Kilatan Condromowo
1. Bagian 1
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator
1.    

 EXT : SEBUAH TAMAN DI DEPAN SUATU RUMAH - SORE HARI

        Film dibuka dengan Close Up : Di suatu taman yang indah di depan sebuah rumah. Rumah bertingkat, lantai dua. Taman yang indah, ada berbagai tanaman tinggi, perdu dan rumput. Sementara di taman sedang berjongkok seorang pria muda belia, sedang mencabuti rumput liar yang tumbuh disela-sela rumput dan tanaman perdu.

Sesekali sambil berjalan dijalan setapak diantara rerumputan. Pemuda yang bernama Wibowo itu lalu memanggil sebuah nama.

WIBOWO:

Astuti!...Astuti..

Astuti.. kemarilah !

CUT TO:

2.     EXT: DI TERAS RUMAH

       Seorang wanita muda dan cantik, terlihat menuruni anak tangga rumah bertingkat. Langkah sepatu berbunyi tok..tok.. berjalan pelan menuju taman rumah. Wanita yang bernama Astuti itu memakai rok panjang berwarna ungu kemerah-merahan. Wajah yang cantik semakin berseri dari paduan pakaian yang dikenakan.

ASTUTI

Ada apa Mas Bowo?

Sejak tadi memanggil aku terus?

WIBOWO

Kesinilah, duduk di sini sambil menikmati keindahan tanaman bunga.

Mumpung sekarang sedang libur?

(Wibowo sambil memandang Astuti)

CUT TO:

3.     EXT : DI TAMAN RUMAH

        Pasangan suami istri bernama Wibowo-Astuti itu duduk berdampingan, diatas batu semen cor yang disediakan di dalam taman. Taman yang dibangun di depan rumah, ditanam berbagai jenis tanaman seperti Mawar, bogenvil, melati, kembang soka, kaca piring dan berbagai tanaman bunga lain. Taman sederhana, namun penataan yang bagus menghasilkan pemandangan indah, sebagai satu tempat untuk tempat rekreasi murah di rumah. Astuti dan Wibowo masih bercengkrama di taman.

WIBOWO

Dik Astuti, apa sudah kerasan tinggal di rumah ini?

ASTUTI

Memang aku harus kerasan! Bila tidak aku akan pulang ke Surabaya saja.

Selain itu apakah Mas Bowo sudah mantap menerima aku sebagai istrimu?

(Nada tanya Astuti sambil tertawa).

WIBOWO

Tentu saja sudah mantap, kalau tidak apa alasannya. Bahkan orangtua telah meresmikan hari perkawinan kita dengan meriah. Hal ini memberi hikmah agar kita dapat membangun dan melestarikan rumah tangga yang sakinah, wamadah, warohmah

 

CUT TO:

4.  EXT : DI TAMAN RUMAH

          Memang benar yang disampaikan Wibowo, bahwa ayahnya yang bernama Subroto telah merayakan pernikahan Wibowo dengan meriah. Seluruh keluarga, handaitaulan dan kolega bisnis semua diundang. Lima bulan sebelum pernikahan, Wibowo telah menyelesaikan kuliah di Fakultas Kedokteran. Dokter Wibowo lulus dengan predikat sangat memuaskan. Seperti biasa dokter harus menjalani masa pengabdian sebagai pegawai tidak tetap (PTT) di Puskesmas yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dokter Wibowo mendapatkan tugas di daerah pedalaman Pulau Kalimantan, tepatnya di Propinsi Kalimantan Selatan. Daerah baru memang tidak seramai seperti di tempat asal, yakni Surabaya. Namun masih kota kecamatan, yakni Kecamatan Kalianyar. Nama Kota Kalianyar berasal dari Sungai Kalianyar sebagai anak sungai hasil penyudetan terhadap Sungai Barito. Pembuatan sungai Kalianyar dimaksudkan untuk mengairi sebagian sawah yang sebelumnya berupa rawa gambut. Penciptaan sawah dari rawa gambut menjadi sawah garapan bertujuan untuk menjadi lumbung penghasil padi nasional, suatu saat negara tidak menjadi pengimpor beras, tetapi justru menjadi negara pengekspor beras.

        Wibowo dan Astuti, masih bercengkrama dan kerasan di taman rumah. Tidak terasa waktu hampir menunjukkan jam 5 sore.

WIBOWO

Ayo masuk rumah, kita persiapkan praktek sore ini!

ASTUTI

Ayo……

CUT TO:

5.  INT : RUANG PRAKTEK DOKTER

          Sudah menjadi kebiasaan para dokter. Di rumah membuka praktek umum atau terkadang melayani panggilan untuk mengobati orang sakit. Kesibukan ini memang konsekuensi pengabdian kepada masyarakat, selain itu juga mendapat tambahan penghasilan. Terkadang bila harus mendatangi daerah yang sangat terpencil memerlukan perjalanan berjam-jam. Bahkan seringkali dokter Wibowo terpaksa bermalam karena jarak yang terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Namun semua itu bagi dokter Wibowo dapat dilaksanakan dengan ikhlas dan penuh tanggungjawab.

        Di suatu malam, seperti biasa dokter Wibowo menjalani praktek melayani warga masyarakat. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, masuk pasien seorang pemuda. Sesaat setelah memasuki ruang praktek.

WIBOWO

Anda bemama Antok ?

ANTOK

 Benar, nama saya Antok!

(Pemuda yang bertubuh pendek tapi gempal) 

WIBOWO

Anda sakit apa?

ANTOK

Saya tidak sakit!

WIBOWO

Lalu, ada apa!

ANTOK

Saya hanya dititipi kertas surat ini

Saya tidak kenal dengan orang pemilik surat ini. Pekerjaan saya hanya tukang ojek, saat disuruh mengantar surat ini ya... saya antar dengan senang hati.

(Sambil menyerahkan amplop surat kepada dokter Wibowo.)

WIBOWO

Baiklah, terima kasih.

CUT TO:

6.  INT : RUANG KELUARGA

      Dokter Wibowo terus melayani warga yang telah antri sesuai nomor pasien. Namun rasa penasaran menyelimuti pikiran. Begitu pasien terakhir mohon diri, dokter Wibowo langsung menutup pintu, segera saja sepotong surat tersebut ditunjukkan kepada Astuti.

Astuti yang sedang duduk menyaksikan acara sinetron yang ngetren di televisi, bertanya saat dokter Wibowo membawa amplop surat. Surat itu tanpa alamat dan hanya ditujukan kepada dokter Wibowo, setelah dibuka serta dibaca isi kalimatnya cukup singkat

 ISI SURAT

Kepada Yth. Dokter Wibowo

           di Tempat

Dengan sepucuk surat ini saya memberitahukan kepada dokter Wibowo, bahwa keluarga saya ada yang sakit. Besar harapan saya agar Bapak Dokter dapat menolong, tetapi berhubung saya ada kesibukan, Bapak Dokter Saya jemput malam ini jam 10 malam di ujung Jembatan Biru bagian selatan. Sekian terima kasih.

(Dokter Wibowo membaca dengan jelas dan terdengar oleh Astuti, setelah itu keduanya membisu dan merasa heran)

ASTUTI

Surat apa mas?

WIBOWO

Entahlah! Surat dari mana tak ada alamatnya.

ASTUTI

Apa gak ada alamat pengirimnya.

WIBOWO

Aneh sekali surat ini. Biasanya surat pasti ada alamat dan nama pengirim. Pengirim surat hanya tanda tangan belaka.

ASTUTI

Lagi pula meskipun sibuk, masak menjemput seorang dokter di jembatan dan malam hari

Mas Bowo jangan sampai menuruti surat itu, ya ... kalau tidak ada maksud jelek!

(Sahut Astuti penuh rasa curiga dan membujuk suaminya).

WIBOWO

Ini memang problem bagiku! Bila dipenuhi apa yang terjadi? Bila tidak, mungkin bila ada yang sakit sungguh akan tambah parah. Padahal sumpah seorang dokter harus mau menolong penderita sakit, tanpa pandang bulu dan tidak mengenal waktu. Bukankah menolong sesama itu kewajiban semua manusia. Tapi hal ini harus dipertimbangkan....!”

(dengan wajah sedikit tegang).

ASTUTI

Jangan dituruti mas! ya ... bila tidak timbul mara bahaya!

(usul Astuti dengan nada serius).

WIBOWO

Sudahlah ... akan kulakukan saja, yang penting doamu saja agar aku tetap diberi keselamatan.

ASTUTI

Ya ... tapi jangan lupa bawa teman untuk mengawasi!

WIBOWO

Mungkin untuk sementara tidak, nanti malah menambah repot orang lain.

CUT TO:

7.  EXT : JEMBATAN BIRU DI WAKTU MALAM

          Malam itu seolah seperti siang. Permukaan Bumi tersinari oleh cahaya dari Bulan. Masyarakat menyebut sebagai bulan pumama atau bulan dadari. Ketika bulan purnama, seolah memancarkan sinar. Sebenarnya hanya sinar semu, karena sinar tersebut berasal dari pantulan sinar matahari. Hanya kadang-kadang sinar bulan terhalang oleh awan yang melayang hendak bertamasya mengelilingi angkasa. Awan tampak lebih hitam akibat akumulasi pencemaran udara dari asap kendaraan bermotor dan bencana kebakaran hutan.

         Lalu lintas darat sepi dari kendaraan, apalagi di sungai tidak ada perahu lewat. Dikejauhan sekali-sekali terdengar lolongan anjing memecah kesunyian malam. Malam yang sunyi itu, Dokter Wibowo berjalan seorang diri. Pakaian putih-putih dan tangan nyangklong tas berisi perlengkapan kesehatan. Dokter Wibowo berjalan dengan langkah tenang menuju Jembatan Biru yang dijanjikan orang tak dikenal. Jembatan dinamakan Jembatan Biru sebagai gelar yang diberikan oleh warga. Seluruh kerangka besi pembangun jembatan dicat warna biru. Warga masyarakat sangat tertolong dengan Jembatan Biru. Sebelum ada Jembatan Biru, harus menyeberang sungai Barito yang mencapai 800 meter. Jembatan Biru telah menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dulu untuk menuju seberang sungai harus mengeluarkan biaya naik perahu, sekarang lebih murah dapat ditempuh dengan jalan kaki. Bahkan Jembatan Biru telah menjadi monumen kebanggaan warga sekitar.

CUT TO:

8.  EXT : JEMBATAN BIRU DI WAKTU MALAM

          Dokter Wibowo akhirnya sampai di Jembatan Biru. Sesampai di ujung jembatan keadaan sudah sangat sepi. Dokter Wibowo menatap ke segala penjuru, tetapi tidak bertemu seorangpun. Tatapan mata banyak tertuju pada riak air sungai yang gemerlapan memantulkan cahaya bulan dan sinar lampu dari perumahan penduduk di dekat sungai. Pikiran dokter Wibowo menjadi was-was dan diliputi rasa kekhawatiran.

WIBOWO

“Ah ... jangan-jangan ditipu!"

(Dokter Wibowo mendesah dalam hati. Tetapi alangkah terkejutnya dokter Wibowo, tiba-tiba muncul seorang bertubuh jangkung, memakai topi kepala, berjaket hitam dengan dada terbuka, berkaus lurik dan bertopeng menutupi hidung serta mulut)

WIBOWO

Anda siapa?

(Kalimat dokter Wibowo dengan mulut tampak sedikit bergetar. Orang berjaket hitam yang ditanya dokter Wibowo, tidak menjawab dan berlari. Dokter Wibowo menjadi penasaran dan berupaya untuk mengejar. Orang berjaket hitam terus berlari di pinggir jembatan. Saat berlari jaket yang tidak terkancing mengembang dan di ujung jaket tali yang berjuntai tercantol lipatan besi jembatan. Dokter Wibowo terus mengejar, orang berjaket sudah berjarak sedepa. Namun dokter Wibowo tersentak saat orang asing yang kesulitan melepaskan tali, justru meninggalkan jaket dan terus berlari. Dokter Wibowo berhenti di tempat jaket terkait jembatan. Orang yang dikejar semakin jauh dan menghilang di balik ujung jembatan. Dokter Wibowo memutuskan untuk tidak mengejar lagi dan berhenti dekat jaket hitam yang tercantol di jembatan).

WIBOWO

Mengapa jaketnya ditinggal?

Haruskah saya bawa pulang?

Tapi itu bukan hak milikku?

Tapi kalau dibiarkan, bisa diambil orang semaunya!

Baiklah..jaket, saya bawa pulang untuk sekedar diamankan, biar pemiliknya mengambil di rumah!

(Dokter Wibowo pulang dengan membawa jaket hitam yang ditemukan. Sesampai di rumah dokter Wibowo tetap kacau memikirkan kejadian aneh yang baru dialami).

CUT TO:

9.  INT : TOKO SERBA ADA ASTI

         Astuti termasuk seorang wanita yang kreatif. Walau penghasilan suami relatif cukup untuk kebutuhan sehari-hari, namun Astuti di rumah tidak tinggal diam. Di samping rumah utama dibangun ruangan yang cukup luas untuk membuka toko. Tokonya dinamakan “Toko Asti” dari kata penggalan nama Astuti. Toko Asti kian hari berkembang menjadi cukup besar dan dapat melayani kebutuhan masyarakat sekitar. Semua barang yang ditanyakan pembeli berusaha untuk dicukupi, sehingga Toko Asti menjadi toko serba ada. Di antara barang dagangan toko Asti terdapat satu titipan dokter Wibowo dengan harga paling mahal. Barang itu digantungkan paling depan dan ditempeli kertas tarif tertulis “harga pas Rp 2.000.000.” Barang itu berupa jaket hitam yang diperoleh dokter Wibowo dari Jembatan Biru. Jaket itu bermutu baik, kain halus, tebal dan seperti bekas jaket impor. Semua orang yang melihat jaket mesti kagum, apalagi setelah melihat harga yang tergolong tingkat elit. Rata-rata orang berminat membeli, namun melihat harga menjadi gigit jari. Membeli bahan pangan atau sembako dengan harga terus naik sudah susah, buat apa dibelikan jaket yang hanya digunakan sekali waktu. Toko Asti buka jam 8 pagi dan ditutup jam 5 sore.

RINI

Hari ini pengunjung toko sangat ramai..ya…Kak

ASTUTI

Benar..omset penjualan juga bagus.

CUT TO:

10.   INT : SURAT DI JAKET HITAM

           Biasa sebelum tutup, pelayan toko yang bernama Rini mengemasi barang dagangan yang menghalangi pintu toko. Tanpa disangka-sangka Rini menemukan sehelai surat yang dimasukkan dalam saku jaket, tetapi nampak dari luar. Rini lalu melapor pada majikan yakni dokter Wibowo. Seringkali saat toko akan ditutup dan sebelum dokter Wibowo buka praktek ikut menunggu dan melihat kerja pelayan Toko Asti.

RINI

Di saku jaket kutemukan sehelai surat ini

(Sambil menyerahkan kertas bersampul warna merah jambu)

WIBOWO

Terima kasih. Sementara kamu tak usah ngomong pada Bu Astuti ya ...!"

(Kebetulan ketika itu Astuti sedang di ruangan dalam rumah. Sesudah Rini pergi, surat dibuka dan tertulis kalimat yang cukup Singkat)

ISI SURAT

Nanti malam jam sebelas, bawalah jaket hitamku ke Jembatan, akan kuganti dengan uang

dua juta rupiah. Tempat Jembatan Biru seperti hari kemarin lusa.

(Dokter Wibowo termenung sesaat setelah membaca surat. Surat pendek itu dibaca dokter Wibowo berulang-ulang. Semakin sering dibaca ternyata hati dokter Wibowo makin gundah)

WIBOWO

“Benarkah si jaket hitam mau mengganti uang sebesar itu?

Apakah akan menipu aku atau akan mencelakaiku?

Mungkinkah orang yang ditemui sebagai hantu Jembatan Biru?”

(Pikiran dokter Wibowo diliputi bermacam-macam rasa kecurigaan)

 

CUT TO:

11.            EXT : JEMBATAN BIRU

           Sudah menjadi tekad dokter Wibowo untuk tidak memberitahu istrinya. Bila diberitahu hampir dapat dipastikan, Astuti akan melarang kepergian dokter Wibowo untuk menyerahkan jaket hitam. Dokter Wibowo memutuskan membawa jaket hitam ke Jembatan Biru dengan cara diam-diam. Seperti kemarin lusa waktu mendatangi Jembatan Biru. Dokter Wibowo berjalan dengan tenang, meskipun pikiran diliputi kekacauan. Jam sebelas tepat sudah sampai di jembatan biru. Di sepanjang jembatan sudah sepi, namun tidak lama kemudian muncul orang berjalan menuju jembatan. Dokter Wibowo tidak lupa dengan perawakan orang yang mendatangi. Orang tersebut bertopi, tetap menutup mulut dan hidung dengan topeng kain, sebelum dokter Wibowo bertanya sudah didahului pertanyaan.

ORANG BERTOPENG

Betulkah tuan, dokter Wibowo?

WIBOWO

Betul! dan nama tuan.

(Jawab dokter Wibowo dengan nada tinggi).

ORANG BERTOPENG

Saya Gono, Margono.

WIBOWO

   Mengapa kemarin tuan lari saat saya temui?

MARGONO

 Maaf ... dokter, saya sebenarnya hanya ingin menguji dokter.

Ternyata dokter sangat peduli pada nasib warga.

WIBOWO

Apa keperluan tuan?

MARGONO

Masih adakah jaket hitam itu pada tuan?

WIBOWO

Masih ada dan utuh. Ini silakan diambil!

(Dokter Wibowo sambil menyerahkan jaket. Orang yang mengaku bernama Margono melepas topeng kain merah, namun kumis, make up yang tebal dan hidung yang aneh tetap menutupi wajahnya yang asli. Jaket dari dokter Wibowo diterima dan dikenakan untuk membungkus badan).

MARGONO

Baiklah, saya akan bayar sebesar dua juta rupiah

WIBOWO

Ah ... saya kira tak perlu, bukankah itu jaket tuan dan patut saya mengembalikan.

MARGONO

“Ya... saya ucapkan terima kasih, namun pemberian saya ini selain menebus jaket ini

 juga ingin mohon pertolongan dokter!

WIBOWO

Maksud tuan?

MARGONO

Maukah tuan dokter menolong saya?

WIBOWO

Tentu saja mau, selama saya mampu melaksanakan. Apalagi bila berkaitan dengan penyembuhan penyakit. Seorang dokter memiliki kewajiban untuk menolong siapapun yang menderita sakit.

MARGONO

Begini tuan dokter, sebelumnya saya akan sedikit bercerita.

WIBOWO

Silakan!

MARGONO

Saya dan istri bukan penduduk asli. Saya seorang pendatang dari pulau terpencil yang ada di kawasan utara Laut Jawa. Baru-baru ini istri saya meninggal dunia. Menurut adat di tempat kami, mayat itu harus dibawa pulang untuk dikubur di tanah kelahiran. Tetapi kalau terpaksa tidak dapat membawa pulang, dapat dilakukan dengan memotong daun telinga sebelah kanan untuk dimakamkan di tanah kelahiran, untuk itulah saya minta bantuan dokter untuk melakukan.

WIBOWO

Bukankah tuan dapat melakukan sendiri?

MARGONO

Saya nanti kurang sempurna, tuan dokterlah yang mampu melakukan dengan baik!

WIBOWO

Jadi jenasah istri tuan hanya akan diwakili sepotong daun telinga saja?

MARGONO

Benar, potongan daun telinga kanan bersama anting-anting yang dimiliki itu sudah cukup sebagai sarat dikebumikan di tanah kelahiran. Jadi sekarang saya mohon dokter datang ke rumah saya!

WIBOWO

Sebentar,.. boleh nggak itu dalam etika kedoteran?

MARGONO

Boleh,.dok.. dalam penyelamatan medis dibolehkan, mungkin sama saat memotong jari atau kaki bagi penderita diabetes?

WIBOWO

Ya.. tapi ini jenazah!

MARGONO

Ini perintah keluarga dok… sanggup atau tidak sanggup, dokter saya paksa untuk melakukan.


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar