melancholic traces of ghost
6. Hari 4 (1) Part 2

INT. AUDITORIUM TEATER AMPHI — SORE

Pintu Auditorium sudah dibuka, banyak pengunjung yang tetap berada di tempat duduk masing-masing. Mengobrol dengan orang-orang di samping tentang apa yang barusan mereka tonton.

BARA

Maksud ceritanya apa ya? Aku ga nangkep pesan moralnya juga.


ANIKKA

Ini kali. Kara emang baru bisa tidur nyenyak kalo deket ranting. Kayak di tengah dibilang dia baru tidur nyenyak waktu ada ranting di bawah bantal kan?


BARA

(bingung)

Jadi? Gimana, gimana?


Orang-orang yang duduk di dekat Bara dan Anikka mulai tertarik mendengar penjelasan Anikka. Telinga mereka difokuskan ke arah Bara dan Anikka.

ANIKKA

Ga bisa tidur aja gitu kalo ga ada barang kesayangan, namanya juga bocil.


BARA

Apaan?! Ngasal banget!


Orang-orang lain yang mendengar kecewa menggeleng-geleng kecewa, beberapa ada yang tersenyum.

ANIKKA

(terkekeh)

Haha, aku juga ga ngerti sama sekali kok ceritanya tentang apa. Aneh banget tiba-tiba si Kara pulang aja gitu, ga ada penjelasan.


BARA

Kalo ini aku tau sih alasannya. Kara aslinya emang introvert aja.


Anikka terkekeh-kekeh lebih keras mendengar lawakan garing Bara. Orang yang tadinya menggeleng sekarang menggeleng-geleng lebih keras. Bara dan Anikka bangkit dan jalan berdampingan masih sambil terkekeh-kekeh kecil ke arah pintu keluar. Bara merasa liburannya semakin seru dengan kehadiran orang lain.

BARA

Kamu udah ada rencana mau kemana ga sekarang?


ANIKKA

Belum sih.


BARA

Mau nyoba atraksi horor Terowongan Banyu? Review-nya bilang bareng temen kalo mau ga kentang, kalau sendiri kurang seru.


ANIKKA

(Mata terbuka lebar girang)

Seriusan ada aktraksi itu dekat sini? Pingin banget coba.


BARA

Ga dekat sini sih, harus naik bus gitu 2 jam ke Atas, atraksinya buka sampe tengah malam sih. Gimana?


ANIKKA

Yah, bakal malem banget baliknya dong.


BARA

(ekspresi menyadari sesuatu)

Ah iya ya. Bus baliknya juga bakal ga ada kalo kita berangkat sekarang. Apa tunda besok aja?


ANIKKA

(berpikir sesaat)

Kalau nginap di sana aja gimana? Aku emang rencana mau ganti hostel sih, yang sekarang berisik banget. Di daerah Atas kan?


BARA

(alisnya menyimpul)

Iya... Emangnya kenapa?


ANIKKA

Kan dari yang kita obrolin kemarin hampir semua destinasi di daerah Atas juga, jadi ga perlu bolak-balik gitu nanti, ga buang banyak waktu. Ga bakal liburan selamanya di sini juga kan? Gimana...? Mau?


BARA

(berpikir, raut penuh ragu)

Hmmm. Boleh juga sih sarannya. Aku baru sadar banyak yang di daerah Atas ternyata.

(ekspresinya kembali tenang)

Oke. Ayo.


ANIKKA

Nanti bikin list bareng ya, nyamain destinasi aja.


Anikka mengangkat satu tangan, tanda meminta tos. Sambil tersenyum Bara menyambut undangan itu.


FADE TO:


INT. BUS SHUTTLE — SORE

Jok bus dongker berhias awan-awan kecil, deretan pohon tinggi berwarna hijau tua, langit ungu membara,kaca membiru terselimuti embun, sepasang jari lentik memegang pensil di buku kecil dengan cover garis-garis warna-warni, sepasang mata melirik ke samping, sepasang mata lain balas melirik, sebuah senyum terkembang. 

ANIKKA dan BARA duduk bersebelahan, mereka berdua sama-sama hanya membawa satu ransel. Anikka sekarang memakai baju garis-garis pelangi pastel berlengan pendek, persis di hari ia dikalungkan dua bunga oleh penyambut di bandara. Wangi parfumnya tertoreh di sudut terdalam kepala Bara. Sepanjang perjalanan, Anikka dan Bara menuliskan daftar-daftar tujuan pariwisata yang mereka pernah sebut di Cafe Ambrosia.

Dari belasan pilihan tempat dan kegiatan, sepuluh sudah terpilih. Di posisi teratas tertulis Teater Kertas, sudah tercoret rapi dengan dua garis melintang. Baris setelahnya, Atraksi Horor Terowongan Banyu, juga sudah dicoret oleh Anikka, karena di pikirannya sudah pasti akan terjadi sebentar lagi. Bara agak menunduk membaca ulang buku kecil di pangkuan Anikka. Anikka tidak bisa mengalihkan pandangannya dari satu untaian rambut ikal di dahi Bara.


CUT TO:


INT. ATRAKSI TEROWONGAN BANYU — MALAM

BARA dan ANIKKA berdiri dalam ruang persiapan sebelum pintu masuk atraksi. Mereka berdua dipakaikan jas hujan tembus pandang bertudung. Mereka juga masing-masing dipasangkan gelang yang tersambung dengan sebuah tali. Bara di tangan kiri dan Anikka di tangan kanan.

BARA

(mengangkat lengan kiri)

Ini untuk apa ya?


KARYAWAN ATRAKSI

(tersenyum)

Bagian dari cerita atraksi, kak. Jangan sampai lepas ya. Nanti waktu sudah masuk juga paham.


Karyawan itu lalu mendekatkan ujung tali gelang Bara dan Anikka. Diluar dugaan gelang itu menempel. Ada magnet di ujung tali itu.


KARYAWAN ATRAKSI

(ramah)

Ini total panjang talinya 7 meter ya kak. Kalau tidak mau lepas jalannya jangan terpisah terlalu jauh. Di dalam agak gelap soalnya.


Karyawan itu memberitahu Bara dan Anikka dengan ramah dan penuh kejujuran. Kenyataannya, panjang total tali mereka hanya 5 meter.


KARYAWAN ATRAKSI

(menunjuk pintu)

Mohon ditunggu ya. Kalau lampu di atas sudah mati, silahkan langsung masuk. Selamat ditakuti!


Bara dan Anikka duduk menunggu di sebuah sofa panjang, terdapat juga meja dengan majalah, dan rak berisi brosur-brosur sejarah destinasi wisata. Bara dan Anikka mengambil majalah gosip tua lalu membaca bersama-sama.


CUT TO:


INT. DALAM TEROWONGAN BANYU — MALAM

Tiba akhirnya giliran BARA dan ANIKKA. Begitu melewati pintu mereka langsung disambut suara gerimis halus yang bergema-gema. Bentuk ruangan itu benar-benar seperti terowongan, ujungnya tidak terlihat. Tinggi langit-langit kurang lebih 4 meter dan ada stalaktik tiruan menempel disana, dengan sedikit kilau kecil di sana-sini memberi efek basah, lebar terowongan juga kurang lebih sama dengan tingginya.

Terowongan sedikit remang-remang, di sepanjang dinding terowongan tergambar mural tradisional yang menceritakan sesuatu sepanjang jalan dengan lampu-lampu kecil memberi penerangan seperti di museum.

INTERCUT Bara/Anikka/Mural.

Bara mulai bergerak ke kanan untuk melihat gambar itu, namun Anikka bergerak ke kiri. Awalnya Bara ingin berganti ke dinding kiri, khawatir tali mereka akan lepas, namun ia melihat tali itu masih ada yang menyentuh tanah bahkan saat Bara dan Anikka berada di dinding yang berseberangan.

Tak lama mereka tenggelam oleh apa yang gambar itu sampaikan, tidak memusingkan tali dan jarak, berjalan pelan-pelan menyusuri cerita.

Mural menunjukkan gambar sebuah gua panjang di bawah laut, menembus gunung, menyambung pulau.

Anikka menyentuh permukaan mural, ia ingin merasakan torehan semen dan cat di ujung jarinya.

Area mural pertama: Dua sosok manusia berukuran kecil dengan dua sosok lebih besar di belakang mereka. Satu laki-laki dan satu perempuan. Sosok besar di belakang laki-laki bermahkota petir, sosok besar di belakang perempuan bergaun bunga.

Area mural kedua: Laki-laki bermahkota Petir dengan beberapa siluet kecil di atas awan memunggungi perempuan bergaun bunga dan beberapa siluet kecil yang juga memunggungi. Di antara mereka sosok laki-laki kecil dan perempuan kecil saling menghadap satu sama lain.

Suara gerimis semakin deras, gemanya juga semakin kentara. Anikka menoleh ke belakang, ia melihat Bara juga terserap ke dalam cerita seperti dirinya.

Area mural ketiga: Sesosok laki-laki berdiri di atas gelombang, bajunya juga berpola gelombang, menatap sedih ke area mural kedua.

Area mural keempat: Laki-laki Gelombang menuliskan sesuatu di kristal garam.

Area mural kelima: Sosok laki-laki kecil di atas awan menangkupkan tangan menangkap kristal. Sosok perempuan kecil di pulau penuh tanaman juga menangkupkan tangan menangkap kristal.

Terowongan semakin gelap, hanya ada lampu ultraviolet menyala redup di pinggir langit-langit terowongan. Cahaya penerang mural juga semakin redup. Suara gerimis berubah menjadi hujan. Bara dan Anikka kesulitan melihat sosok satu sama lain dalam kegelapan ini, tali mereka ternyata berpendar dalam gelap, namun itu tidak membantu banyak.

BARA

Anikka?


ANIKKA

Iya?


BARA

Masih di situ ga?


ANIKKA

Masih, Kenapa? Kamu udah selesai bacanya?


Bara

Engga, nanya aja. Masih lanjut baca cerita kok. Baru muncul nih terowongannya.


ANIKKA

Sama, seremnya mana ya.


Area mural keenam: Laki-laki Gelombang, laki-laki kecil, dan perempuan kecil berdiri di depan gua di sebuah tebing. Laki-laki kecil dan perempuan kecil masing-masing memegang tali. Salah satu tangan Laki-laki Gelombang membentuk simbol tujuh.

Area mural ketujuh: Laki-laki Gelombang menunjuk ke atas. Di atas jari telunjuknya terlihat gambar titian jurang kecil, satu siluet manusia berjalan, di jurang terlihat ada monster-monster laut. Di ujung titian terlihat pemandangan rumah-rumah tradisional.

Area mural kedelapan: Laki-laki gelombang menunjuk tali laki-laki dan perempuan yang sudah saling terikat.

Mulai saat ini terdengar kepakan sayap kelelawar, suara teriak panjang paus dan kerikil jatuh. Air mulai menetes-netes jatuh dari atas. Sekali-kali sebuah jendela rahasia kecil terbuka dan kepala orang berkostum siluman laut muncul berteriak untuk mengagetkan mereka. Dalam interval tertentu kepala mereka berdua juga dijatuhi ular karet kecil atau mainan ikan basah.

Seorang siluman memunculkan kepalanya dari jendela rahasia di depan Bara dan Anikka.

BARA

(terkejut lalu tertawa)

Gimana Nik?


ANIKKA

(ikut tertawa)

Kaget sih. Tapi malah jadi lucu liat kostumnya.


Area mural sembilan: Gambar jurang dan titian dengan warna sangat gelap, di ujung salah satu titian ada laki-laki kecil, di ujung titian lain perempuan kecil, tali mereka terbentang masih terikat. Laki-laki kecil terlihat cemas dan menghadap ke belakang.

Area mural kesepuluh: Laki-laki kecil dan perempuan kecil bertemu di titian yang setengah runtuh dalam posisi melayang jatuh, ujung jari mereka menyentuh.

Tidak ada lagi mural. Bara dan Anikka sampai di ujung terowongan. Buntu. Mendadak lampu mural mati total. Keadaan gelap gulita. Suasana pun menjadi hening sepenuhnya. Bara dan Anikka meraba-raba tembok mendekati satu sama lain. Pikiran mereka tidak sempat memproses akhir cerita mural.

BARA

(meraba-raba udara)

Anikka?


ANIKKA

(sebelah tangan ditopang ke tembok)

Iya, ada.


Tiba-tiba ada garis cahaya muncul membentuk siluet persegi, lalu ada cahaya persegi lebih terang hidup di sebelahnya. Bara dan Anikka bisa sedikit melihat satu sama lain dan berjalan ke sumber cahaya. Garis cahaya menandai pintu dorong selebar satu orang, di sebelah pintu terdapat papan terang dan sebuah lampu bundar yang masih mati. Warna cahaya berganti pelan selang beberapa detik.

Papan bertuliskan "HATI-HATI DI DEPAN ADA JURANG. HANYA BISA DILEWATI SATU ORANG DALAM SATU WAKTU. PANJANG JALAN 7 METER. TEKAN TOMBOL DI SEBERANG JURANG SEBAGAI TANDA SUDAH MENYEBRANG. LAMPU DI ATAS AKAN HIDUP SETELAH TOMBOL DITEKAN. DILARANG BERJALAN SEBELUM LAMPU HIDUP."

BARA

Mau siapa duluan?


ANIKKA

Bebas. Aku duluan boleh. Kamu duluan juga boleh.


BARA

Aku duluan ya kalau begitu.


Bara mendorong pintu dan memasukinya. Lampu yang mengitari pintu masih hidup. Ia berjalan menembus tirai hitam tebal. Di dalam area jurang gelap gulita, ada tanda panah di lantai juga pegangan tangan setinggi pinggang, di kiri dan kanan, yang berpendar lemah. Suara gema hujan deras agak memekakkan, terdengar pula lirih suara paus. Bara hampir tidak bisa mendengar suaranya sendiri.

Jalur hanya muat untuk dilewati satu orang. Bara berjalan perlahan mengikuti tanda panah yang tertata dalam garis lurus. Ia menengok ke kiri, kanan, ke atas juga ke bawah. Tidak terlihat apa-apa, selain beberapa hiasan glow in the dark berbentuk kerang purba dan bintang laut kecil di langit-langit. Bara terus melangkah sambil sekali memastikan talinya masih terhubung dengan Anikka. Ia berjalan hingga ujung dengan tangan kanan memegang gelang.

Bara berjalan menembus tirai hitam, ia sampai di terowongan yang identik dengan terowongan sebelumnya, cahaya terowongan ini lebih terang walaupun masih remang-remang. Bara melihat ada cahaya membentuk tuliskan "TEKAN INI" dengan tombol di bawah tulisan itu.

Bara menekan tombol, tombol itu bercahaya saat ditekan. Setelah menekan, cahaya tadi berubah, sekarang bertuliskan. "SILAHKAN MENUNGGU. MOHON BERSABAR. ORANG SABAR DISAYANG....."

Bara tidak bisa membaca kata terakhir, tulisan "DISAYANG" juga berkedip-kedip seperti sedang korslet. Dan Bara menunggu, tangannya memegang gelang.

Satu menit berlalu.

Dua menit berlalu. Bara mulai terlihat bosan, ia menekan tombol, tombolnya hidup saat ditekan. Bara kembali menunggu.

Tiga menit berlalu. Alis Bara mulai menyimpul. Ia menekan tombol lagi, tombol menyala saat ditekan jari Bara, ia menarik-narik tali dari gelang, Bara rasa talinya masih tersambung.

Lima menit berlalu, total sudah 11 menit Bara menunggu. Bara mulai tak sabaran, ia menekan tombol lagi, kali ini lampu tombol tidak menyala. Ia bingung dan menekan tombol berkali-kali, lampunya tetap tidak hidup.

Bara bergerak masuk kembali ke area jurang. Ia berjalan dengan menarik-narik tali, rasanya seperti masih terhubung. Bara menyibak tirai.

SILUMAN IKAN A

(berteriak kencang)

WRAAAAGH!!!!

SILUMAN IKAN B

(berteriak kencang)

WRAAAAGH!!!!


Bara terkejut, ia meloncat ke belakang jatuh terduduk. Ada dua orang berkostum siluman ikan meloncat di depan mukanya. Salah satu siluman memegang tali Bara.

SILUMAN IKAN A

(mendekati Bara, menawarkan tangan)


SILUMAN IKAN B

Ga apa-apa kak?


BARA

(ekspresinya lega)

Iya, ga apa-apa. Udah nunggu lama?


SILUMAN IKAN A

Haha, iya. Kakak sabar juga ya nunggunya. Biasa baru dua menit juga udah jalan balik.


SILUMAN IKAN B

Tadi kita udah siap-siap lho padahal, waktu kakak narik tali pertama kali. Eh teryata, masih nunggu.


Terdengar suara di ujung lain area jurang.


SILUMAN IKAN C

RRRAAAGH!!!


ANIKKA

(berteriak sekuat tenaga)

WAAAKH!!


Tidak lama Anikka sampai di tempat Bara berada. Rautnya penuh kesal sambil menunjuk ke karyawan berkostum siluman saat melewati mereka, tapi kemudian dia tertawa.

BARA

Nunggu lama?


ANIKKA

Jelas. Waktu lampu bulat hidup. Eh pintunya ga bisa dibuka. Lampu di pintu juga mati.


BARA

OH? Terus?


ANIKKA

Ya aku gedor-gedor pintunya. Terus waktu lampu bulat hidup lagi. Lampu papannya jadi ikutan mati. Gelap total.

(gestur tangan dramatis)


BARA

Kamu gimana habis itu?


ANIKKA

Ya ga gimana-mana. Aku jadinya duduk aja nunggu lampunya hidup. Taunya emang hidup lagi.


BARA

Kamu sadar ga talinya lepas?


ANIKKA

(matanya lebar, sedikit terkejut)

Ohiyaya, aku baru ingat kalo ada tali.


SILUMAN C

(memotong pembicaraan Bara dan Anikka)

Ayo kak, ke sana.

(menunjuk pintu keluar yang sebelumnya tidak terlihat)

Atraksinya udah selesai. Kita lepas dulu gelang sama jas hujannya.


ANIKKA

(sambil berjalan)

Tadi kamu gimana?


BARA (INAUDIBLE)

(menceritakan ulang apa yang terjadi setelah ia menyebrang jurang)


CUT TO:


INT. HOTEL ORPI — TENGAH MALAM

Lampu hotel agak temaram. Dentingan halus dawai terdengar samar. Beberapa tamu terlihat berlalu-lalang. Ada harpa besar di lobi hotel. Seorang resepsionis memperhatikan BARA dan ANIKKA yang datang mendekati mejanya. Di saku dada resepsionis itu ada bordiran alat musik lira.

RESEPSIONIS B

(ramah dan profesional)

Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?


BARA

Masih ada kamar kosong?


RESEPSIONIS B

(mengangguk)

Masih pak. Untuk berapa orang?


BARA

(menoleh ke Anikka, nada bicara ragu)

Kamarnya...


ANIKKA

(melirik Bara, lalu menoleh ke resepsionis)

Kamarnya satu. Twin bed ya.

(menoleh ke Bara sambil tersenyum)

Biar hemat.


RESEPSIONIS B

Baik. untuk berapa malam?


BARA

Belum tau.


RESEPSIONIS B

(mengangguk)

Baik.

(meraih salah satu kunci yang tergantung di dekat meja)


Resepsionis memberikan buku tamu, Anikka mengambil pulpen yang tersemat di buku tamu itu dan mengisinya.


RESEPSIONIS B

(memberikan kunci ke Bara, dan menggestur ke lift)

Setelah keluar lift langsung saja belok ke kanan. Nomor kamar sesuai dengan yang di kunci. Selamat menetap bapak ibu.


CUT TO:

INT. KAMAR HOTEL ORPI — TENGAH MALAM

Gelap. Bunyi pintu kamar dibuka. Cahaya lobi masuk ke dalam kamar. Siluet BARA dan ANIKKA terlihat. Anikka masuk terlebih dahulu, menekan saklar lampu. Bentuk kamar identik dengan kamar Bara sebelumnya, dua tempat tidur terpisah oleh satu kabinet kecil, dan dua lampu tidur menempel dinding di bagian terluar kedua tempat tidur, kamar memiliki pilihan wallpaper bernuansa lebih terang, lebih ceria. Bulan cembung mengintip dari sela-sela gorden. Anikka mengambil tas Bara dan menawarkannya untuk mencuci kaki duluan.

Curahan air yang menyentuh jari kaki Bara tidak sedingin yang Bara duga, tercerminkan di wajah Bara, juga meresap nyaman saat ia mencuci muka.  

Anikka menunjuk tas toiletries garis-garis miliknya saat Bara keluar kamar mandi menandakan ia ingin mandi duluan. Bara beranjak berbaring di kasur, menunggu giliran.

Bara kembali menatap langit-langit kamar, namun ia tidak dapat menemukan titik imajiner yang biasa ia lihat. Mata Bara menyisir ruangan dari pintu masuk, kamar itu besar, sebesar ruangan sebelumnya, tapi rasa luas nan dingin yang sebelumnya ia rasakan tidak muncul, luas tapi intim, luas tapi hangat. Luas, dan... nyaman.

Pandangan Bara berhenti pada kasur di sebelah kirinya. Ada tas ransel Anikka yang sedikit terbuka di sana, kamera analog ber-strap garis-garis, dan garis-garis kusut di bed cover. Bara kembali menghadap langit-langit kamar, titik imajiner itu masih tidak muncul.

Suara gemerisik daun terdengar halus, bunyi curahan air dari shower melengkapi harmoni, dan Bara hanyut terbawa lelap.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar