas tumpukan itu, dua thermo gun tergeletak. Di sampingnya, delapan botol hand sanitizer dua literan juga disiapkan. Menyertai tujuh kodi kaos berbeda-beda warna dengan tulisan “SEKELAS CAFÉ”
SANDRA
Sudah siap semua. Tinggal kita bawa barang-barang ini besok pagi ke café. Ella, kamu yang bawa ya.
ELLA
Lapan enam. Bangsa sengsara, aku deh.
YANA
Undangan?
SANDRA
Tidak ada masalah, Yan.
(kemudian)
Ehm, Danti, besok jangan lupa. Selalu ingatkan pengunjung untuk mematuhi protocol kesehatan.
DANTI
Baik, juragan.
Beat.
SANDRA
Eh, jangan salah. Juragannya Yana. Aku hanya pekerja.
YANA
Ide dari Sandra.
ELLA
Kalau ngitung keuntungan, aku saja boleh? Optimis.
35. INT. RUMAH SANDRA, RUANG KELUARGA – MALAM 35
Sandra terbaring di atas tempat tidurnya. Baju tidur coklat muda membungkus tubuhnya. Setengah badannya ke bawah terselubungi selimut kotak-kotak besar warna coklat tua dan krem.
Benaknya terisi berbagai kemungkinan yang akan terjadi besok pagi. Bisnis yang akan mulai beroperasi. Kesibukannya bersama teman-teman. Tamu-tamu yang datang. Senyum orang-orang yang terpuaskan.
INTERCUT PINTU KAMAR. Suara ketukan dan kemudian terkuak perlahan.
IBU SANDRA
Belum tidur, San?
(kemudian)
Bagaimana besok?
SANDRA
(menyibak selimut,
mencoba duduk)
Sudah siap semua, Bu.
Ibu Sandra tersenyum. Tatapan matanya lekat memandang tubuh Sandra.
Satu jempol diangkatnya. Ditujukannya pada Sandra yang kemudian membalas dengan senyuman kecil.
Ibu Sandra bermaksud membalikkan badan, mau meninggalkan kamar Sandra. Terhenti karena panggilan Sandra.
SANDRA
Bu,….
IBU SANDRA
Iya, San.
SANDRA
Mohon doanya, nggih.
(kemudian)
Bu,…, Sandra selalu merasa yakin kalau Ibu sudah memberikan jempol Ibu untuk Sandra.
Ibu Sandra tersenyum. Berjalan ke tempat tidur Sandra. Mengulurkan tangan dan memeluk Sandra erat-erat. Pelukan kasih seorang Ibu.
36. INT. RUMAH YANA, RUANG KELUARGA – MALAM 36
Yana duduk bersama Bapak dan Ibunya. Sesekali Yana mengambil camilan dari piring putih di meja kecil. Baju simpel dikenakannya. Satu kaki dilipatnya ke atas kursi.
Ibu Yana duduk diam memperhatikan program acara di televisi. Di tangan kanannya tergenggam remote control, yang teramat sering dipencet-pencetnya.
Bapak Yana duduk merangkulkan tangan kirinya ke bahu Yana.
BAPAK YANA
Sudah siap semua untuk besok?
YANA
Sudah. Setelah melewati beberapa kesulitan. Ha ha ha.
BAPAK YANA
Baru awal, Yan. Biasa. Pasti ada saja halangan. Itu belum seberapa. Nantinya bakal kamu temui berbagai persoalan yang lain.
YANA
Mohon bimbingannya terus, Pak.
BAPAK YANA
Pasti.
(kemudian)
Jika persoalan demi persoalan dapat teratasi, usahamu pasti mampu bertahan dan dikembangkan.
(kemudian)
Kalau pandemi lewat, semoga menjadi lebih mudah lagi.
YANA
(setengah membalikkan badan,
memeluk)
Aamiin.
BAPAK YANA
Istirahatlah. Tidurlah. Besok kerja keras. Ha ha ha. Jadi koki, ha ha ha.
YANA
(tersenyum lepas,
beranjak bangkit)
Koki cantik.
IBU YANA
Jangan lupa gosok gigi sebelum tidur.
37. EXT. SEKELAS CAFÉ, SOFT OPENING – SORE 37
DI AREA LUAR, kesibukan terlihat. Beberapa mobil dan motor datang mendatangi tempat itu. Satu orang petugas parkir memandu kendaraan-kendaraan itu.
FOCUS ON, plang nama di pinggir jalan agak ke atas, dinding pagar, dan dinding sisi kanan. Terbaca jelas “SEKELAS CAFÉ”.
Beberapa waiters menyambut dan menyilakan tamu-tamu yang datang. Mengantar ke meja-meja yang ada serta menyerahkan buku menu bersampul coklat tua.
Semua waiters dan pekerja yang ada mengenakan seragam kaos warna coklat muda dengan tulisan coklat tua. “SEKELAS CAFÉ” dengan gambar “LOGO MANGKOK KECIL”.
Di sejumlah spot, terlihat gerobag mie ayam. Total berjumlah tujuh buah.
YANA
(berbisik)
Milik pedagang-pedagang yang sekarang bekerja di sini.
ELLA
Oh. Kok bisa di sini. Kamu pinjam?
YANA
(menggeleng,
tersenyum kecil)
Tidak. Mereka sendiri yang membawa ke sini. Kata mereka buat pajangan di sini.
Beat.
ELLA
Lumayan.
YANA
Kapan—kapan diperbaiki. Dicat ulang. Diberi tulisan standar. Biar lebih rapi.
Dua belas meja di bagian luar terisi tamu-tamu yang datang. Di atas meja, mangkuk mie dan minuman serta hidangan lain tersaji.
Tamu-tamu terlihat berbincang sambil menghabiskan makanan dan minuman yang tersaji. Sebagian mengangguk-angguk, sebagian lagi mengiyakan, yang mengelap keringat yang menetes karena kepedasan, dan sisanya sibuk menghabiskan sendok demi sendok makanan mereka.
INTERCUR SUARA DANTI
Suara Danti terdengar jelas dari dua speaker. Berkali-kali ia melontarkan gurauan dan mengingatkan untuk selalu menjaga protokol kesehatan.
Danti sesekali melangkah dan melongokkan kepalanya ke arah Yana dan Ella. Ia mengirimkan acungan jempol kepada mereka.
38. INT. SEKELAS CAFÉ, KITCHEN – LANJUTAN 38
Di sisi dalam café, Sandra mengawasi suasana dengan senyum ramah terhias. Ia harus memastikan semua tamu di dalam telah mendapat layanan yang baik.
Sesekali Sandra masuk ke dapur. Membagikan senyumnya untuk tujuh laki-laki berseragam yang sibuk memasukkan dan mengangkat mie dari panci masak. Mereka adalah tujuh penjual mie ayam keliling yang sekarang menjadi karyawan di situ.
Sandra harus mengakui, keputusan yang diambil Bapak Yana begitu bagus. Para penjual yang telah menjadi karyawannya itu sangat puas. Mereka selalu menjawab sapaan atau pesanan dari Sandra dan para waiters dengan acungan jempol, senyum, dan perkataan “SIAP”.
INTERCUT PINTU SAMPING
Terlihat seorang waiters mendatangi Sandra. Membisikkan kalimat ke telinga Sandra yang kemudian berjalan mengikuti waiters itu.
Sandra mendatangi orang yang kata waiters tadi mencarinya. Ia mendekat ke arah Pak Tiyono dengan paras bertanya-tanya.
PAK TIYONO
Maaf dari samping, Mbak.
SANDRA
Iya, Pak. Tidak apa-apa. Ada apa nggih?
(kemudian)
Ehm, kok tahu saya berada di sini?
Pak Tiyono tersenyum. Tentu bukan tanpa sebab ia mencari dan menemui Sandra. Bahkan sampai ke tempat usaha Sandra dan tidak sekadar bertemu di rumah.
PAK TIYONO
Diberi tahu Bapak Mbak Sandra kalau Mbak di sini.
(kemudian)
Mbak, terima kasih banyak, dulu keluarga kami dibantu Mbak. Sangat membantu. Sekali lagi terima kasih banyak.
SANDRA
Lupakan itu, Pak. Hanya bantuan kecil.
PAK TIYONO
Sangat besar artinya bagi keluarga kami.
(kemudian)
Selain itu, ehm, ehm, maaf, Mbak. Saya dengar dari Bapak kalau Mbak Sandra kesulitan mendapatkan daging ayam.
SANDRA
Memang benar, Pak. Karena pandemi ini. Para peternak tidak mau melepas ayam pedaging mereka. Harganya sedang anjlok.
PAK TIYONO
(bersungguh-sungguh)
Keluarga saya di desa banyak memiliki ayam kampung. Mbak bisa menggunakan ayam-ayam itu. Hitung-hitung, maaf Mbak, untuk membantu Mbak Sandra.
(kemudian)
Sudah saya bawa dengan mobil angkutan. Agak jauh di belakang sama.
(kemudian)
Sekali lagi, sekadar membantu Mbak Sandra yang kesulitan mencari daging ayam.
(kemudian)
Hal ini tentu tidak sebanding dengan kebaikan Mbak Sandra. Tetapi, semoga sedikit banyak bisa membantu.
Sandra tersenyum. Kelegaan terpias di wajahnya. Lega karena satu masalah terpecahkan lagi. Untuk sementara, dirinya tak harus kesulitan mendapatkan daging ayam.
Sandra mendadak teringat nasihat neneknya suatu sore dulu. Itu dikatakan neneknya saat mau berangkat kuliah ke Manchester, sekitar empat atau lima tahun yang lalu.
NENEK
Tuhan itu sangat adil, San. Setiap kali ada hidup yang disulitkan, juga akan ada yang selalu dimudahkan-Nya.