Kilatan Condromowo
2. Bagian tanpa judul #2
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

 CUT TO:

12.     EXT : MENUJU RUMAH DI PERKAMPUNGAN

          Dua orang itu kemudian berjalan melewati Jembatan Biru. Margono berjalan di depan dan Dokter Wibowo mengikuti dari belakang. Sampai di ujung jembatan melalui jalan yang cukup jauh. Kadang-kadang masuk gang dan becek. Walau agak bingung, sebab belum pernah mendatangi, tapi Dokter Wibowo mencermati dengan baik jalan yang telah dilewati. Sampai di depan rumah yang besar namun terpencil dari rumah tetangga, Margono berhenti. Melihat rumah yang megah itu pertanda dimiliki oleh orang yang kaya. Di halaman rumah ada taman bunga dan berbagai mainan anak, seperti ayunan, kursi putar dan jomplangan.

MARGONO

Mari terus masuk.

(Sambil bersamaan membuka pintu halaman. Memasuki rumah, di depan tersedia meja kursi yang diatur berderet-deret seperti tempat pertemuan. Masuk ke dalam lagi dan berbelok ke kanan Margono berhenti di depan kamar dengan pintu terbuka).

                                        MARGONO

Silakan masuk, inilah istriku!

 

CUT TO:

13.       INT : DI KAMAR  RUMAH DI PERKAMPUNGAN

        Dokter Wibowo sejak tadi diam dan hanya mengikuti perintah Margono. Di dalam kamar hanya diterangi sebuah lampu yang dibungkus kertas warna merah. Sinar lampu merah membuat suasana kamar mencekam. Pojok kamar terdapat meja kecil dari marmer dan di atasnya tersusun bermacam-macam alat kecantikan. Terlihat pula seorang wanita yang terbaring di tempat tidur. Badan diselimuti kain dari kaki sampai kepala, hanya rambut yang panjang dibiarkan terurai di atas bantal.

MARGONO

Cepat kerjakan tuan dokter, jangan terlalu lama!

WIBOWO

Sebentar, akan saya periksa dulu.

 (Sambil meletakkan tas di meja. Cekatan dokter Wibowo mengeluarkan stetoskup, selanjutnya memeriksa tubuh seorang wanita tidur di atas tempat tidur).

MARGONO

Cepat, dokter!!

(Berkata dengan nada tinggi, setengah membentak).

WIBOWO

Wanita ini belum meninggal, hanya tidak sadarkan diri.”

MARGONO

“Ya ... lakukan dokter!”

WIBOWO

Benar, tapi harus prosedurlah!

(Kata dokter Wibowo sambil mengambil kertas perjanjian dan diserahkan kepada Margono).

WIBOWO

Silakan ditandatangani.

(Margono ternyata tidak mengambil bollpoin. Tetapi justru mengambil sebilah pisau panjang yang telah disiapkan di bawah tempat tidur).

MARGONO

Kalau dokter terlalu lama, justru pedang ini yang akan menuntaskan!

WIBOWO

Tuan mengancam?

MARGONO

Cepat, dokter!

(Margono berkata dengan pedang didekatkan ke tubuh dokter Wibowo. Dokter Wibowo segera mengeluarkan pisau operasi kecil. Kepala wanita itu dipegang tangan Kiri, langsung tangan kanan mengiris daun telinga. Tetapi alangkah terkejut Dokter Wibowo, tiba-tiba wanita itu siuman).

WANITA

Aduh… sakit.!

 (Darah mengalir dari bekas irisan. Dengan obat dan perban Dokter Wibowo menutup luka agar darah berhenti mengalir. Selesai menutup luka tiba-tiba: “Tap!!” lampu kamar padam, hanya kegelapan yang ada. Dokter Wibowo segera memanggil Margono).

WIBOWO

Tuan ... Gono, tuan jaket hitam!

CUT TO:

15.   EXT : KAMAR DALAM KEGELAPAN

          Suasana dalam kegelapan begitu mencekam. Berkali-kali Dokter Wibowo memanggil Margono tidak ada jawaban.  Dalam gelap gulita Dokter Wibowo meraba-raba mencari tas, setelah menemukan dan mengemasi seluruh peralatan langsung meninggalkan tempat itu, lalu berusaha keras untuk keluar dari rumah. Ternyata Margono sudah lenyap ditelan kegelapan malam. Sedikit sinar bulan menolong dokter Wibowo sampai di halaman rumah. Kemudian menyusuri jalan dan gang masih diingat agar cepat sampai di rumah. Dokter Wibowo baru sadar bahwa telah ditipu oleh orang yang bernama Margono atau si jaket hitam, ia sendiri tidak tahu apa motif pemaksaan pemotongan daun telinga.

WIBOWO

Sial nian, nasibku hari ini.

(Dokter Wibowo, seolah menyesal. Namun terus berusaha pulang dengan menyusuri jalan yang telah dilalui saat berangkat bersama Margono).

CUT TO:

16.   INT : DALAM RUMAH PRIBADI

        Pagi itu Astuti membantu Rini untuk membuka toko. Satu-persatu kayu penutup toko dibuka. Astuti membersihkan debu yang menempel pada tas, topi maupun barang dagangan yang lain.

Sementara dokter Wibowo masih berbaring di atas ranjang. Sebetulnya sudah bangun, memang semalaman kurang tidur memikirkan kejadian yang telah dialami. Pikiran resah, sebentar menelungkup, kemudian miring atau terlentang. Muka ditutupi bantal guling agar melupakan kejadian semalam. Usaha itu tidak dapat menyingkirkan kekalutan pikiran. Bagaimana tidak lupa? memang kejadian itu mengoyak jiwa sebagai seorang dokter. Apakah salah melakukan tindakan itu, namun karena ada paksaan.

ASTUTI

Mas... mas, sudah siang! sudah jam sembilan!

(Dengan tangan basah Astuti memegang kaki dokter Wibowo)

WIBOWO

Ada apa Astuti?

ASTUTI

Sudah siang, apa tidak ke kantor?

WIBOWO

Apa kamu lupa hari libur?

ASTUTI

Sekarang bukan hari Minggu!

WIBOWO

Lihat itu kalender, sekarang tanggal merah.

(Sambil bangun dari tempat tidur menuju kamar mandi).

ASTUTI

Masih ngantuk mas?

(Astuti menggoda. Dokter Wibowo tidak menjawab, sebab sudah tahu sifat istrinya yang sering menggoda).

CUT TO:

17.   EXT : MENUJU RUMAH DI PERKAMPUNGAN

           Dokter Wibowo segera ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Namun tidak seberapa lama ke luar dari kamar mandi dengan tergesa-gesa. Ada sesuatu yang dipikirkan dan segera diketahui. Tas diambil dan dibongkar seluruh isi yang ada. Sebentar-sebentar kelihatan tangan menggaruk-garuk rambut atau menggelengkan kepala. Dokter Wibowo hanya mendesah.

WIBOWO

Di mana pisau! jatuh atau tertinggal?

ASTUTI

Makan pagi sudah disiapkan!

(Kalimat ajakan Astuti pada dokter Wibowo untuk makan. Namun kalimat itu seolah tak dapat menembus telinga dokter Wibowo, yang gelisah).

CUT TO:

18. EKT : PRAKTIK DOKTER TUTUP

       Waktu terus berputar, jam berganti jam dan selama lima hari dokter Wibowo menutup praktek melayani masyarakat umum. Dokter Wibowo juga ijin dari kantor untuk tidak masuk kerja. Hari-hari libur memang digunakan menentramkan pikiran yang galau.

Di depan pintu praktek tertulis:

 Dokter Wibowo pergi, Buka hari Senin pekan depan.

CUT TO:

19. INT : PETAKA DI RUANG PRAKTIK DOKTER

        Pasien yang datang berobat begitu melimpah saat hari pertama dokter Wibowo melakukan praktek umum. Di antara pasien yang datang terdapat dua orang yang minta untuk dilayani terakhir. Seorang pria dengan tubuh besar dan kekar, sedang satunya bertubuh kurus. Seperti biasa ketika melayani penderita, dokter Wibowo melayani dengan ramah tamah.

WIBOWO

Bapak sakit apa?

ORANG TUBUH BESAR

Saya tidak sakit, hanya berkonsultasi saja.

WIBOWO

Lalu apa masalah tuan?

ORANG TUBUH KURUS

 Apakah ini pisau milik dokter?

WIBOWO

Benar itu pisau milik saya

(Dokter Wibowo agak ragu menjawab, akan dijawab 'ya' bagaimana jadinya, dijawab 'tidak' hati nuraninya tidak terbiasa untuk berbohong)

ORANG TUBUH BESAR

Kalau memang betul, sekarang juga dokter harus bertanggung jawab

WIBOWO

 Silakan lapor Polisi dan dibuktikan di pengadilan siapa yang bersalah.

 Saya melakukan karena dipaksa seseorang

ORANG TUBUH BESAR

Itu terlalu lama dok…berbelit dan sering tidak memuaskan

WIBOWO

Maksud tuan?

ORANG TUBUH BESAR

Saat ini. Hitungan per detik tuan! Detik ini keadilan dilakukan. Begini dokter, dalam hukum adat kami. Hutang nyawa harus dibayar nyawa, telinga dibayar telinga, karena tuan telah memotong telinga, maka sebagai ganti telinga tuan harus dipotong. Namun pesanan orangtua gadis yang punya telinga terpotong, minta ganti jari tangan tuan. Kamipun harus membawa jari-jari tuan sebagai bukti bahwa kami telah melakukan pekerjaan dengan baik.

(Tanpa diperintah orang yang bertubuh besar dan kekar segera memegang tubuh okter Wibowo. Pria yang lebih kurus, memegang tangan kana dokter Wibowo. Sementara tangan kanan telah memegang pisau pendek, namun berkilau dan tajam. Secepat kilat 2 ruas jari kelingking dan jari manis telah lepas, darah segar mengucur dengan deras).

ORANG TUBUH BESAR

Sebelum saya pergi, mana saya bantu untuk menghentikan darah tuan.

WIBOWO

Ya..

(Dokter Wibowo hanya berkata sedikit, dengan isarat tangan kiri memerintahkan 2 orang pria dihadapannya untuk membalut luka, setelah darah tak mengalir, dua pria itu mohon diri dan segera lenyap ditelan kegelapan malam. Dokter Wibowo segera menyuruh Rianto untuk menutup ruang praktik. Rianto merupakan adik kandung Astuti, yang selama ini menjadi petugas administrasi pasien. Rianto yang berada di luar ruang praktik, tidak mengetahui yang menimpa dokter Wibowo. Peran Rianto sebelumnya dilakukan Astuti sendiri, itupun bila pasien melimpah. Bila pasien sepi langsung ditangani dokter Wibowo sendiri. Astuti menyuruh Rianto untuk menggantikan, sebab sibuk memanajeri toko).

CUT TO:

20. INT : RUANG KELUARGA

       Dengan tangan dimasukkan ke dalam saku, dokter Wibowo lalu menemui Astuti. Secara perlahan dan sabar dokter Wibowo bercerita panjang lebar, mulai dengan pertemuan seseorang di Jembatan Biru sampai pada malam itu.

WIBOWO

Inilah sekarang jari tangan kananku!”

(Wibowo sambil menarik tangan dari saku dan menunjukkan pada Astuti. Astuti langsung menjerit dan menubruk dokter Wibowo serta menangis tersedu-sedu).

ASTUTI

Besuk lapor Polisi!

WIBOWO

Sudahlah! tak perlu ini memang suratan takdir.

ASTUTI

Tidak! ... tidak rela, saya tidak rela ...!

(Ssuara Astuti dengan sedikit serak).

WIBOWO

Sudahlah jangan menangis, yang penting aku masih selamat.

(Malam terus merangkak, rasa kantuk tak dapat ditahan membuat Astuti dan dokter Wibowo tertidur).

CUT TO:

21. EXT : MENUTUP JAM PRAKTIK DOKTER

       Hari-hari terasa hampa bagi dokter Wibowo. Sementara waktu menghentikan praktik umum dalam melayani warga. Namun bukan berarti telah luntur pengabdian pada masyarakat, dokter Wibowo tetap menjalani sebagai dokter PTT. Kebetulan telah datang lagi dokter PTT, yang juga membuka praktek umum, sehingga pelayanan kesehatan warga masyarakat tetap terlayani. Di depan ruang praktik dokter, tertulis pengumuman.

ISI PENGUMUMAN

Karena ada kesibukan dan kepentingan dinas, mulai hari ini Dokter Wibowo

Sudah tidak menjalani praktik pengobatan kedokteran.

Mohon maaf, atas ketidaknyamannya.

 

CUT TO:

22.   EXT : PESONA SUNGAI BARITO

       Astuti merasa lebih senang, dengan penghentian praktik swasta Dokter Wibowo. Perhatian dokter Wibowo menjadi lebih banyak terutama dalam mengembangkan Toko Asti. Bahkan hampir setiap hari libur selalu berekreasi, terutama naik perahu menjelajahi sungai Barito. Berperahu sambil memancing ikan air tawar di Sungai Barito sangat menyenangkan.

      Di Sungai Barito masih banyak ditemukan ikan. Populasi ikan memang tidak sebanyak dulu, sekarang air sungai mengalami pencemaran. Tidak sedikit pabrik yang nakal. Pabrik dibangun dengan seenaknya tanpa melakukan penetralan limbah dan langsung dibuang ke sungai. Belum lagi sikap sebagian awak perahu yang sering membuang oli atau tumpahan bahan bakar langsung dibuang ke ungai. Kenaikan limbah sungai Barito juga berasal dari proses pertambangan emas. Usaha pertambangan emas dilakukan dengan penggalian tanah sampai lapisan batuan yang mengandung biji emas. Tanah galian ini menjadi bahan erosi yang terbawa air. Sifat bahan galian yang sangat asam menjadi bahan beracun. Batuan yang diduga mengandung biji emas ditumbuk atau dihancurkan, selanjutnya dilakukan proses pencucian atau pendulangan. Ketika pendulangan ini akan terlepas lagi partikel tanah ke sungai. Begitulah pendulangan emas, selain memberi kesejahteraan juga memberi pengorbanan bagi lingkungan.

ASTUTI

Ayo.. kapan kita mancing ikan lagi, di Sungai Barito

(Ajakan Astuti pada Dokter Wibowo).

WIBOWO

Ya.. pekan depan…pas libur hari minggu.

ASTUTI

Ok…saya tunggu.


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar