Maot: Main-main Sebelum Ajal
7. Cinta Lama, Sudah Basi?

EXT. EXIT STASIUN MRT CIPETE - NIGHT

Bella dan Allo berjalan santai, canggung tapi ada saling tertarik dalam bahasa tubuh mereka. Maot megikuti tak jauh dari belakang, sambil tengok kanan-kiri, seperti orang sedang bosan. 

BELLA

Serius? Gue juga kadang lari di sana. Gak tiap hari sih. Kebetulan banget. 

ALLO

Oh ya? Kok nggak pernah ketemu ya? Tapi kebetulan paling aneh adalah gue bisa ketemu lo di sini. 

BELLA

Pas banget gue abis ketemu Tata. Mungkin emang udah takdir ya? 

Allo bergaya seperti orang sedang menyampaikan sebuah ide yang hebat. 

ALLO

Takdir itu kombinasi keberuntungan dan persiapan.  

BELLA

Bukannya, keberuntungan itu kombinasi persiapan dan kesempatan?  

ALLO

Oh, Iya ya? 

BELLA

Ya, semacam itulah. Kayak quote-quote basi yang biasa dipajang di media sosial gitu. 

Allo tampak agak tersinggung dengan ucapan Bella. Tapi Bella tidak menyadari. 

ALLO

Naik apa, Bell? Rumah masih di--  

BELLA

--Iya. Naek motor. Motornya gue titipin deket sini. 

ALLO

Oh, ok. Gue panggil ojol aja dari sini.  

Keduanya diam. 

BELLA

Langsung balik? 

ALLO

Iya. 

Canggung. 

BELLA

Mau mampir? Atau… ngopi? 

ALLO

Eh.   

Makin canggung.

BELLA

Udah kemaleman ya? 

ALLO

Iya, sih. Eh, nggak juga sih. Tapi, iya sih.   

Maot di belakang Allo membuat gestur tidak sabar.  

Bella menglurkan tanggan ke Allo. 

Allo mendekat hendak cipika-cipiki

Keduanya mundur.

Allo mengulurkan tangan.

Bella malah condong untuk cipika-cipiki

Mundur lagi.

Bella mengangkat tangan hendak high five

Allo menangkap pergelangan tangan Bella. 

Entah mau gestur apa. 

Keduanya menarik balik tangan mereka.  

Akhirnya Bella melambaikan tangan. 

Allo membuat isyarat seperti angkat topi atau hormat dua jari. 

Allo mulai melangkah meninggalkan Bella yang terus menatapnya. Maot kini di belakang Bella, mengetuk bahu Bella. 

BELLA

(tanpa menengok)

Apaan sih? 

MAOT

Buruan. Mumpung orangnya masih ada.    

Bella terpicu oleh kata-kata itu, lalu bergerak cepat menyusul Allo. 

EXT. TEPI JALAN, DEKAT STASIUN MRT CIPETE - NIGHT

Allo sedang menunggu ojol di pinggir jalan. Bella bergegas menuju Allo. 

BELLA

Allo! 

Allo menoleh. Berbalik menyambut Bella. 

BELLA

Ada yang harus gue bilang. Mungkin gue nggak akan punya waktu lagi buat ngomong. 

ALLO

Kenapa, Bel?

Bella mengatur napasnya sejenak. 

BELLA

Gue… Gue sebenernya dulu juga suka sama lo, Llo.  

Sebuah motor ojol mendekat. 

DRIVER OJOL

Pak Carlo Winata?

ALLO

(ke ojol)

Eh, iya, Pak. Sebentar ya. 

(ke Bella)

Udah dateng, driver-nya. Sori. Nanti gue telepon ya? 

Bella tampak tidak percaya Allo akan pergi. Tapi juga tidak tahu mau bilang apa. 

Setelah Allo pergi, Maot datang berjalan santai ke dekat Bella. 

BELLA

(tanpa melihat Maot)

Gak usah komentar!   

Maot hanya mengangkat kedua telapak tangannya ke depan seperti menyerah. 

INT. RUANG TAMU, RUMAH BELLA - NIGHT

Bella berbaring di sofa, menghadap langit-langit. Di meja depannya ada asbak, ponsel dan dua kotak board game

Jari-jari Bella mengapit sebatang rokok yang sedang menyala. 

Ia menghembuskan asap ke langit-langit.  

BELLA

Gue mau ngapain sih?

Maot, duduk bersandar, santai. 

MAOT

Persis! Itu pertanyaanku. 

BELLA

Lo liat kan, Tata tadi? Dia masih mau kerjain sesuatu sama gue. -Allo, Dia juga masih inget gue. -Berarti, ada dong, dampak gue ke hidup mereka? -Ya kan? 

Bella duduk sekarang. Lalu menghisap rokok. 

MAOT

Apa dampaknya? Apakah hidup mereka berubah gara-gara kamu? Atau, kmu cuma batu kecil dalam sungai takdir mereka, tak cukup besar untuk mengubah haluan.  

Bella tidak mau dengar itu. 

BELLA

Terus. Gue harus gimana untuk ngebuktiinnya? 

Maot mendekat. Serius. 

MAOT

Sekarang, apa yang kamu rasakan?   

Bella menjatuhkan tubuhnya ke sandaran. Lelah. Putus asa?

BELLA

Gak ada yang beda.  

MAOT

Itu, jawabannya. Kamu baru aja ketemu sahabat lama dan mantan calon pacar. 

(jeda)

Tapi, apa yang kamu rasakan? Nggak ada. Karena, mereka juga nggak ada perasaan apa-apa sama kamu, Bel.  

Bella melihat Maot. Sampai pada satu kesimpulan. 

BELLA

Jadi, gue harus bangkitin perasaan mereka buat gue? 

MAOT

Patut dicoba itu.

Bella kembali menghisap rokok dalam-dalam dan menghembuskannya ke langit-langit.

Kedua kotak board game di meja itu menarik perhatiannya. Satu adalah permainan yang dulu ingin dimainkan Allo berdua dengannya, satunya lagi kado dari Tata yang belum pernah ia buka. 

EXT. TERAS RUMAH BELLA - NIGHT - FLASHBACK 

Jeroen duduk di salah satu kursi. Di sebelahnya ada koper besar dan satu ransel. 

Ia tenggelam dalam pikiran yang berat. Sebatang rokok menyala terjepit di antara jarinya. 

Anita muncul dari dalam. Diikuti Bella kecil. 

ANITA

Belum datang? Pakai apa sih, Taksi?  

JEROEN

Ya. Ya. Taksi. 

Bella mendekati Jeroen, yang langsung meletakkan rokok di asbak dan memangku dan memeluk Bella. 

JEROEN

Mau ikut, Bella?   

Bella mengangguk sambil menempel di bahu Papanya. 

JEROEN

Mungkin, tahun depan ya?  

Jeroen menatap ke Anita, mencari persetujuan. 

ANITA

Kita lihat saja nanti. 

(jeda)

Dia… masih marah?

Jeroen mengangguk. 

BELLA

Siapa yang marah, Pa?   

JEROEN

Ah itu... Oma-mu. -Ah, tapi, bukan marah. -Ya. Hanya, berbeda pendapat.   

ANITA

Sini, Bella. Biarkan Papa tenang. 

Bella melepaskan rangkulan. Jeroen mencium pipinya, lalu Bella lari ke arah Anita. 

ANITA

Sudah. Jangan jadi pikiran. Seorang Ibu bisa sangat keras hatinya, apalagi kalau udah urusan anak laki-laki satu-satunya. 

EXT. TERAS RUMAH BELLA - NIGHT - FLASHBACK 

Di waktu yang berbeda lagi. Kali ini Bella sudah dewasa. Ini adalah beberapa malam setelah kematian ibu Bella. 

Jeroen di posisi yang sama, di sisi koper dan ransel. 

JEROEN

Kamu yakin tidak mau ikut?  

Bella berpegangan pada kursi. Dilema. 

BELLA

Ujian. Dan, masih ada urusan surat kematian mama, makam dan lain-lain.    

Jeroen tampak enggan. Tidak tahu harus bersikap bagaimana. 

JEROEN

Ah, mungkin Papa tidak usah pergi?  

Bella merangkul dirinya sendiri. 

BELLA

Pergi saja. Papa juga kan nggak tahu cara ngurusnya. Sudah, pergi sana. Nanti Oma marah lagi kalau Papa tidak pulang.     

Jeroen mendekati Bella. Merangkul namun Bella tidak membalas rangkulannya. 

EXT. TERAS RUMAH BELLA - NIGHT - FLASHBACK 

Lagi, di lokasi yang sama, waktu yang berbeda. Ini adalah malam yang sama setelah Bella melabrak Tata dan Jeroen di teras. 

Jeroen berdiri di sisi koper dan ransel. Di kursi masih ada board game kado dari Tata. 

Bella sangat ketus ke Jeroen. 

BELLA

Mau pergi ke mana? Jerman? 

Jeroen acuh tak acuh. Pura-pura tidak mendengar. 

BELLA

Nggak usah pulang lagi ya! Denger nggak! Nggak usah ke sini lagi! Ini bukan rumah kamu lagi!

Jeroen maju selangkah ke arah Bella. 

JEROEN

(dalam Bahasa Jerman) 

Emosional. Sama seperti ibunya.  

EXT. TERAS RUMAH BELLA - NIGHT - FLASHBACK 

Montase adegan dari ketiga periode waktu yang berbeda itu:

  1. Di masa Bella masih kecil. Taksi datang, terdengar suara klakson. Jeroen mematikan rokok pada asbak. Sebelum pergi, ia sempatkan mencium Anita dan menggendong Bella.
  2. Di masa setelah Bella remaja, setelah Anita meninggal. Taksi datang, terdengar suara klakson. Jeroen bersegera pergi. Ia menoleh untuk melambaikan tangan, tapi Bella sudah masuk lagi ke rumah. 
  3. Di masa setelah ia bertengkar. Taksi datang, terdengar suara klakson. Jeroen pergi tanpa menoleh ke arah Bella yang sedang menangis geram.  

Pelan-pelan semuanya berubah putih. Terdengar suara Bella kecil. 

BELLA (O.S)

Ma, Papa kapan pulang?  

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar