melancholic traces of ghost
4. Hari 3 (1)

EXT. PANTAI B - TROTOAR KAYU — PAGI

Bara berjalan-jalan ke pinggir pantai di sisi lain kota. Ia memotret suasana pantai di pagi hari. Kali ini Bara memotret lebih banyak hal. Ia memotret orang-orang yang lewat, burung yang melayang di langit cerah, papan nama toko jajanan yang berwarna-warni.

Saat melihat melalui viewfinder Bara menyadari ada siluet familiar di sudut penglihatannya. Bara menurunkan kamera dari wajah dan memperhatikan ke arah stand penyewaan sepeda tandem, ada seseorang yang sedang berdiri di depan stand, jarak Bara dengan stand cukup jauh dan sosok orang itu juga terlihat kecil. Tanpa pikir panjang, Bara melangkah ke sana.

Saat sudah hampir sampai stand, ekspresi Bara menandakan asumsinya benar, orang yang diperhatikannya adalah Anikka. Anikka sedang jongkok memotret sepeda tandem yang terparkir.Setelah memotret Anikka terlihat menelaah papan kayu bertuliskan harga sewa sepeda tandem. Anikka terlihat bimbang ingin menyewa. Bara datang mendekat.

BARA

(menggestur ke arah sepeda)

Mau coba naik?


CUT TO:


EXT. PANTAI B - TROTOAR KAYU JALUR SEPEDA — PAGI

Gir sepeda berputar serasi, pedal dan ritme kayuhan juga terasa harmonis. ANIKKA dan BARA mengayuh tanpa saling memberi aba-aba, keduanya menikmati angin pagi segar yang menerpa badan.

Anikka duduk mengayuh dengan asyik di sadel terdepan, menikmati pemandangan. Mereka berkeliling di area pantai lebih dari sekali. Peluh sehat bercucur di dahi mereka, bibir Bara tersenyum lebar, terpaan rambut Anikka terlihat indah bergelombang pelan.

FADE TO:


EXT. PANTAI B - DEPAN BOOTH SEPEDA — SIANG

ANIKKA

Pegal juga ya, padahal ngayuhnya berdua. Huuft


Anikka tertawa kecil masih terbawa rasa gembira.


BARA

Buru-buru sih tadi, padahal bukan lagi balapan juga dengan yang lain.


ANIKKA

Haha, aduh, gemes aja saya tiap dipapasin terus sama sepeda lain. Kayak ditantang rasanya.


BARA

Untung ga jadi balapan beneran ya. Bisa copot kaki saya.


Mereka tertawa bersama untuk sesaat. Penjaga booth sepeda tersenyum melihat gelagat mereka.


ANIKKA

Duh, kayaknya saya butuh makan. Kamu gimana?


Bara

Saya belum lapar sih. Mau balik ke hotel kayaknya, ga enak keringetan tadi.


ANIKKA

Oh okee. Dadah. Thanks udah ngajak sepedaan bareng.


BARA

Makasih juga ga langsung lari waktu saya datang tiba-tiba.


Mereka berdua melambaikan tangan hendak berpisah, tapi ternyata mereka berjalan ke arah yang sama. Canggung tiba-tiba datang menemani mereka.

BARA

(alisnya berkerut)

Hm? Kamu mau makan di mana?


ANIKKA

Di Cafe Ambrosia.


BARA

Aah, itu kan Cafe di bawah Hotel Mirari. Saya nginap di situ.


ANIKKA

Oh ya udah, bareng aja yuk ke sana.


Mereka beriringan melangkah, namun seperti saat bersepeda mereka berdua tidak berusaha membuka pembicaraan. Hanya terlihat menikmati keberadaan masing-masing dalam buaian lembut angin laut.

CUT TO:

EXT. CAFE AMBROSIA — SIANG

Di depan pintu masuk Cafe Ambrosia, BARA bergestur ingin langsung naik ke atas saat ANIKKA hendak duduk di salah satu meja kosong.

ANIKKA

Kamu ga mau minum aja dulu? Ga haus habis keringetan gitu?

Bara mempertimbangkan tawaran Anikka. Ia mulai merasa haus, otot lehernya bergerak menelan segumpal ludah.


BARA

Hmmm. Oke. Minum air kelapa siang-siang enak kayaknya.


ANIKKA

Di sini mah adanya Pina Colada. Haha.

BARA


(sambil menarik kursi di seberang Anikka lalu duduk)

Ah, pasti ada kok.


Mereka berbasa-basi ringan tentang tempat berlibur mereka, sekedar mengisi waktu menunggu pesanan datang. 

BARA

Oh, kamu baru tiga hari juga di sini. Udah sempat kemana aja?


ANIKKA

Oh saya baru keliling pantai sama alun-alun aja, masiiih banyak yang belum kesampaian nih. Kamu liburan ke sini niatnya mau kemana aja?


BARA (INAUDIBLE)

(Bara memberitahu tempat yang ia rencanakan untuk kunjungi dan alasannya)


Anikka mendengarkan dengan mata lebar, menunjuk-nunjuk semangat daftar destinasi di layar smartphone Bara dan buku catatan miliknya. Layar smartphone Bara menampilkan poster acara teater kertas dan atraksi terowongan Banyu. Di buku catatan Anikka tertulis alun-alun kota, festival lampion, dan Theater Amphi, sisanya tidak terlihat.

Banyak lokasi tujuan mereka yang sama. Anikka riang memberitahu tempat-tempat yang ingin dikunjungi beserta cerita panjang mengapa dirinya tertarik sekali ke sana.

Waktu berlalu. Bara tidak beranjak dari kursi, terbawa arus perbincangan.

Awalnya hanya ada sepasang gelas di meja, lalu bertambah satu, lalu dua, lalu makanan Anikka datang. Anikka makan gyro pita kebab ditemani teh karteraki, gelas Bara bertambah satu lagi, melihat Anikka makan dengan lahap tanpa malu-malu membuat Bara ikut lapar. Bara memesan makanan, sepiring nasi goreng ayam Mediterania.

Gelas kosong di meja diangkut, lalu gelas bertambah lagi satu, dua, tiga, mereka berdua lapar lagi dan memesan cemilan untuk berdua, abu rokok mulai mengisi asbak. Lalu gelas minum kembali bertambah mengisi tiap ruang kosong di meja.

Langit memerah. Bara dan Anikka sudah berhenti berbicara. Mereka memijit-mijit halus rahang, pegal terlalu banyak berbicara. Mereka beranjak membayar makanan. Mata mereka terbelalak melihat nominal tagihan, namun lanjut menertawakan dompet masing-masing yang menipis. 

Bara dan Anikka mulai berpisah, Anikka beranjak keluar Cafe sedangkan Bara bergerak masuk hotel lewat pintu lain Cafe Ambrosia.

ANIKKA

Kamu niatnya mau nonton teater kertas kapan?

Anikka tiba-tiba bertanya ke Bara sebelum mereka pergi meninggalkan meja.

BARA

Mungkin besok. Kenapa?


ANIKKA

Mau bareng? Barusan aku cek harganya lebih murah kalo beli kelipatan dua. Ada promo dua puluh tahun berdiri Teater Amphi gitu.


Bara sebenarnya tidak berencana ke Teater Amphi besok, tapi ia memang akan ke sana juga. Ekspresinya menimbang-nimbang.


BARA

(berpikir keras)

Oh gitu...

(raut wajah menjadi tenang)

Ayo. Besok siang? Gimana?


Anikka senyum setuju. Mereka lanjut melangkah berpisah.


ANIKKA

(berbalik badan)

HEY! Aku Anikka. Ketemu lagi besok di Teater Amphi ya.


BARA

(ekspresinya kaget namun tak kentara, lalu tersenyum tipis)

Bara. Sampai jumpa besok Anikka.


Bara melambaikan tangannya. Anikka hanya menggangguk ke atas sekali. Mereka berdua kembali berbalik menuju peristirahatan.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar