Mama, Aku Pengen Beli HP Baru!
1. Kiriman

INT. KAMAR KOS DAVA - SIANG

FADI (21) duduk di atas kasur, bersandar ke dinding. Jari-jarinya menekan ponsel miring dengan antusias. Namun, ekspresi wajahnya menggambarkan kekesalan.

FADI

Maju, cok! Anjj***! Bang***!

Ta** lah! Kun***!

SUARA DALAM GIM

Defeat!

FADI

Argghh!

Karena kesal, Fadi melemparkan ponselnya ke atas kasur hingga terpantul beberapa kali dan jatuh ke lantai.

DAVA (21) yang sedang memegang ponsel posisi miring juga malah tertawa melihatnya.

DAVA

Makanya, kalau main tuh jangan goblok!

FADI

(melirik tak terima)

Alah, diam lah mulut lu, tuh!

Gak guna hidup lu anj***!

DAVA

Alah si ba** malah ngamuk!

Fadi hanya mendengus, masih kesal. Ia kemudian melirik perut dan merabanya.

FADI

Kesel ternyata bikin laper dah. Makan, yuk!

DAVA

(senyum miring)

Bukan kesel yang bikin laper,

tapi laper yang bikin kesel.

FADI

(menatapnya malas)

Au, ah, gak ada benernya gue ama lu.

Gue mau beli makan aja kalo gitu.

Lu gak mau nitip, kan?

Yaudah, gue beli sendiri. Bye!

Fadi pergi begitu saja setelah bicara sendiri.

Dava hanya menggeleng melihatnya.

INT. WARUNG MAKAN PINGGIR JALAN - SIANG

Fadi duduk menunggu pesanannya datang. Ia membuka dompet dan mendapati uang dalam dompetnya tersisa 30 ribu rupiah.

Kenyataan itu membuat Fadi harus menarik napasnya agak dalam lalu menatap lekat ke langit-langit warung.

BEGIN FLASHBACK

INT. KAMAR KOS FADI - MALAM (6 HARI YANG LALU)

Fadi sedang bermain gim dengan wajah serius dan kesal. Tiba-tiba dering anime berbunyi, layar ponselnya menampilkan panggilan masuk dari nama "Bang Rian". Fadi mengusap layar ke ikon telepon warna hijau menerima telepon RIAN (25).

FADI

Halo, assalaamu’alaikum!

RIAN (DALAM TELEPON)

Wa’alaikumsalam! Lagi ngapain, Di?

FADI

Lagi main game.

RIAN (DALAM TELEPON)

Aduh, main game terus!

Fadi hanya tersenyum tipis menyadari kebiasaannya sedang dikomentari, tentu saja bukan komentar bagus dan untungnya tidak diomeli juga.

RIAN (DALAM TELEPON LANJUTAN)

Gimana kuliahmu? Udah dibayar? Udah KRS-an?

FADI

(tersenyum siap)

Udah.

RIAN (DALAM TELEPON)

Oke, berarti tinggal kosan yah

yang belum dibayar.

Gimana kata ibu kos, boleh diskon?

Kan kamu 6 bulan di kampung kemarin.

FADI

(masih dengan senyuman siap)

Boleh katanya. Tapi 500 ribu aja.

Jadi 3,5 nanti bayarnya.

RIAN (DALAM TELEPON)

Bayar dua kali kayak biasa, kan?

FADI

Iyaa.

RIAN (DALAM TELEPON)

Okee. Yaudah itu baru aku kirimin

2 juta buat bayar pertama.

Lebihnya 200 dulu ya buat kamu.

Soalnya kita juga lagi tipis banget ini.

Banyak bayar utang, sama periksa kandungan kakakmu.

Fadi membayangkan wajah FITRI (24), iparnya.

FADI

Iya gapapa. Banyakin nabung aja,

aku bisa tahan kok.

(bagian akhirnya menggema berulang-ulang)

END FLASHBACK

Kedua alis Fadi bertaut. Tangannya menutup telinga menghindari suara ingatannya sendiri yang menggaung.

FADI (V.O)

Harusnya aku gak bilang gitu.

Fadi cemberut dengan tangan masih di telinga.

FADI (V.O LANJUTAN)

Apa harusnya aku gak bayar kos dulu ya kemarin?

Tapi kalau gitu nanti ribet

cari pengganti buat bayar kosnya.

Au ah, pusing!

Fadi sedikit mengacak rambutnya sendiri. Sesamar mungkin agar orang lain tak sadar dengan frustrasinya.

Suara lengking kendaraan lewat mengalihkan perhatiannya. Tiba-tiba penjual makanan menghampirinya yang duduk tak jauh dari etalase makanan.

PENJUAL

(dengan sopan)

Ini, mas nasinya! 11 ribu aja.

FADI

(mengeluarkan uang)

Ini, Pak. Makasih.

Lalu Fadi mengambil makanan dari tangan penjual dan kembali ke kosan Dava.

EXT/INT. KAMAR KOS YUDA - SIANG

Fadi berjalan pelan dan duduk di bibir pintu kamar YUDA (21) yang berhadapan dengan kamar Dava. Ia membuka bungkus makanan sambil mengamati Yuda yang sedang fokus menelepon seseorang.

FADI

(berbisik pelan)

Yuk, makan!

Yuda mengangguk cepat, bukan mengiyakan, tetapi menyuruh Fadi langsung melanjutkan makan tanpanya.

YUDA

Halo, assalaamu’alaikum!

Fadi mengunyah makanan. Suara dari dalam ponsel tidak terdengar jelas.

YUDA (LANJUTAN)

Ini, Ji, besok batas pembayaran SPP UAS,

udah saya kasih tahu dari minggu lalu.

Aji udah ada uangnya?

Fadi mengangguk paham bahwa Yuda sedang mengobrol dengan Aji atau bapaknya yang sudah naik haji. Hanya saja suara dari dalam telepon masih belum terdengar jelas.

YUDA (LANJUTAN)

Iya, Ji, segitu.

Sama, kalau bisa kirimin buat saya juga, Ji.

Uang saya sudah mau habis ini

tinggal hari ini sama besok lagi sisanya.

Fadi fokus pada makanannya. Yuda yang mendengarkan ponselnya mengangguk-ngangguk.

YUDA (LANJUTAN)

Iya, Ji. Makasih.

Sehat-sehat di rumah, Ji. Assalaamu’alaikum!

Yuda menutup telepon setelah mendapat jawab salam yang tak terdengar oleh Fadi. Setelah tahu Yuda selesai bicara, Fadi segera merapatkan duduk.

FADI

Ayo, makan!

Yuda pun segera menggeleng.

YUDA

Makan aja, gue udah.

FADI

Ooh. (kembali fokus dengan nasinya)

Yuda kemudian menarik napasnya dalam. Menarik perhatian dari Fadi yang sedang mengunyah makanan. Yuda membalas tatapan dari temannya lalu angkat bicara.

YUDA

Gimana ya ... cara dapatin duit sendiri?

Pertanyaan itu membuat Fadi tampak sedikit terkejut sebelum melengkungkan senyum dari bibirnya yang berisi makanan.

FADI

Emang kiriman lu selama ini belum cukup?

(kembali mengunyah makanan dengan fokus mata pada Yuda)

YUDA

(tersenyum salah tingkah)

Dibilang cukup, ya, cukup gak cukup sih.

Tapi, ya, kita juga kan pengen bisa hidup sendiri

tanpa nunggu kiriman terus.

Yuda melirik Fadi yang mengangguk paham.

YUDA (LANJUTAN)

Lu juga mikir gitu, kan?

(memastikan)

Fadi mengangguk mengiyakan lalu menelan makanannya untuk menjawab.

FADI

Iya, sih. Gue juga ada kepikiran gitu.

Tapi, ya gimana. Gue belum bisa apa-apa.

Kuliah aja ini masih banyak ngulang.

Yuda menarik napas dalam.

YUDA

Gue, sih, karena gak bisa apa-apa, ya,

mending modalin orang aja.

Jadi kalau lu ada ide bisnis gitu,

kita bisa aja kerja sama.

Lu pake duit modal gue dulu.

Fadi yang mendengar itu tampak tertarik. Tapi menggelengkan kepalanya cepat sambil tersenyum.

FADI

Gue sebulan lalu kan bikin kaos Tie-Dye itu.

Terus satunya berhasil gue jual.

Tapi asli nyesel banget, soalnya bajunya bagus

dan gue belum sempet bikin lagi.

Buat bikin baru lagi kayaknya

gue belum ada waktu sih.

(merasa agak kecewa di akhir)

YUDA

Terus soal kaos yang lu desain gimana?

Fadi menyelesaikan kunyahan terakhirnya.

FADI

Kalau yang itu sih gue gak terlalu PD.

Gue udah nyoba desain tapi baru satu yang jadi,

masih belum paham typografi yang bagus gimana.

Yuda sedikit manyun saat berpikir. Fadi bangkit bersama bungkus makanannya menuju kamar mandi untuk mencuci tangan.

Kembali dari kamar mandi, Fadi kembali melanjutkan sedikit perkataannya.

FADI (LANJUTAN)

Nanti deh, gue lihat lagi. Kalau udah kelar

gue tunjukin, lu lihat ntar

apa desainnya bisa dijual atau enggak.

Yuda yang masih duduk di dalam kamarnya mengangguk.

Fadi kemudian masuk ke kamar Dava.

INT. KAMAR KOS DAVA - SIANG

Dava tengah tertidur di kasur saat Fadi memasuki kamarnya. Fadi yang teringat ponselnya tadi masih belum dipungut kini menyisir daerah lantai sekitar kasur.

Fadi menemukan ponselnya tergeletak dengan layar mati. Ia memungutnya dan menekan tombol power mencoba membuka layar ponsel. Namun, rupanya ponsel sudah dalam kondisi mati. Sehingga layar menunjukkan proses booting dan merek ponsel.

Fadi duduk di samping Dava di atas kasur menunggu ponselnya menyala sempurna. Ia melirik layar ponsel yang masih menunjukkan proses loading.

Raut muka Fadi mulai masam. Ia mulai merebahkan tubuh. Layar ponsel masih menunjukkan hal sama, pergerakan titik-titik melingkar menandakan proses loading. Menatapi itu, Fadi jadi mengantuk dan tanpa sadar terlelap.

Gelap.

INT. RUANG KELUARGA RUMAH FADI - MALAM

Fadi sedang terbaring di atas lantai papan kayu berlapis permadani lembut, tempat dia biasa memasuki mimpi di malam hari.

Tiba-tiba suara kaki bergerak cepat berdentum dengan tangga rumah panggung itu bersamaan sahutan pemiliknya, RIAN (25) yang membangunkan Fadi dan yang lain.

RIAN

Kalian semua, bangun! Cepat! Ada zombi!

Ada zombi menyerang rumah kita!

Mendengar itu, dengan cepat Fadi menuju jendela dan mengintip gerbang depan rumahnya. Benar saja, ia melihat beberapa sosok mayat hidup mendorong memaksa masuk pekarangan mereka. Tak ayal, Fadi membulatkan matanya panik. Lalu berpikir sejenak dan memandang langit-langit rumah.

FADI

Naik ke loteng! (fadi bergumam tanpa sadar)

Yang lain mendengarkan lalu berlarian menuju kamar dalam, tempat jalan menuju loteng berada. Suara gerbang terdengar ribut seolah jeblos oleh dorongan mayat hidup. Fadi berlari menuju kamar dalam, segera memanjat lewat buku-buku dinding yang bisa diinjak.

Fadi tiba di atas loteng dan segera mengambil tempat di sudut dan meringkuk menutupi dirinya dengan selimut. Suara napas sudara-saudaranya terdengar engah dalam persembunyian mereka.

Sejenak hening. Fadi dalam balutan selimutnya menegang memikirkan mayat-mayat hidup itu memasuki rumah dan menaiki loteng mereka.

Tiba-tiba suara ribut terdengar, langkah tak beraturan bertumbuk dengan papan tangga. Suara napas mereka kembali menderu. Langkah kaki semakin ramai dan tak jelas memasuki rumah.

Tap. Sebuah tangan terdengar menumbuk papan loteng dari arah Fadi naik tadi. Fadi semakin menegang, selimutnya bergetar menahan ketakutan Fadi.

Tap tap tap tap, suara tangan itu jadi tak beraturan. Para mayat hidup sudah berhasil naik. Para saudara Fadi sudah bangun dan membuka selimut persembunyian mereka, mencoba melawan para mayat dengan tangan kosong.

Namun, Fadi masih menggigil di sana. Mengeratkan balutan selimut, berharap tak tersentuh para mayat.

Tapi, sebelah tangan mayat meraih kaki Fadi dari luar selimutnya.

FADI

(histeris)

Arggggh!!!

Ia bangkit dari persembunyiannya. Ia meronta menendang-nendang kakinya.

Fadi berhasil berdiri, tapi terkepung banyak mayat hidup yang mengelilinginya. Ia melirik saudara-saudaranya, mereka tangah dimakan, dikerumuni oleh para mayat.

Fadi semakin panik, ia melirik tempatnya naik tadi dan banyak mayat yang masih mencoba naik di sana. Satu-satunya jalan keluar yang ia temukan adalah lewat atap depan di mana jika ia jatuh langsung sampai ke pekarangan depan rumah.

Fadi melirik mayat di depannya, hanya satu yang menutupi jalan menuju atap itu.

Fadi pun berlari menerobos dengan mendorong satu mayat yang berhasil menariknya paksa. Mereka saling tarik, tapi Fadi berhasil melepaskan tangannya.

Meski berhasil lepas, Fadi kehilangan keseimbangan saat berada di atap depan rumahnya. Tubuhnya terdorong jatuh dari atap yang berbentuk miring. Ia terjatuh tepat di pekarangan rumah dengan kaki tiba lebih dulu melindungi perutnya.

Alhasil kaki itu patah, Fadi meiringis menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

Dan saat ia mengangkat kepalanya dari luka di kaki, ia justru mendapati lebih banyak mayat mengerumuni. Mereka kini siap untuk mencabik-cabik tubuh Fadi.

FADI

(histeris)

Argggghhhh!!!

INT. KAMAR KOS DAVA - SORE

Fadi terbangun akibat mimpi buruknya dengan napas terengah. Ia melirik samping dan mendapati Dava sedang tersenyum miring ke arahnya. Fadi kembali ke dua ruas kakinya yang tampak baik-baik saja.

DAVA

Cupu! Mimpi buruk aja teriak-teriak gitu.

Fadi mendengar itu sontak melirik Dava dengan tatapan tak terima, sementara Dava masih dengan senyum miringnya.

Fadi meraih bantal dan menimpuk Dava tepat di mukanya.

Dava hendak membalas, tetapi Fadi dengan cepat mendecak mengisyaratkannya bahwa dia sedang tak ingin bercanda.

Namun, Dava tetap melakukannya. Ia menimpuk punggung Fadi dengan bantal yang sama.

Fadi mendecak, agak kesal. Masih menyesuaikan diri setelah mimpi buruknya barusan, sementara Dava memeleti mencoba menyulut emosinya.

Fadi berusaha acuh, ia mengusap muka dan memungut ponsel di samping kasur. Fadi menekan tombol daya. Layar ponsel dimulai dari hitam dan menunjukkan proses booting dan merek ponsel. Itu membuat alis Fadi naik tak terima.

FADI

Padahal tadi dah dinyalain, loh!

Masa belum nyala juga. Atau mati lagi?

DAVA

Hayo loh, hp-nya rusak!

Fadi melirik Dava dengan wajah kesalnya yang serius. Ia benar-benar tak ingin bercanda sekarang. Namun, Dava tak tahu waktu. Ia memukul pundak Fadi dengan tangannya yang terkepal ringan.

DAVA

Apa lu lihatin gue kayak gitu?

Lu mau berantem sama gue?

Merasakan pukulan dan perkataan itu membuat Fadi benar-benar lemas. Tenaganya sudah terkuras oleh mimpi buruk dan kekesalannya sendiri.

Segera saja ia bangkit dan mengambil langkah bersama dengan charger ponsel dan ranselnya.

Fadi berjalan keluar kosan sambil memasukkan ponsel dan chargernya ke dalam ransel.

Dava terpelongo karenanya.

FADE OUT TO BLACK

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar