23. EXT. RUMAH YANA – GAZEBO BELAKANG RUMAH – SORE 23
Yana memandang saja dan terus memandang semua kelakuan Sandra. Mulai dari datang, melepas sepatu, naik ke gazebo, menyiapkan gelas, dan menuang air mineral.
SANDRA
Fixed, Yan. Kita harus jualan mie ayam.
YANA
(tak langsung paham)
Yakin. Kenapa?
SANDRA
Mobilku habis menabrak gerobag mie ayam. Ha ha ha.
Tawa Yana meledak mendengar pengakuan Sandra. Mengikuti tawa Sandra.
SANDRA
Mungkin penanda, Yan. Petunjuk, gitu. Hidupku dipersatukan dengan mie ayam.
YANA
Serius nabrak?
SANDRA
Iya. Tuh di pertigaan Sedan sebelum Hyatt.
YANA
(masih tak percaya)
Menabrak gerobag mie ayam beneran?
SANDRA
Kalau boleh milih, mending nabrak ayam apa melindas mie daripada gerobag mie ayam. Apes, apes, ….
(kemudian)
Tak apa. Anggap saja petunjuk kuat.
Sandra dan Yana terlihat serius membicarakan business plan. Sesekali Yana menggoreskan penanya ke kertas kecil. Mencatat beberapa hal.
Di kesempatan berikutnya, Sandra membuat bulatan, tanda panah, dan kotak untuk menggambarkan pikiran besarnya.
Di waktu-waktu berikutnya mereka tertawa bersama-sama lagi. Sepertinya prinsip kalau dikerjakan dengan hati senang, semua akan terasa ringan benar-benar berlaku.
Sandra dan Yana bagai tak sadar kalau hari telah beranjak gelap. Lampu hias di belakang rumah Yana telah menyala. Lampu gantung di gazebo bahkan sudah dinyalakan saat hari masih terang.
SANDRA
Rangkum ya, Yan. Konsep, café mie. Lokasi, tanah dan rumah nganggur punya kamu. Pinggir jalan. Modal, sebagian tabunganku, sebagian tabunganmu, sebagian besar nodong orang tua.
(kemudian)
Interior desain, Ella. Slebor-slebor gitu dia punya darah seni. Eksterior dan renovasi, sewa orang. Manajemen dan pemasaran, aku.
(kemudian)
Giliranmu, Yan.
YANA
Mebeler, aku siapkan. Menu dagangan, serba mie, serba ayam (kecuali minuman. Mie ayam biasa plus macam-macam.
FOCUS ON, POTONGAN KERTAS MEMANJANG WARNA-WARNI MERIAH. Terbaca di masing-masing potongan. “MIE AYAM”, “MIE AYAM BAKSO”, “MIE AYAM PANGSIT BAKSO”, “MIE AYAM BAKSO TAHU”, “MIE AYAM CEKER”, “MIE AYAM PAHA”, “MIE AYAM SAYAP”, “MIE AYAM KEPALA”, “MIE AYAM PERSATUAN BANGSA”, “MIE AYAM PERDAMAIAN”.
SANDRA
BEP, tiga bulan. Soft opening, segera. Semua media sosial. Promo dua minggu. Mobilisasi pesohor, dua hari. Diskon khusus, applied.
YANA
Minuman, mixed tradisional dan modern.
SANDRA
(memejamkan mata,
Bismillah.
YANA
Aamiin. Aamiin. Aamiin.
Sandra ber-hi five dengan Yana. Keduanya berpelukan. Berbagi senyum. Masing-masing mengepalkan tangan.
SANDRA
Hubungi Danti untuk soft opening. Hubungi Ella untuk segera membantu kita.
YANA
San, nama mie café kita apa?
SANDRA
(mengerutkan dahi,
matanya memandang ke bawah)
Iya ya. Lupa belum kita pikirkan.
YANA
Mie Café?
Beat.
SANDRA
Nggak ah. Biasa banget.
YANA
Terus?
SANDRA
Kalau, …, “SEKELAS CAFÉ” bagaimana? He he he. Syukur-syukur kelak jadinya di atas café.
YANA
(kagum setuju)
Deal.
24 INT. RUMAH SANDRA, KAMAR – MALAM 24
Sandra sibuk dengan MACbook-nya. Menulis sesuatu tanpa melihat keyboard dan hanya memperhatikan monitor. Tak hanya itu, ia juga menyusun lay out tulisannya. Beberapa gambar pun disertakannya.
Setelahnya, Sandra mencetak hal-hal yang telah dikerjakannya. Dibuatnya rangkap lima. Masing-masing disusunnya dalam sebuah folder plastik bersampul biru langit.
DARI ARAH PINTU KAMAR terdengar ketukan. Sandra mempersilakan masuk ketika didengar suara ibunya memanggil.
IBU SANDRA
(memperhatikan tumpukan kertas)
Sedang sibuk?
SANDRA
Pas selesai, Bu. Business plan. Sandra mau buka bisnis dengan Yana.
IBU SANDRA
(terkejut,
menunjukkan rasa senang)
Bisnis apa?
SANDRA
(menatap ibunya)
Tetapi Ibu jangan tertawa.
(kemudian)
Bisnis mie ayam. Café mie. Namanya “SEKELAS CAFÉ”.
Sandra menyerahkan salah satu map berisitumpukan kertas yang sudah dicetaknya.
IBU SANDRA
Serius?
Hening suasana di kamar Sandra ketika ibu Sandra membaca kertas-kertas yang diterimanya. Begitu teliti walaupun dibaca dengan cepat.
SANDRA
Bagaimana, Bu?
Ibu Sandra menatap tubuh Sandra lekat-lekat. Naluri dan nurani kasihnya pada anak dinampakkannya dengan memeluk Sandra.
IBU SANDRA
Bagus. Ibu mendukung. Apa pun perlu dicoba supaya kita tahu bisa dan tidaknya. Jangan menciptakan raksasa di depan mata. Harus yakin.
(kemudian)
Ibu juga sudah menduga. Pasti kamu sibuk dengan rencana-rencanamu. Sekali lagi, Ibu mendukung. Nanti Ibu bicarakan dengan Bapak.
Sandra kembali memeluk ibunya. Berterima kasih untuk dukungan pertama yang diterimanya.
SANDRA
Terima kasih, Bu.
IBU SANDRA
Kapan mau dimulai?
SANDRA
Masih banyak yang harus disiapkan kok.
INTERCUT SUARA PANGGILAN TELEPON
Sandra sedikit bergerser untuk mengambil smartphone-nya. Terlihat nama Danti.
SANDRA
Iya, Dan. Sudah berangkat ke tempat kerjamu?
DANTI
Sudah. Tapi lagi makan bareng-bareng. Sebelum kerja.
SANDRA
Dengan siapa?
DANTI
Ada Rusli,…, ada adikku, ada Ronny juga.
SANDRA
Eh, iya. Aku pernah ketemu Ronny siang-siang.
DANTI
Dia cerita. Dan,…, Ronny juga sih yang menyuruhku menelponmu. Ha ha ha.
Beat.
SANDRA
Kenapa Ronny ga telepon sendiri?
DANTI
Nyalinya tipis.
SANDRA
Cowok masa gitu?
DANTI
Tau tuh. Btw. Salam buat kamu, katanya.
SANDRA
Waalaikumussalam. Thanks.
Sandra masih dalam pembicaraan telepon dengan Danti ketika Ibu Sandra berjalan keluar kamar sambil membawa berkas business plan yang tadi dibacanya.
DANTI
Ronny naksir berat ke kamu, San.
SANDRA
Ha ha ha. Prove it.
25. INT. RUMAH YANA, KAMAR – MALAM 25
Yana menelpon Ella. Meminta tolong untuk membantu merancang desain interior.
YANA
(tegas nadanya)
Professional saja ya, Beb. Kita bayar kok nanti hasil kreativitasmu.
ELLA
Ogah kalau seperti itu, Beb. Bagusan ga dibayar, tapi aku dilibatkan dalam bisnis kalian. Peran kecil pun, aku terima.
Beat.
YANA
(bisa memahami,
memainkan pena di antara jari-jarinya)
Oke. Nanti aku bicarakan dengan Sandra, kalau begitu. Yang penting, kamu mau bantu kan? Harus mau, dong.
ELLA
Pastilah. Semampuku. Semoga kamu dan Sandra puas dengan hasil kerjaku nanti.
Yana ganti menelpon Sandra setelah selesai berbicara dengan Ella. Tiga kali menghubungi, tak bisa masuk. Baru pada panggilan keempat, Yana melihat respon dari Sandra.
SANDRA
Sorry, Yan. Tadi lagi terima telpon dari Danti. Ga penting-penting amat. Sekadar telpon biasa.
YANA
Kirain siapa yang lagi telepon kamu, sampai tak mau segera terima telponku. Ha ha ha. Benar-benar deh kamu tuh.
SANDRA
Emang siapa yang telepon aku selain, ….
YANA
Pacarmu mungkin. Ha ha ha.
(kemudian)
Aku sudah telpon Ella. Ia setuju membantu. Tapi pengennya terlibat lama. Ga sekadar untuk interior desain. Ga apa apa ya, San.
(kemudian lagi)
Tadi pas makan, aku juga sudah bicara dengan Bapak dan Ibuku. Prinsipnya setuju dan boleh. Ibu akan membantu biaya renovasi rumah dan halaman yang bakal kita pakai. Lumayan kan?
SANDRA
(bersyukur)
Alhamdulillah. Banget. Lumayan banget, Yan.
26. EXT. SUWATU MIL & BAY, RESTO TERBUKA – SIANG 26
Sandra, Danti, dan Ronny datang ke resto. Teringat pada view yang indah dari pelataran resto membuat Sandra menyetujui ajakan Danti.
Angin bertiup semilir di puncak bukit tempat resto itu berada. Angin yang kembali membuat rambut Sandra beriap indah saat tersapu.
SANDRA
Tempat yang benar indah. Masakannya juga nendang. Aku suka tempat ini.
DANTI
Suka tempat ini apa suka karena Ronny ikut ke sini?
Sandra melihat dari sudut matanya. Mencoba menangkap Ronny yang terlihat menundukkan kepala. Entah malu atau memang sedang ingin menunduk.
SANDRA
Ha ha ha.
(lanjutnya tanpa menjawab pertanyaan tadi)
Tidak mungkin bosan di sini. Enak saja sih tempatnya. Di puncak bukit. Terbuka. View dekat dan jauhnya bagus banget.
(kemudian)
Sepertinya kita bisa melihat sunset di sini.
Danti menyenggol Ronny. Menyuruhnya untuk berbicara. Tidak sekadar menjadi patung hidup.
Sandra menangkap hal itu. Diacuhkannya. Baginya, berbicara atau tidak, Sandra sudah dapat menangkap karakter Ronny. Pengennya, tahu beres. Kekanakan. Nampaknya juga egois.
Danti pura-pura berdiri dan berjalan pergi. Mendatangi waiters yang sedang membereskan sebuah meja. Lalu duduk di kursi terluar. Menghadap bebas ke wilayah persawahan di bagian bawah.
SANDRA
Kamu takut ketinggian, Ron? Diam dari tadi. Tak satu kata pun.
RONNY
(terhenyak,
menebar senyum)
Ga juga. Bingung saja mau omong apa.
SANDRA
Ngomong apa saja. Aku dengarkan kok. Tentang pekerjaan atau hidupmu.
(kemudian)
Eh katamu, mau ngajari aku jadi DJ.
Beat.
RONNY
Mau? Ehm, maksudku, kamu mau mempelajarinya?
SANDRA
(mengangguk)
Tidak ada salahnya kan? Belajar sesuatu yang baru pasti menyenangkan. Kayaknya asik juga tuh. Ketrampilan baru.
RONNY
Boleh. Kapan mau mulai, terserah. Aku siap saja.
Pembicaraan di antara Sandra dan Ronny tak lebih dari itu. Selebihnya Ronny kembali diam. Tak berinisiatif mengajak omong.
Sandra pun memilih untuk berdiri dan mendatangi Danti. Setidaknya, ia bisa bicara bebas dan tidak harus terseret pada kegaguan yang tak jelas.
DANTI
(menoleh heran,
sedikit tersenyum)
Kok ke sini?
SANDRA
Lah Ronny pendiam gitu. Kayak gong. Baru bunyi kalau dipukul. Ha ha ha.
DANTI
Sifatnya seperti itu memang. Dulu pertama kenal dengan aku, dia juga gagu. Omongannya formal. Susah akrab.
(kemudian)
Lama-lama gacor juga.
(kemudian)
Perlu waktu mungkin.
Beat.
SANDRA
Ga asik dong.
DANTI
Ha ha ha.
27. INT. DJ SCHOOL – STUDIO – SORE 27
Sandra berdiri di seberang CDJ dan Mixer yang ada di atas meja. Wajahnya focus pada peralatan di depannya. Tangan kanannya menyentuh lingkaran besar pada CDJ kanan. Sesekali mendorongnya berputar.
FOCUS ON, sticker besar di white board di suatu dinding. Terbaca “THUMBS DJ SCHOOL”.
Suara loop dari pemutar disc kiri terdengar lebih dominan.
Sandra sibuk menyesuaikan satu jenis suara yang berusaha dicarinya dari pemutar disc satunya.
Tatapan matanya kadang nampak frustrasi karena gagal mendapatkan suara itu. Ia berusaha membenahi headphone, lebih rapat. Bibirnya mengerucut kesal.
FOCUS ON, telapak tangan yang mendorong pemutar volume pada master kontrol.
Suara menjadi hening.
Sandra mengangkat wajah. Pasrah. Kedua bola matanya menatap orang yang sudah mematikan pemutar volume.
RONNY
(agak kesal)
Ayolah. Kenapa tidak konsentrasi?
SANDRA
Aku sudah mencobanya, Ron. Tetapi memang sulit.
RONNY
(menatap tajam)
Ini sudah latihan ketujuh, San. Speed hunting belum beres juga.
Beat.
SANDRA
(merasa salah)
Maaf.
RONNY
Kalau begini terus, kapan kamu bisa? Dasar tak berbakat. Tak berguna.
Sandra terhenyak. Ia terkejut dengan kekasaran kata-kata Ronny. Tidak menyangka orang yang beberapa waktu lalu begitu semangat memintanya berlatih, dapat mendadak berkata kasar.
Ia melepas headphone yang terpasang pada satu telinga. Meletakkannya di atas Mixer.
SANDRA
Kenapa kasar begitu ucapanmu?
RONNY
Aku tidak kasar. Kamu memang tidak berbakat.
SANDRA
Itu benar. Aku memang tidak berbakat. Aku mungkin bahkan tidak paham dengan semua alat-alat ini. Tetapi aku sudah mencoba untuk bisa.
(kemudian)
Kamu yang memintaku mempelajari ini. Tidak usah kasar kalau aku tetap tidak bisa.
Sandra mengambil tas tangannya. Beranjak pergi tanpa pamit pada Ronny. Membuka pintu studio, dan berjalan keluar dengan langkah cepat.
Ronny sedikit kaget. Antara tidak menyangka tindak Sandra yang keluar dari ruang studio dan sisa-sisa kejengkelannya.
Ronny berlari mengejar.
RONNY
San!
INTERCUT PINTU STUDIO
Sandra tak perduli. Ia terus melangkah menjauh dari studio. Suara Ronny yang kembali memanggil diacuhkannya.
QUICK CUTS:
SANDRA MENGEMUDIKAN MOBILNYA MENINGGALKAN HALAMAN PARKIR THUMBS DJ SCHOOL. WAJAHNYA TERLIHAT SANGAT KESAL.
SANDRA MENYUMPAHI ORANG YANG BARU SAJA MEMBUATNYA MELEDAK. MARAH. TERSINGGUNG. TERHINA BAHKAN.
SANDRA MELAYANGKAN PIKIRANNYA PADA UNIVERSITY OF MANCHESTER, …,IJAZAH YANG SEKARANG SEPERTI TAK BERGUNA, …, PERUSAHAAN BAPAK YANA, …, DAN SEKARANG KEGAGALANNYA BELAJAR MENJADI DJ.
BEGITU TAK BERARTIKAH DIRINYA? BEGITU TAK MAMPUKAH DALAM MENYESUAIKAN DENGAN KEADAAN YANG HARUS DIHADAPINYA.
SANDRA MENGARAHKAN MOBILNYA KE RUMAH YANA. MENUNGGU SECURITY MEMBUKA PALANG PINTU. MENUNGGU ART MEMBUKAKAN PINTU RUMAH. SETENGAH BERLARI MENDATANGI YANA.
SANDRA MEMELUK YANA SAMBIL TERISAK.