Kilatan Condromowo
4. Bagian tanpa judul #4
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

CUT TO:

34. EXT : BELANJA DI PASAR

            Berpagi-pagi Rianto dan Wibowo belanja ke pasar, dengan tujuan membeli peralatan. Membeli tali, kayu reng, gergaji kayu, paku dan kawat. Tiba-tiba Wibowo membeli kukusan dari anyaman bambu. Tingkah Wibowo ini membuat Rianto heran dan penasaran.

RIANTO

Untuk apa kukusan.

(Wibowo hanya diam, di kios peralatan dapur ia mengambil dan membayar dua buah kukusan).

RIANTO

Kukusan ini untuk apa?

WIBOWO

Saat meneliti saluran air yang ditunjukkan hermin. Kita nanti menyamar sebagai orang pencari telur semut. Biar orang tidak curiga.

RIANTO

Telur Semut

WIBOWO

Benar, telur semut rang-rang.

(Telur semut rang-rang banyak dimanfaatkan sebagai makanan burung berkicau. Perburuan masih tradisional. Galah kayu atau bambu dengan ujung digantungi kukusan, digunakan untuk merobek-robek rumah semut. Telur yang jatuh, akan tertampung oleh kukusan.

Sebenarnya telur Semut Rang-Rang dapat ditermakkan, dengan cara memindahkan semut-semut ke sarang buatan yang dikurung dalam kawat kasa halus. Telur-telur semut secara berkala akan dapat diambil tanpa membunuh semut, terutama ratu. Bila ratu semut terbunuh, daur pengeluaran telur terhenti. Ratu hanya bertugas menghasilkan telur).

CUT TO:

35. EXT : SURVEY SALURAN AIR

Rianto dan Wibowo telah siap dengan peralatan untuk survey saluran air yang telah diucapkan Hermin. Peralatan utama yang disiapkan berupa tangga dari tali, anak tangga dibuat dari potongan kayu yang diikat dengan kawat. Menurut perhitungan Wibowo tali besar disebut geber yang disiapkan cukup untuk menahan 4 orang bergelantungan. Dengan memanggul galah kayu dengan ujung diikat anyaman kukusan, Rianto dan Wibowo berangkat menuju sungai di belakang rumah tuan Jalal. Jalan yang dilalui ditempuh memutar lebih jauh. Pakaian yang lusuh kotor dengan debu yang tebal, membuat semakin tidak menarik kecurigaan orang. Walau dengan susah payah, Wibowo dan Rianto sampai juga di tebing atas sungai. Kedalaman air cukup dalam membuat orang merinding bila melihat ke bawah.

WIBOWO

Saya seperti mendengar gemericik air.

(Kata Wibowo sambil menaruh telapak tangan di dekat telinga).

RIANTO

Benar, saya juga mendengar.

WIBOWO

Ayo kita cari.

(Wibowo lalu menaiki gundukan bukit yang terjal. Akar-akar pohon yang bertebaran dapat dijadikan pegangan).

WIBOWO

Gemericik air di bawah sini.

RIANTO

Benar,.. kak, ayo coba turun.

WIBOWO

Kukira tak lebih dari sepuluh meter.

(Wibowo lalu mengikatkan ujung tali tangga pada pohon besar yang banyak tumbuh di tempat itu, sedang gulungan tangga terus dilemparkan ke bawah).

RIANTO

Saya turun dulu!

(Sambil mengangkat bahu. Rianto dengan cekatan berpegangan tali, menuruni anak tangga, tidak sampai seperempat jam sudah naik lagi).

RIANTO

Sukses ... kak Bowo.

WIBOWO

Ada nggak.

RIANTO

Tepat sekali, ada saluran air kira-kira berdiameter satu setengah meter. Berarti saat lewat harus agak merunduk.

WIBOWO

Tadi apa sudah mencoba masuk?

RIANTO

Oh ... tidak! letak tangga perlu digeser ke kiri satu meter.

(Rianto sambil melepas ikatan tali. Ikatan tali digeser dan diikatkan lagi pada pohon yang diperkirakan tangga tali akan tepat mengenai bibir saluran air. Dianggap cukup, lalu tangga tali digulung dan diletakkan di bawah pohon tempat mengikat. Sebelum pergi, tangga tali ditutupi dengan serasah daun yang banyak berserakan).

WIBOWO

Ayo, pergi dari sini! nanti malam kembali.

RIANTO

Ke mana kak ?

WIBOWO

Meneruskan mencari telur semut. Nanti ditempat yang nyaman berhenti sambil menanti malam hari.

(Rianto dan Wibowo jalan pelan-pelan menjauhi sungai. Tidak lupa bila menemukan sarang semut Rang-rang, galah digunakan untuk merobek sarang semut yang berbentuk seperti bola. Kukusan di bawah langsung menampung telur-telur yang berjatuhan).

CUT TO:

36. EXT : MENYUSURI SALURAN AIR RUMAH JALAL

         Malam menunjukkan pukul sepuluh sinar semburat rembulan nampak hampir bulan sabit. Rianto dan Wibowo telah berada di kawasan sungai belakang rumah tuan Jalal. Dengan bantuan lampu senter mereka dapat menemukan tebing sungai. Pelan tapi pasti Rianto berjalan disusul Wibowo, sampai juga di bukit sungai tepat di atas saluran air. Setelah turun melewati tangga tali dan masuk ke muara saluran, Air yang mengalir hanya seperempat saluran, namun sudah membasahi pakaian. Mereka terus berjalan, payah memang selain sangat dingin, badan harus membungkuk juga napas terasa sesak.

Tiba-tiba Rianto berhenti.

RIANTO

Saya sudah melihat sinar lampu, berarti sudah dekat.

(Suara Rianto yang pelan menjadi keras. Suara menggema dalam ruang saluran).

WIBOWO

Ayo terus mendekati lubang saluran di kolam!

RIANTO

Saya ke luar dulu, kak Bowo tetap berjaga saja disini.

WIBOWO

Baiklah, selamat berjuang!

CUT TO:

37. INT : MENGETUK PINTU KAMAR

        Rianto sudah sampai di lubang kolam pembuangan air, ia melihat suasana aman. Tak ada penjagaan. Rupanya pemilik rumah tidak memasang penjaga dari belakang, mereka pikir, tidak aka nada penyusup dari belakang. Rianto melihat adanya para wanita. Mungkin semua penghuni sudah tertidur. Rianto harus berenang dulu agar sampai di halaman yang ditanami rumput. Sambil menengok kanan-kiri mengamati nomor kamar, Rianto segera menuju kamar nomor 205. Diketuk jendela kaca dengan pelan.

RIANTO

Dik ... dik ... dik!”

(Tidak ada jawaban, diulangi lagi dengan keras)

RIANTO

Dik ... dik ... dik

Dari dalam kamar terdengar suara.

SEORANG WANITA

Siapa itu?

RIANTO

Aku Rianto!

SEORANG WANITA

Siapa?

RIANTO

Aku Rianto, Wibowo!

(Mendengar kata Rianto, Wibowo pintu kamar dibuka dan Rianto masuk ke dalam kamar).

RIANTO

Benar kau Rini?

RINI

Benar Mas, masak lupa!

RIANTO

Bukan lupa, tapi seperti nggak percaya!

RINI

Mungkin tubuhku yang semakin kurus

RIANTO

Terus dimana Mbak Astuti?

RINI

Itu tidur, masih belum bangun. Tadi ngobrol sampai malam. Rasa lelah membuat tidur menjadi nyenyak dan mendengkur.

RIANTO

Apa sejak dulu selalu dengan mbak Astuti?

RINI

Oh ... tidak, aku dengan Mbak Astuti setelah Hermin teman sekamarku meninggal.

CUT TO:

38. INT : MEMBANGUNKAN ASTUTI

 

Rianto menyuruh Rini untuk membangunkan Astuti. Rini segera bergerak menuju kamar tempat Astuti tidur. Astuti yang dibangunkan terkejut geragapan, saat mengetahui ada Rianto adik lelakinya.

RIANTO

Ayo sudah! cepat!

ASTUTI

Ke mana?

RIANTO

Lari dari neraka ini!

(Rianto tak berkata lagi, ia menarik tangan Rini untuk ke luar dari kamar. Di belakang Astuti mengikuti. Di dekat kolam Rianto berhenti dan berkata.

RIANTO

Ayo berenang ke lubang saluran itu.

RINI

Aku nggak bisa berenang.

CUT TO:

39. EXT : LOLOS DARI RUMAH PETAKA

Rianto segera turun ke kolam dan menggendong Rini untuk dibawa menuju saluran air, sedang Astuti mengikuti dari belakang. Tiga sosok manusia itu terus melompat ke dalam saluran air. Astuti kaget bukan kepalang ketika dihadapannya telah berdiri sambil jongkok orang yang selama ini dirindukan. Tanpa basa-basi dipeluk sang suami sambil menangis sejadi-jadinya. Wibowo mengingatkan Astuti untuk meredakan emosi diri. Masih ada beban berat yang harus dijalani yakni ke luar dari lorong maut. Dua pasang manusia itu lalu berjalan mengendap-endap diterangi lampu senter. Semangat yang tinggi memberi motivasi untuk ke luar dan menyelamatkan diri. Masalah besar terjadi saat harus menaiki tangga tali, sebab bila terpeleset maut telah menanti. Naluri Wibowo terbukti, malam yang gelap dan rasa takut dapat membuat lemah pegangan tangan pada tangga tali. Perbekalan tali yang telah disiapkan Wibowo menjadi sangat berguna.

WIBOWO

Aku naik dulu..ya.

RIANTO

Silahkan..kak.

(Wibowo naik tangga tali paling dulu, tubuh diikat dengan tali dan ujung tali lain diikatkan kuat ke pinggang Astuti. Begitu pula pada Rianto tubuh diikat dengan tali yang dikaitkan ke pinggang Rini. Setapak demi setapak Wibowo terus menaiki tangga tali, bila terasa lelah istirahat sebentar untuk mengumpulkan energi. Perjuangan Wibowo, Astuti, Rianto dan Rini untuk menaiki tangga tali akhirnya berhasil).

RIANTO

Kita telah sampai di tempat yang aman.

WIBOWO

Kita istirahat sejenak.

(Kata Wibowo dengan napas terengah-engah. Empat orang manusia, baru menjalani langkah berat. Merangkak dalam saluran dan naik tangga tali, sangat menguras energi).

ASTUTI

Apa rencana kita, setelah ini mau kemana?

Apa langsung pulang ke rumah?

WIBOWO

Sebaiknya kita tak pulang ke rumah dulu, nunggu situasi aman.

ASTUTI

Lalu kemana?

WIBOWO

Untuk sementara kita hijrah ke tempat tinggale Hermin di Gunung Salak.

ASTUTI

Hermin yang juga disekap Jalal itu?

RIANTO

Benar Mbak.. Hermin beberapa hari lalu sudah pulang!

ASTUTI

Kok bisa pulang lebih dulu.

(Rianto dan Wibowo lalu sekilas menceritakan kejadian yang telah mereka lakukan).

ASTUTI

Ok.. aku setuju ayo kita kesana…..

(Mereka berempat akhirnya berusaha keluar dari saluran air. Rianto berjalan paling depan. Disusul Rini, lalu Astuti dan paling belakang Wibowo. Penerangan dua lampu senter menolong perjalanan mereka untuk ke luar dari kawasan cengkeraman tuan Jalal.

CUT TO:

40. EXT : DI TERAS RUMAH

        Hampir dua tahun Wibowo menjalankan tugas sebagai dokter PTT. Suasana bahtera keluarga dokter Wibowo berlangsung dalam suasana harmonis dan bahagia. Kebahagian dokter Wibowo semakin lengkap dengan akan datangnya anggota keluarga baru, yang sekarang bertapa dalam rahim Astuti. Riwayat masa lalu yang menyedihkan berusaha untuk dihilangkan.  Astuti juga merasa lega, sebab teman wanita yang disekap tuan Jalal telah dibebaskan dalam operasi aparat keamanan. Kesaksian Hermin, Astuti, Rini, dokter Wibowo dan Rianto di pengadilan memberatkan tersangka. Tuan Jalal harus mengganti seluruh kerugian materiil dan moril yang diderita wanita yang telah disekap serta menjalani penjara seumur hidup. Sebuah hukuman setimpal yang memang patut dijalani. Dokter Wibowo merencanakan bila masa PTT sudah habis, ingin bersekolah lagi di Surabaya mengambil program dokter spesialis dan S-2).

WIBOWO

Bulan depan aku mudik ke Surabaya.

RIANTO

Apa mbak Astuti ikut?

ASTUTI

Pasti ... dong!

RIANTO

Terus!

ASTUTI

Rumah ini kamu tunggui

RIANTO

Berapa lama di Surabaya?

WIBOWO

Minimal 2 tahun itu kalau sekolah selesai. Kalau meneruskan sekolah lagi  bisa 4 atau 5 tahun bahkan lebih.

RIANTO

Woow ... lama sekali!

WIBOWO

Ya ... begitulah, kukira itu langkah terbaik untukku.

RIANTO

Tapi bila ke Surabaya ikut kapal saya saja, Kak ... lumayan gratis.

WIBOWO

Tak apa yang penting aman.

(Sekarang Rianto bekerja sebagai pedagang antar pulau. Hampir setiap bulan sekali pergi ke Surabaya untuk hubungan dagang. Dari Kalimantan membawa kayu olahan untuk dijual di Surabaya, sedang dari Surabaya membawa berbagai barang yang belum banyak di produksi diKalimantan. Misal aneka alat dan bahan kebersihan seperti sabun, pasta gigi atau sabun cuci. Selain itu alat-alat kecantikan, terkadang juga membawa mesin-mesin, seperti selep tepung, traktor tangan, mesin listrik, dan lain-lain).

CUT TO:

41. EXT : DI PELABUHAN ANTAR PULAU

        Dokter Wibowo telah menuntaskan pengabdian sebagai PTT dengan baik. Dokter Wibowo bersama Astuti berencana pulang ke Surabaya dengan ikut kapal dagang yang dicarter Rianto. Siang itu keadaan cuaca di pelabuhan pantai “Asam-Asam" sangat cerah. Angin berhembus lembut, menyebabkan ombak laut berkejar-kejaran teratur. Di tepi pantai itu Rianto dengan didampingi dokter Wibowo dan Astuti tengah memperhatikan anak buah kapal! (ABK) menaikkan muatan.

        Tiba-tiba orang-orang yang sedang sibuk itu berhenti bekerja. Pandangan tertuju pada benda yang meluncur di pinggir pantai. Di kejauhan kelihatan debu pasir halus yang kering mengepul, seperti diterjang oleh benda yang sedang berjalan keras. Kian lama makin jelas dan kelihatan seseorang menaiki sepeda motor menuju ke arah kapal. Sepeda motor itu sudah dekat sekali. Sekarang sudah jelas wajah pengendaranya, yang mengenakan jaket merah dan di kepala diikatkan sehelai kain yang menutupi dahi. Pandangan mata tajam dan di atas bibir terlihat kumis yang baru dipotong.

Pengendara sepeda motor lalu mendekati ABK dan bertanya.

PENGENDARA SEPEDA

Siapakah pemilik kapal ini?

ANAK BUAH KAPAL (ABK)

Ada apa tuan?

PENGENDARA SEPEDA

Saya ingin menumpang.

ABK

Tunggu sebentar, tuan juragan kapal sedang ke warung

CUT TO:

42. EXT : TAMU BARU DI PELABUHAN

       Tidak lama kemudian Rianto diiringi dokter Wibowo dan Astuti sudah berada di samping kapal. Tamu yang baru datang dipertemukan dengan Rianto.

ABK

Tuan Rianto ada tamu!

(Teriak ABM bernama Poniran dengan suara lantang dari atas kapal)

RIANTO

Siapa?

(Tanpa diperintah tamu yang mengendarai sepeda mendekati Rianto dan berucap salam)

TAMU ASING

Permisi tuan, saya Handoko

RIANTO

Ohh .... silakan tuan, apa yang bisa saya bantu?

HANDOKO

Bolehkah saya ikut menumpang ke Surabaya, sebab saya ketinggalan kapal. Habis ban sepeda saya gembos, lama untuk menembel.

RIANTO

Kapal apa yang anda pesan?

HANDOKO

Baruna Jaya, tuan.

RIANTO

Betul, berangkat satu jam yang lalu.

HANDOKO

Ongkosnya berapa?

RIANTO

Sudahlah nanti bisa berunding di atas kapal.

HANDOKO

Dengan sepeda juga lho tuan.

RIANTO

Baik ..... nanti berangkat jam tiga sore.

WIBOWO

Wah lupa! .. Siapa nama tuan?

(Dokter Wibowo yang sejak tadi hanya menjadi pendengar setia, menyela).

WIBOWO

Boleh saya berkenalan, nama saya Wibowo.

HANDOKO

Nama saya Handoko.

(Kata tamu pria tersebut sambil menyerahkan tanda pengenal).

WIBOWO

Ini istri saya Astuti.

RIANTO

Saya Rianto.

(Rianto menyuruh Handoko untuk menunggu. Sementara akan mengurus berbagai surat perjalanan kapal pada syahbandar).

CUT TO:

43. EXT : BERLAYAR MENUJU SURABAYA

        Jam tiga sore lepas jangkar, kapal bertolak pelan-pelan. Sore itu cuaca sangat baik. Sampai malam walau tidak ada sinar bulan, bintang-bintang kelihatan dengan indah bagaikan intan yang tersebar di langit. Sebentar-sebentar nampak gerakan komet bagaikan bunga api yang meluncur dari satu tempat ke tempat lain. Udara makin lama makin dingin dan keadaan makin sepi, yang terdengar hanya suara orang bercakap-cakap dan suara air laut yang terbelah oleh gerakan kapal. Larut malam semua orang tertidur, kecuali para ABK yang bertugas menjalankan kapal. Walau larut malam, Wibowo, Rianto dan Astuti masih belum juga tidur.

WIBOWO

Laut sangat ramah dalam perjalanan ini.

ASTUTI

Perjalanan sangat lancar.

RIANTO

Semoga dimudahkan urusan kita.

ASTUTI

Amiien.

CUT TO:

44. EXT : PAGI HARI DIATAS KAPAL

         Malam telah lewat dan hari pagi mulai datang. Di ufuk timur, sang surya mulai bangun dari tempat tidurnya. Para penghuni kapal begitu juga, kegiatan bermacam-macam. Ada yang gerak senam, melihat keindahan laut dan ada yang bermalas-malas hanya bersenda gurau. Rianto, Wibowo dan Handoko duduk-duduk di geladak kapal paling atas sambil memandang laut lepas. Mereka saling menceritakan pengalaman masing-masing.

WIBOWO

Adakah tuan Handoko mempunyai cerita yang mengesankan pada waktu masih kecil?

HANDOKO

Tidak ada, sejak kecil sudah susah. Sejak kecil ayahku sudah mengajari untuk mencuri kayu di hutan. Kalau mencari ikan di sungai dengan racun.

RIANTO

Untuk apa kayu itu?

HANDOKO

Hidup kami miskin, tak ada pekerjaan lain, akhirnya ya ... hanya bisa mencuri kayu. Terkadang kalau dapat menangkap burung, lumayanlah untuk tambahan penghasilan

WIBOWO

Dari dulu sampai sekarang hutan terus dirusak

HANDOKO

Kalau tuan Rianto apa kenangan masa kecilnya?

RIANTO

Kalau saya hanya gemar main sambitan laying-layang. Tapi layang-layangku tidak ada yang menandingi, tinggi dan kekuatan benangnya. Begitu terjadi sambitan benang lawan dijamin segera putus

HANDOKO

“Wah. wah.. hebat sekali!

(Komentar Handoko, lalu melanjutkan pertanyaan ke Wibowo)

HANDOKO

Kalau tuan Wibowo bagaimana cerita tentang tangan yang sakit itu

(Wibowo terkejut atas pertanyaan Handoko dan kemudian menjawabnya)

WIBOWO

O ... ini bukan sakit. Tanganku ini mengandung riwayat

(Kemudian Wibowo menceritakan riwayatnya mulai dari pertemuan dengan orang misterius di jembatan Biru sampai pada penyelamatan istrinya dari sekapan tuan Jalal. Handoko mendengarkan dengan penuh saksama dan mengangguk-anggukkan kepala)

HANDOKO

Tuan Wibowo, bencikah? dendamkah kepada si jaket hitam Margono?

WIBOWO

Tidak! riwayat buruk saya sebagai takdir Tuhan Yang Maha Esa

HANDOKO

Masih ingatkah tuan dengan bedebah Abdul Rasid?

WIBOWO

Jangan dipanggil bedebah tuan, meskipun dia terkenal sebagai bajak laut tapi dia telah menolong saya dalam menemukan Astuti dan Rini dari sekapan tuan Jalal

(Mendengar uraian Wibowo, Handoko tersenyum sambil mengelus-elus dagu). 


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar