Mama, Aku Pengen Beli HP Baru!
5. Prestasi

BEGIN FLASHBACK

INT. KAMAR FADI - SIANG

Rian (18) membuka pintu dan memasuki kamar. Ia berjalan ke meja belajar untuk meletakkan tas di gantungan dinding. Dua tas lainnya sudah tergantung di sana. Rian mengeluarkan sebuah buku raport SMA bersampul abu-abu dari ranselnya. Sebelah tangan menggantungkan tas di tempat tersedia.

Ia hendak meletakkan raport di tumpukan buku di atas meja. Namun, berhenti saat melihat ada raport lainnya yang bersampul hijau dari MTs tempat Fadi sekolah, terbukti dengan nama Fadi di sana.

Rian membuka raport itu dan alisnya terangkat melihat sesuatu di dalam sana. Dan saat ia hendak mengembalikan raport itu ke tempatnya, Rian menemukan sebuah piagam penghargaan atas nama adiknya itu.

INT. DAPUR RUMAH FADI - SIANG

Rian berjalan dari luar dan berdiri di pintu masuk dapur, menyilangkan tangan di depan dada, bersandar di bibir pintu.

Fadi (14) yang tengah memotong sawi, mengangkat kepala melihat kedatangannya sekilas. Wajah Fadi tampak tak acuh seperti biasa, lalu kembali dengan aktifitasnya.

RIAN

Kamu belum sarapan?

FADI

Ini buat mama.

RIAN

Kenapa?

FADI

Aku lihat tadi mama belum sarapan.

Kak Dian juga belum pulang,

jadi aku mau buatkan makanan sederhana.

Penasaran, Rian berjalan mendekati posisi Fadi. Ia melihat sebungkus mi instan di samping anak itu.

RIAN

Masak mi? Gak bikin mama sakit?

FADI

Mama suka, cuma buat ganjal perut.

Gak bakal sakit.

Rian menekuk muka, menarik napas tak puasnya. Lantas berbicara langsung ke poin yang dia ingin dengan wajah menantang sekaligus penasaran.

RIAN

Kelihatannya kamu gak begitu kecewa?

Fadi mengangkat muka mencari ekspresi Rian. Ia menemukan tantangan di sana. Lalu kembali dengan talenan di depannya, tangannya meminggirkan potongan sawi dan bersiap dengan daun bawang. Fadi tak menjawab.

Rian menyipitkan mata, masih dengan tangan di dada.

FADI (LANJUTAN)

Abang lihat piagam di bawahnya?

Tadi guruku bilang, aku dapat juara satu

lomba olimpiade madrasah se-pulau Sumbawa.

Tapi itu gak bikin nilaiku jadi bagus.

Rian masih menyipitkan mata.

Fadi berhenti memotong. Ia seperti menunggu sesuatu lalu mengangkat kepalanya.

Menganalisa ekspresi Rian yang kini tampak bingung dengan sikapnya.

Fadi menghela napas pasrah. Dan kembali ke talenan.

FADI (LANJUTAN)

(sedikit sinis)

Abang gak penasaran?

Rian pun menghela napas pasrah, mencoba lebih ramah dari adiknya.

RIAN

Penasaran, kamu sendiri aja yang menjeda cerita.

Fadi sekali lagi menghela napas, kali ini diikuti sedikit gumam.

FADI

Hm.

Rian kembali menatap serius, menunggu cerita yang akan dilanjutkan.

FADI (LANJUTAN)

Nilaiku jelek gara-gara ikut lomba itu.

Sekitar sebulan lebih, aku disuruh ikut les matematika

bersama kakak kelas dari kelas 2 dan 3.

Fadi meminggirkan daun bawang dan menaruh dua daun hijau yang dipotongnya ke dalam wadah.

FADI (LANJUTAN)

Jadwal kelas kami berbeda, aku masuk siang

sementara mereka masuk pagi.

Mereka prioritas ikut kelas pagi

karena kelas tiga juga perlu persiapan ujian.

Jadi lesnya diadakan siang hari,

mengorbankan jadwal kelasku.

Lesnya hampir setiap hari ...

aku ketinggalan banyak materi.

Rian mulai memandang iba pada adiknya. Sementara Fadi tak fokus lagi pada bahan masaknya dan malah tersenyum memikirkan ironi kehidupannya.

FADI (LANJUTAN)

Mereka bilang, aku seharusnya bisa menghafal

ayat-ayat yang diajarkan padaku.

Padahal aku cuma diberi persamaan linear untuk dipelajari.

Katanya, aku harus lebih banyak membaca buku LKS.

Tapi, apa gunanya ikut les jika akhirnya kalah juga.

Pilih dua-duanya belum tentu lulus semua.

Fadi mengakhiri sesi curhatnya dengan menggeleng geli. Ia lantas mulai menyalakan kompor dan meletakkan panci berisi air ke atasnya. Rian hanya melihatnya tanpa bisa berbuat apa-apa.

Tiba-tiba suara pagar terdengar. Fadi melenggokkan leher mencoba mencari tahu siapa yang datang walaupun tak mungkin bisa menerawang dari dapur.

Rian pun berisyarat menyuruh Fadi melanjutkan masaknya. Ia lalu berjalan keluar dari dapur.

BEGIN MONTAGE

- Rian melihat ibunya sedang membayar delman yang mengantarnya, bahan masak dari belanjaannya jadi dua kantong besar.

- Fadi memasukkan beberapa kerupuk udang mentah ke dalam panci.

- Rian dan mamanya masuk rumah dengan Rian menenteng dua kantong belanjaan. Mamanya langsung duduk di sofa ruang keluarga dan Rian lanjut menuju dapur untuk meletakkan belanjaan.

- Fadi melihat Rian datang dengan dua kantong besar di tangan, ia tersenyum dan bersemangat. Rian juga memberi senyum kepadanya sebelum kembali ke luar.

- Air tampak mendidih dalam panci, Fadi memasukkan mi yang sudah disiapkan.

- Rian menawarkan pijatan pada mamanya. Mama Fadi menunjuk bagian tengkuk sebagai titik pijatan pertama.

- Fadi merampungkan masakan ke dalam mangkuk. Mi instan dengan sawi dan daun bawang, dilengkapi beberapa lembar kerupuk udang yang sudah tampak melembek karena direbus.

- Rian masuk dengan tergesa.

RIAN

Mama mulai ngantuk, ayo cepat!

- Fadi bergegas membawa masakannya untuk sang mama.

- Mama Fadi terkejut melihat bungsunya membawakan makanan, ia terlihat cukup bahagia karenanya.

- Fadi menyajikan mi itu di hadapan mamanya dan sang mama menatap sebelum mulai menikmati.

END MONTAGE

INT. RUANG KELUARGA RUMAH FADI - SIANG

Fadi mengamati ekspresi mamanya dengan wajah penasaran.

MAMA FADI (49) mulai memasukkan satu gulungan kecil mi ke dalam mulut. Ia mengunyah dan menelan. Ekspresi wajahnya tampak kurang baik.

Fadi mulai cemas.

Mamanya kembali mencoba dengan kuah dan selembar kerupuk yang sudah lembek. Namun, sebelum itu ia bertanya karena tidak tahu.

MAMA FADI

Apa yang lembek ini?

FADI

(salah tingkah)

Ehe, itu kerupuk udang.

Fadi pernah coba masak begitu, rasanya enak.

Mama Fadi awalnya tampak enggan, tapi kemudian mencobanya juga.

Fadi kembali harap-harap cemas.

Namun, ekspresi mamanya tak tersembunyi lagi. Beliau mengernyit dan mengeluarkan kembali sedikit makanan ke sendoknya.

MAMA FADI

(agak tegas)

Makanan apa ini! Makan sendiri saja. Mama mau tidur.

Fadi hanya bisa menatap punggung mamanya yang berjalan masuk kamar. Sementara Rian sudah mengambil langkah dengan mencoba masakan adiknya.

Fadi yang menyadari itu kembali mengamati ekspresi dari wajah Rian. Ia seolah tak bisa percaya jika ada yang bilang makanan itu tidak lezat. Namun, ekspresi Rian mengatakan itu hal yang buruk.

RIAN

Ini terlalu asin, bagian kerupuknya juga

masih ada yang keras, gak bisa digigit.

Fadi hanya mendengarkan dengan pasrah meski raut kecewa tak bisa ditutup rapat. Rian hanya menepuk pundak adiknya pelan sebelum menghilang ke kamar kecil.

FADE OUT

INT. RUANG KELUARGA FADI - MALAM

AYAH (55) dan Mama Fadi beserta 6 kakaknya: Hari, Rian, LILI (22), RANDI (24), YANA (29), dan SUCI (31) hadir di ruang keluarga saat sang ayah memeriksa raport Fadi yang sedang berdiri di depan meja di ruang itu.

Ayah Fadi tampak bertanya dengan raut kecewa pada putranya.

AYAH FADI

Kenapa nilaimu sejelek ini?

Fadi menjawab sambil menunduk bersalah.

FADI

Fadi ikut lomba, terus gak sempat

belajar di kelas karena ada les buat itu.

Ayah Fadi menggeleng tak habis pikir.

AYAH FADI

Kalau mereka nyuruh kamu ikut lomba

harusnya ada apresiasi lebih untuk itu.

Mana bisa kamu ikut lomba disamakan

dengan anak lain yang malas-malasan.*

Ayah Fadi bangkit dan mengecak pinggangnya. Fadi menggigit bibir menyesali kejadian yang dia alami.

AYAH FADI (LANJUTAN)

Lomba itu, kamu dapat juara?

Fadi memberanikan diri angkat kepala melihat ayahnya. Ia kemudian perlahan menganggukkan kepalanya.

FADI

Iya, Yah. Juara Satu.

Ayah Fadi menggeleng tak habis pikir, kekecewaannya tidak tertutupi.

AYAH FADI

Besok kamu pindah sekolah.

Biar ayah hubungi pamanmu di sana.

Lagi pula banyak guru yang minta

kamu disekolahin ke sana.

Fadi tak bisa berkata apa-apa. Ayah Fadi berbalik dan masuk kamar diikuti istrinya.

Satu per satu kakak dan abang Fadi pergi setelah mendengar itu. Dian, Rian, dan Yana tak lupa menepuk pundak adik mereka sekali sebelum kembali ke kamar masing-masing.

Tersisa Randi yang kini duduk di sofa sambil menatapi adiknya yang mengecewakan. Menyadari Randi belum bergeser, Fadi segera meliriknya. Randi tampak percaya diri di depannya.

Randi mengatakan sesuatu yang tidak diperdengarkan di hadapan Fadi.

Perkataan itu membuat Fadi tampak terkejut. Perlahan, Fadi hanya bisa menganggukkan kepala mengiyakan. Dengan ekspresi berat, ia berbalik dan kembali ke kamarnya.

FADE OUT

INT. RUANG KELAS VIII-A SMP - PAGI

Fadi berdiri di depan kelas untuk diperkenalkan. Beberapa wajah tampak terkejut melihat kehadiran Fadi di kelas mereka, termasuk Nana (14) yang duduk di deretan kedua paling depan.

Fadi melirik mereka dan sedikit tersentak saat menyadari Nana ada di kelas yang sama.

END FLASHBACK

INT. KAFE RIGHT TIME - SIANG

Fadi (21) menguatkan senyum saat selesai mengingat itu. Menunggu Nana membalas pesannya, ia pun membuka sosial media facebook dan menuliskan statusnya di sana.

FADI (DALAM STATUS)

Kamu mungkin melihatnya sebagai bintang.

Yang lain mungkin melihatnya sebagai api

yang tak berguna, hanya bisa merusak.

Atau mungkin melihatnya sebagai sampah

yang pantas ditendang dan dibuang.

Kalian tak tahu saja, bagaimana ia bingung

menggambarkan dirinya sendiri.

Sesuatu yang keruh di dalam cerminnya.

Notifikasi pesan masuk whatsapp web berbunyi. Fadi kemudian fokus kembali ke pesan masuk dari Nana yang ada di laptopnya.

NANA (DALAM PESAN)

Btw, gimana kabar kuliahmu? Kamu udah skripsian?

Fadi tersenyum kaku membacanya.

FADI (DALAM PESAN)

Belum skripsian nih. Masih 2 semester lagi baru bisa.

Itu pun kalau semester ini sama depannya bagus :)

Fadi ikut tersenyum seperti simbol yang ia kirimkan.

NANA (DALAM PESAN)

Loh, kamu semester 7 kan sekarang?

Kok masih 2 semester lagi?

Ya, aku sih emang selesainya semester 9,

tapi kamu emangnya gak kelamaan?

Btw, semangat!!

FADI (DALAM PESAN)

Wkwk, iya, masih lama

soalnya banyak matkul ngulang :D

NANA (DALAM PESAN)

Ooh ngulang. Ngulang yang nilainya C?

Aku sih kalau C gak ngulang.

FADI (DALAM PESAN)

Bukan, aku ngulang yang E atau K.

NANA (DALAM PESAN)

Wowww, speechless!

Fadi tersenyum maklum melihatnya.

NANA (DALAM PESAN LANJUTAN)

Fadi ternyata manusia biasa. Hahah

Fadi pun dengan cepat membalas.

FADI (DALAM PESAN)

Hahaha. Nah kan, semua orang tuh

selalu aja berekspektasi tinggi ke aku.

Padahal itu bisa jadi beban tersendiri

Nana sedang mengetik ... lalu pesan baru muncul.

NANA (DALAM PESAN)

Samaaa tauu..

Fadi tersenyum lagi.

FADI (DALAM PESAN)

Makanya, tiap kali merasa terbebani

dan mulai gelisah karena telat kuliah,

takut orang ngomong ini ngomong itu tentang aku,

aku biasanya bakal curhat ke abangku, Bang Rian.

Kalau curhat sama dia tuh kayak orang lagi konsul,

jawabannya biasanya nenangin.

Disuruh buat gak buru-buru dan diyakinin

kalau gak ada yang nuntut biar aku cepat-cepat kelar.

Dia cuma ngingatin aku biar berusaha

belajar disiplin, mandiri, dan bertanggung jawab.

Fadi menekan tombol kirim dan mulai mengetik lagi.

FADI (DALAM PESAN LANJUTAN)

Makanya kalau kamu lihat status-status galau

aku yang rendahin diri sendiri di sosmed apapun,

itu semua karena aku lagi banyak pikiran

dan mencemaskan masalah itu.

Aku pengen orang-orang tuh tahu

kalau aku bukan manusia sempurna,

kalau aku tuh manusia biasa juga kayak mereka,

justru malah aku punya lebih banyak

kekurangan daripada mereka.

Agak lama Fadi menunggu hingga tampak Nana sedang mengetik. Ia bahkan sempat membuka peramban untuk mencari kata kunci lomba menulis dan menemukan lomba menulis skenario di Star Script Hunt Kwikku.com. Saat notifikasi pesan masuk berbunyi, ia kembali lagi ke halaman pesannya.

NANA (DALAM PESAN)

Kalau aku sih, ada orang tua yang selalu nuntut hehe

FADI (DALAM PESAN)

Kalau aku, ya, karena kebanyakan mikir sendiri sih..

Orang tuaku udah gak terlalu nuntut lagi

sejak kuliahku sempat rusak dulu.

Mereka bilang yang penting sekarang bisa lulus aja.

Cuma ya tetap aja, aku kepikiran,

gak mau jadi beban mereka lama-lama

bayar uang kuliah, biaya kosan,

biaya hidup dll yang banyak.

Apalagi sekarang abangku udah nikah

dan mau punya anak.

Aku gamau terus-terusan bergantung ke meraka.

NANA (DALAM PESAN)

Ah, iyasih, benar juga.

Well, bagus juga kalau kamu bisa konsul

ke abang kamu pas lagi cemas gitu.

Aku kalau lagi kambuh bisa keringatan gak berhenti-berhenti,

susah cari teman buat diajak curhat.

Fadi tampak berempati.

FADI (DALAM PESAN)

Yaudah, kamu sering-sering aja curhat

kayak gini ke aku, jadi kita bisa

lewatin momen kayak gitu sama-sama.

Fadi tampak senang dengan balasannya itu. Lalu tiba-tiba ide baru tampak masuk ke kepalanya. Fadi lantas segera mengetik.

FADI (DALAM PESAN LANJUTAN)

Btw, aku barusan lihat ada lomba skenario ini,

kayaknya nulis tentang kita bakal bagus, deh.

Boleh gak, kalau aku nulis tentang kita?

Nana tampak sedang mengetik. Lalu sebuah pesan masuk muncul.

NANA (DALAM PESAN)

Boleh, ntar biarin aku baca duluan ya.

FADI (DALAM PESAN)

Yap, sekalian aja kamu jadi editornya.

NANA (DALAM PESAN)

Oke, mantap hehehe.

Balasan itu membuat Fadi semringah dan menarik napas dalam-dalam. Ia bahagia, lalu melirik ke atas membayangkan sesuatu.

WASH OUT

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar