KEMBANG BATAVIA
Daftar Bagian
1. #1 Tiba di Batavia
Ges tiba di bekas pelabuhan Sunda Kelapa pada pertengahan abad ke 17, membawa misi rahasia yang me
2. #2 Cobaan Mandi ala Hindia
Pengalaman pertama Ges di Batavia membuatnya terkaget-kaget. Berbagai kelucuan terjadi, sampai Ges
3. #3 Kepala Kampung Jawa
Saathi berencana tinggal di luar tembok Batavia, namun nasibnya ditentukan oleh kebaikan Kepala Kamp
4. #4 Sastra Gendhing
Ges mendatangi balaikota untuk mengurus izin ke luar benteng kota, dan segera tahu hari-harinya di
5. #5 Kemeja yang Dikanji
Ges yang kesal bukan main karena terkurung di Batavia punya rencana untuk ke luar tembok. Saathi b
6. #6 Gadis Mata Biru
Ges berusaha menemukan cara ke luar tembok Batavia dengan bantuan Ventura dan Domingus. Ketika men
7. #7 Hantu! Hantu!
Ges merasa akan segera mendapatkan jawaban atas misinya di Batavia. Namun, perhatiannya segera ter
8. #8 Lelaki Misterius
Saathi mulai menikmati hari-hari di Ommelanden, tetapi dia yakin ada seseorang yang mengikutinya.
9. #9 Ursela Saya Punya Nama
Ges mencari tahu siapa Saathi di antara para Mestizo Batavia dan kian penasaran ketika tahu kenyat
10. #10 Tamu Menjelang Malam
Ges tak menyangka sama sekali akan kedatangan tamu mengejutkan, juga kabar tak menyenangkan yang t
11. #11 Orang Moor
Saathi mulai mengamen di daerah Mangga Dua dan mendapat kejutan besar di sana.
12. #12 Pater Gadungan
Ges menemani Pater De Abreu memburu pater palsu yang menipu warga Batavia. Dia kaget setengah mati
13. #13 Tabib Nioto
Mlthik demam tinggi dan Saathi kebingungan ke mana hendak mencari bantuan. Kejadian itu mengantark
14. #14 Peringatan Balaikota
Ges berusaha mencari tahu nasib De Abreu di penjara Balaikota, namun yang dia dapati adalah pering
15. #15 Udang di Balik Batu
Saathi terjebak dalam keadaan serbasulit ketika pajak membelitnya. Pertolongan yang datang pun belum
16. #16 Golok yang Terhunus
Kerbau yang dijual Saathi lewat perantara tidak tentu rimbanya. Sudah kehilangan kerbau, kini Saathi
17. #17 Kain Sari Nanhi Pari
Dalam nasib yang tak tentu, Saathi dan adik-adiknya bertemu lagi dengan gadis Moor yang baik hati, m
18. #18 Luka Ventura
Setelah membebaskan Ventura dan Domingus, Ges khawatir dengan masadepannnya di Batavia, sedangkan
19. #19 Wajah Asli Marti
Kejutan terbesar bagi Saathi adalah ketika Marti menampakkan perangai aslinya. Dia terlambat menyada
20. #20 Nasib Tak Tentu
Saathi dan Byom terseret dunia perbudakan yang mengerikan. Taka da yang membantu mereka, kecuali G
21. #21 Jalan Utrecht
Saathi memulai hari-hari tak tertahankan sebagai budak di Jalan Utrecht. Sekuat tenaga dia bertahan,
22. #22 Janji Gesù
Ges menemukan Saathi di Jalan Utrecth dan berjanji kepadanya untuk memastikan Byom dan Mlthik
23. #23 Kesedihan Mlêthik
Mlthik sedih mengetahui dua kakaknya hilang tanpa bekas. Ketika Tabib Nioto hendak mencari tahu ka
24. #24 Bhairawa
Kampung Jawa mulai dicekap terror ketika orang-orang menduga kelompok penyembah setan yang seribu ta
25. #25 Gereja Belanda
Saathi semakin terbiasa dengan takdirnya sebagai budak meski tidak pernah menyukainya. Di tengah keh
26. #26 Tuan Jaksa Kota
Rumah Nioto menjadi diacak-acak Jaksa Kota yang puritan: Ambrosius sedangkan Anna Saal menemukan tan
27. #27 Pesan tentang Iblis
Pastor Rafael menerima surat tanpa pengirim yang mengingatkan tentang kedatangan iblis, sementara Ly
28. #28 Di Pondok Peranginan
Ges berhasil menemui Byom di Pondok Peranginan Lyzbeth, pada saat yang sama Lyzbeth membuat kesa
29. #29 Pesta Lampion
Jacoba mengajak Byom menonton pesta lampion di mana Byom yakin melihat Mlthik di sana
30. #30 Kembang Batavia
Nanhi Pari menyaksikan keganasan Kompeni dan meyakinkan diri untuk melawan sedangkan Mbok Marti meng
26. #26 Tuan Jaksa Kota

FADE IN:

114. INT. RUMAH BATAVIA NIOTO (PAGI)

Cast: Nioto, Ambrosius, Mlêthik, Jun-Guan, Serdadu Kompeni

Mlêtik berdiri menyender di tiang kayu gelondongan yang berwarna merah di Bio pribadi Nioto. Bio ini penuh dengan patung porselen dewa dewi, lilin raksasa, batang-batang dupa, buah-buahan persembahan, dan hiasan-hiasan berwarna merah. 

Nioto duduk bersimpuh dan sesekali mengayun. Di tangannya beberapa batang dupa mengepulkan asap. Mulutnya berkomat-kamit, matanya tertutup rapat. Dia lalu meletakkan dupa pada sarananya. Nioto mengambil tabung berisi batang-batang kayu peramal. Dia mengocok batang-batang itu, menjatuhkannya ke lantai. 

Wajah Nioto tampak muram. Dia mengumpulkan batang-batang kayu itu lagi, dia masukkan ke tabungnya kembali. Dia kocok sekali lagi dan menjatuhkannya ke lantai untuk kali kesekian. Nioto tak kunjung terlihat bahagia dengan apa yang dilihatnya. Dia mengulang-ngulang kocokan itu berkali-kali. Sampai akhirnya Nioto menggedor-gedorkan keningnya ke lantai kayu, meski tak sampai menyakiti dirinya sendiri.

MLȆTHIK

(Menghampiri Nioto, menyentuh bahunya)

Kenapa ‘ntia?

Nioto menoleh pada Mlêtik. Wajahnya tampak menyedihkan. Matanya merah, dahinya berkerut-kerut. Tetapi, dia berusaha tersenyum. Nioto memegangi dua lengan Mlêtik.

NIOTO

(Terbata-bata)

Lu ingat-ingat, ya, Mlêtik, ya. Dalam ini hidup iang paling penting ia itu Wen, ya. Altinya damai, ya. Tiada pelang, ya. Tiada tentala banyak-banyak, ya.

MLȆTHIK  

(Mengangguk-angguk)

Wen.

NIOTO

(Tersenyum)

Anak baek. Anak baek.

Dia pun mengangguk lalu memeluk Mlêtik dengan penuh perasaan. Pada saat itu, terdengar suara menderap yang riuh dan banyak, mendekat. 

SOUND EFFECT: BUNYI KAKI BERDERAP DAN KERIUHAN BANYAK ORANG

Muncul orang-orang di pintu bio dipimpin Ambrosius van Der Keer sana (lelaki Belanda tegas dengan baju aparat lengkap dan topi pejabat. Tanda kepangkatan melekat di dada dan bahu. Pedang panjang menggantung di pinggang. Ia menggenggam tongkat pendek yang ujungnya tak sampai ke lantai.) Di belakang Ambrosius, berbaris serdadu berwajah India dan mestizo. Ada juga Gua Jun-guan (lelaki Tionghoa yang besar betul lingkar pinggangnya, lebar bahunya, berwibawa tatapan matanya)

Nioto berdiri lalu menyembunyikan Mlêtik di belakangnya. Mlêtik mengintip dari balik pinggang Nioto. 

NIOTO

Apa yang teljadi, Jun-guan?

Jun-guan menghampiri Nioto. Tersenyum meski tampak benar dipaksakan. 

JUN-GUAN

Itu Tuan ialah Jaksa Kota, Tuan Ambrosius van der Keer, Nioto.

NIOTO

(Menoleh pada Van der Keer)

Tuan.

AMBROSIUS

Tabib Nioto. Karya Tuan di Rumah Sakit Cina sangat mengagumkan. Saya dengar, Tuan Gubernur bahkan beberapa kali mengundang Anda untuk mengobati sakit beliau.

Nioto mengangkat wajah, menyimak.

AMBROSIUS

Saya ikut sedih mendengar kabar dari Ommelanden tentang pondok tanaman obat Anda.

NIOTO

Kamsia. Telima kasih.

AMBROSIUS

Kami masih menyelidiki kejadian itu. Keputusan Anda untuk diam di dalam tembok kota adalah pilihan yang benar.

NIOTO

Saya olang ingin tahu, ya. Siapa itu olang-olang jahat iang selang saya punya pondok obat, ya.

AMBROSIUS

(Mengangguk-angguk)

Tapi saya ke sini untuk keperluan lain, Tuan. Saya ke mari karena keyakinan saya tentang ibadah orang-orang Cina di Batavia.

NIOTO

(Menggeleng)

Saya tiada mengelti, ya.

AMBRROSIUS

(Menoleh pada patung dewa dewi)

Saya meyakini dengan menyembah Joosje. Orang-orang Cina melakukan pemujaan berhala. Itu bertentangan dengan hukum Kompeni.

NIOTO

(Mata semakin menyipit)

Joosje?

AMBROSIUS

(Menunjuk dengan tongkatnya)

Patung-patung itu,”Dewan Gereja menyebut ini sebagai upacara penyembahan berhala yang mengerikan.

Nioto menampakkan ketidaksukaan namun memilih diam.

ABROSIUS

Saya akan membersihkan rumah Anda dari berhala-berhala, dupa, sesaji itu, Tuan Nioto.

Kepalan tangan Nioto mengeras. Tatapannya pun menajam. Jun-guan yang berdiri di sebelahnya menaruh telapak tangannya ke bahu sang tabib. Menenangkan.

CLOSE UP: KEPALAN TANGAN NIOTO

Ambrosius memberi isyarat agar para serdadu mereka segera bekerja. Serdadu-serdadu itu langsung menghampiri altar. Mereka menurunkan patung-patung, dupa, sesaji, batang-batang peramal, dan hanya menyisakan lilin di altar. 

Nioto menyingkir ke pinggir ruangan sambil menggandeng Mlêtik.

AMBROSIS

Kita akan berjumpa lagi, Tuan Nioto.

Ambrosius menyentuh topinya. Dia menoleh ke Jun-guan, mengangguk sedikit lalu pergi begitu saja dari rumah Nioto. Suara sepatu-sepatu serdadu terdengar menderap, menjauh.

SOUND EFFECT: DERAP SEPATU

JUN-GUAN

Lu tahu lu bisa dapet beli lagi itu patung-patung dewa, Nioto?

NIOTO

Goa hanya tiada suka kelakuan meleka olang. Sandiwala Jalanan dapet selang. Ini tempo, ibadah di goa punya lumah pun kena selang.

JUN-GUAN

Itu pedagang kaen bekal bikin sandiwala di Uco punya lumah.

NIOTO

(Menoleh)

Pedagang kaen?

JUN-GUAN

Meleka olang mara, kelna Kompeni buat curang beli kaen dari India. Kompeni bikin lelang di meleka punya gudang. Jikalau kaen laku, mereka beli itu semua kaen. Itu pedagang Cina misti beli dari Kompeni pake halga lebi tinggi.

NIOTO

Haiyyah. Itu pedagang Uco mau bikin apa?

JUN-GUAN

(Melirih)

Dia olang mau kasi kumpul pedagang-pedagang kaen di itu Uco punya lumah. Mau ajak mogok mereka olang beli kaen dari Kompeni.

NIOTO

Pake sandiwala?

Jun-guan mengangguk.

NIOTO

(Kesal)

Kompeni tiada ambil peduli, ya, wa olang yang bikin ini Batavia, ya. Wa olang keja kelas bangun benteng, ya, bikin gedung, lajin dagang, bayal pajak, ya. Tapi meleka olang terus tekan wa olang, ya.

JUN-GUAN

Gua lasa, Kompeni tak ambil peduli, ya, soal wa olang punya budaya dan agama, Nioto, ya. Asal kita bayal, meleka olang tiada masala, ya. Tapi, itu Dewan Geleja yang kasi tekan Kompeni, ya.

NIOTO

(Mengangguk-angguk)

Wa olang kasi bukti, ya, meleka olang tiada bole kasi tekan wa olang telus-telusan, ya.

JUN-GUAN

Meleka olang punya omongan, ya, wa olang punya budaya kasi sembah kepada setan di jalan-jalan, ya. Tapi, olang-olang ini Batavia, ya, telalu suka sekali, ya, kepada wa olang punya pawai dan sandiwala jalanan, ya.

NIOTO

Itu setan iang betul-betul sedang gentayangan, ya.  

JUN-GUAN

(Menoleh serius)

Lu punya maksud, itu olang-olang iang ada selang lu punya pondok?

NIOTO

(Berjongkok di hadapan Mlêtik)

Melte, lu anak pegi main-main dulu, ya.

MLȆTHIK

(Mengangguk sambil tersenyum)

Iya, ‘ntia.

Mlêthik lalu meninggalkan Nioto dam Jun-guan, masuk ke ruang dalam.

JUN-GUAN

Lu olang sunggu-sungguh bekal kasi angkat itu anak jadi lu punya anak?

NIOTO

(Tersenyum sedih)

Haiyyah, goa sunggu-sungguh punya maksud, ya. Itu anak telalu sedi sekali idup-nya, ya. Tiada punya ayah tiada ibu. Dia punya kakak pun hilang, ya.

JUN-GUAN

(Mengangguk penuh pengertian)

Itu tadi lu mau mengomong soal setan, ya.

NIOTO

Ah … lu ada ingat itu gerombolan Bhailawa, Jun-guan?

JUN-GUAN

(Matanya melebar)

Lu maksud itu … itu pemakan manusia?

NIOTO

Bhailawa iang datang ke ini Batavia dua pulu tahun lalu.

NIOTO

Ini hali, ya, itu gelombolan ada gentayangan di Ommelanden.

JUN-GUAN

Ha? Lu sunggu-sungguh punya omongan?

NIOTO

Goa ada lihat dengan gua punya mata sendili. Meleka olang kasi tangkap kepala Kampung Jawa Jan Pekel dan satu orang Mool.

JUN-GUAN

Jan Pekel? Goa dapet olang punya omongan di itu Balaikota soal itu kepala kampung.

NIOTO

Omongan apa?

JUN-GUAN

(Merendahkan suaranya lagi)

Dia olang kena tangkap kelna mau selang Gubelnul Jendelal, ya.

NIOTO

(Kaget bukan main)

Kompeni iang kasi tangkap Jan Pekel?

Jun-guan mengangguk yakin.

NIOTO

Altinya, Kompeni masih kelja sama dengan itu Bhailawa, ya.

JUN-GUAN

Meleka bikin lencana kasih selang Batavia dan bunu Gubelnul Jendelal.

NIOTO

(Menggeleng-geleng)

Haiyyah, goa tiada pelcaya.

JUN GUAN

Tiada pelcaya?

NIOTO

Goa lasa ada olang yang mau bikin kacau ini Batavia, ya.

JUN-GUAN

Siapa?

NIOTO

(Menghela napas)

Goa ada culiga, ya… tapi goa masi butuh bukti, ya.

Mereka sama-sama terdiam.

NIOTO

Jun-guan, Goa ada tanya sama dewa, ya, begimana masa depan, ya.

JUN-GUAN

(Menoleh)

Sebelum wa olang datang?

NIOTO

Iya.

Nioto terdiam. Jon-guan menunggu. Agak lama.

JUN-GUAN

Haiiyaah, lu olang mau kasi goa tau atawa tiada, ya?

NIOTO

(Wajah menegang)

Banyak dala, ya. Bekal ada tumpah dalah, ya.

JUN-GUAN

Lu suda kasi ulang lu punya doa?

NIOTO

Lebi-lebi, Jun-guan. Goa ulang lagi ulang lagi. Tetap gelap, ya.

Nioto dan Jun-guan bersitatap. Jon-guan tersenyum tiba-tiba. 

JUN-GUAN

Haiyyah, itu lamalan saja, ya. Tlausa lu olang pikil betul-betul.

Nioto menatap Jun-guan tajam. Dia berpikir sahabat lamanya itu hanya menghibur diri.

FADE OUT:

FADE IN:

115. EXT. KANAL PARIT HARIMAU (PAGI)

Cast: Anna, Tukang Perahu, Ursela

Anna melayari Parit Harimau berbelok di Parit Singat Betina, lurus menuju Gerbang Rotterdam diantar Tukang Perahu. Memegang gagang payung, satu lagi memeluk buku catatan diaken. Anna hendak mengunjungi perkampungan mardiker di Pisangan, luar tembok kota. 

Di pinggi kanal, Ursela, pedagang durian melambaikan tangan.

URSELA

(Melambai-lambai)

Nona Anna!

ANNA

(Gembira)

Ursela Franz, bagaimana jualan durianmu?

URSELA

(Tertawa)

Teerlalu baek, Nona. Nona hendak ke mana?

URSELA

Ommalanden!

URSELA

Tuhan memberkati Nona Anna.

Senyum Anna kian merekah. Dia mengangguk ramah. 

CUT TO:

116. EXT. PINTU GERBANG ROTTERDAM (PAGI)

Cast: Anna, Tukang Perahu, Petugas Gerbang

Perahu yang ditumpangi Anna mendekati Gerbang Rotterdam. Seorang laki-laki mestizo petugas gerbang air menyambutnya.

PETUGAS GERBANG

Nona Anna. Tugas gereja? Hati-hati, Nona.

ANNA

Ada apa rupanya?

PETUGAS GERBANG

(Ragu-ragu)

Itu tempo ada kejadian terlalu buruk di Ommelanden. Tetapi, petugas sudah kasi aman seluruh kawasan.

ANNA

Kejadian buruk apa, Tuan? Pembunuhan?

PETUGAS GERBANG

(Heran) 

Anda sudah sudah dengar itu kabar?

ANNA

Belum. Saya hanya menebak saja dari keraguan Tuan.

PETUGAS GERBANG

Anda terlalu cermat.

ANNA

Apakah benar-benar sudah aman?

PETUGAS GERBANG

Ada banyak petugas berjaga-jaga Nona.

ANNA

Terimakasih sudah memberi tahu saya.

PETUGAS GERBANG

Kembali kasih, Nona.

Anna lalu memberi isyarat kepada tukang perahu untuk melanjutkan perjalanan. 

CUT TO:

117. EXT. SUNGAI ANCOL (PAGI)

Cast: Anna, Tukang Perahu

Anna melamun ketika perahunya telah melayari Sungai Ancol.

TUKANG PERAHU

Kita suda sampai di ini Sungai Ancol, Nona.

ANNA

(Menoleh ke sana-sini)

Oh. Cepat sekali.

Di sekliling Anna hamparan persawahan hijau, burung-burung bercuitan hendak mencuri padi. Perahu itu melewati kumpulan pondok peristirahatan Lyzbeth van Hoorn yang tampaknya menyenangkan. Bangunan utama yang beratap tinggi, dilengkapi gazebo-gazebo yang diteduhi pohon-pohon besar.

ANNA

Pondok peranginan siapa itu? Tuan tahu?

TUKANG PERAHU

Oh, itu pondok, ya, Nyonya Lizbeth van Hoon punya, Nona.

ANNA

(Tertawa kecil)

Oh, Nyonya LIzbeth. Saya kenal dia. Saya dengar dia punya lahan luas di Ommelanden, tapi baru sekarang melihat secara langsung.

TUKANG PERAHU

Itu betul, Nona.

Anna masih menatap pondok peristirahatan itu meski perahu sudah semakin jauh meninggalkannya. 

ANNA

Saya rasa anak-anak Panti Yatim Piatu akan sangat senang jika diajak ke sini.

TUKANG PERAHU

Sudah misti begitu, Nona. Itu anak-anak bole main di sungai, ya, di sawah, dan di gazebo-gazebo, ya.

ANNA

Setelah urusan di Pisangan selesai, mungkin saya akan singgah ke sana, Tuan.

TUKANG PERAHU

Bole, Nona, bole.

CUT TO:

118. EXT. KAWASAN PISANGAN (PAGI)

Cast: Tukang Perahu, Anna

Perahu Anna sampai di Pisangan. Tukang Perahu merapatkan perahu ke pinggir. 

ANNA

Anda sungguh tak keberatan menunggu?

TUKANG PERAHU

Tentu saja, Nona. Saya lasa senang bole bantu.

Anna tersenyum lalu turun dari perahu. Dia lalu berjalan menjauhi kanal itu menuju permukiman penduduk para mardiker Pisangan.

CUT TO: 

119. EXT. JALAN KAMPUNG PISANGAN

Cast: Anna, Abrahamsz

Anna melihat Jajaran rumah-rumah rumbia segera tampak mata. Jalan tanah sisa basah hujan Rerumputan sedikit mengurangi akibat dari tanah yang berlumpur. Abrahamsz (Ketua lingkungan mardiker Pisangan bertubuh jangkung, bermata sedih) menyambut Anna.

ABRAHAMSZ

Nona Anna.

ANNA 

(Menebak)

Tuan Abrahamsz?

ABRAHAMSZ

Betul, Nona.

ANNA

Terimakasih telah menjemput.

ABRAHAMSZ

Nona terlalu baik. Ini bukan apa-apa.

ANNA

(Menengok ke sana-sini)

Hujan semalam rupanya deras juga.

ABRAHAMSZ

Itu betul, Nona.

ANNA

Bagaimana dagangan warga pada musim hujan begini, Tuan?

ABRAHAMSZ

(Tersenyum sedih)

Cukup berat Nona. Tapi kami bole tahan.

Mereka lalu berjalan bersisihan. 

ANNA

Saya harus melakukan beberapa pemeriksaan di Pisangan.

ABRAHAMSZ

Saya mengerti.

ANNA

Dewan Diaken prihatin dengan beberapa kasus di tempat lain yang cukup menyedihkan. Ada beberapa pemalsuan oleh penerima santunan diaken.

ABRAHAMSZ

Pemalsuan?

ANNA

(Mengangguk)

Ya. Ada beberapa budak yang kabur dari majikan mengganti namanya, lalu membuat keterangan palsu dari ketua lingkungan untuk meminta santunan.

ABRAHAMSZ

Itu terlalu jahat.

ANNA

Benar, Tuan. Tidak adil bagi mereka yang betul-betul berhak mendapatkan santunan.

ABRAHAMSZ

Di ini lingkungan, tiada kejadian seperti itu, Nona.

ANNA

(Tersenyum)

Semoga saja begitu. Tapi ada penerima santunan yang dikurangi jatahnya atau ditahan sama sekali.

ABRAHAMSZ

Johanna Adamsz Nona punya maksud?

ANNA

Tuan bisa mengantar saya kepadanya?

ABRAHAMSZ

(Menunjuk rumah di tengah kebun pisang)

Tentu, Nona. Itu rumah Johanna punya.

ANNA

Dekat rupanya?

ABRAHAMSZ

(Tertawa)

Di ini lingkungan semua rumah ada dekat, Nona.

Anna pun ikut tertawa menghargai lawan bicara. Mereka berdua lalu menyeberangi kebun pisang, menuju rumah bilik yang tampak sendirian.

ANNA

Nyonya Adamsz tinggal seorang diri?

ABRAHAMSZ

Itu betul, Nona.

CUT TO:

120. INT. RUMAH BILIK JOHANNA (PAGI) 

Cast: Johanna, Anna, Abrahamsz

Johanna (Perempuan lusuh berwajah mestizo yang mencolok. Matanya hijau, rambutnya kemerahan, namun kulitnya gelap) sedang duduk menyender di kursi. Tatapannya kosong. Pintu rumah biliknya diketuk dari luar.

SOUND EFFECT: KETUKAN PINTU

ABRAHAMSZ

(V.O)

Johanna. Ada Nona Anna Saal dari Dewan Diaken.

JOHANNA

(Membisiki diri sendiri)

Diaken?

Johhana kaget. Wajahnya seketika cerah. Lalu dia sibuk menyisir rambut denan jemarinya, bangkit lalu mendatangi pintu. Membukanya

JOHANNA

Tuan Abrahamsz. Nona. Silakan masuk. Ah, saya rasa malu ada tamu, begini saya punya rumah.

ANNA

Tak usah dipikirkan Nyonya Adamsz.

Anna meletakkan payung di luar lalu memasuki rumah petak itu. Lalu, dia dan Abrahamsz masuk ke rumah.

ANNA

Saya kemari untuk memastikan beberapa hal.

JOHANNA

Silakan duduk, Nona Saal.

ANNA

(Duduk di kursi kayu)

Panggil Anna saja.

JOHANNA

Saya rasa tak enak hati, Nona.

Anna membuka buku catatannya, mencari nama Johanna Adamsz.

ANNA

Sebelumnya, Anda mendapat santunan tiga perempat ringgit per bulan?

JOHANA

Betul, Nona.

ANNA

Sekarang tinggal setengahnya?

Johanna mengangguk-angguk.

ANNA

Apa yang terjadi?

JOHANNA

(Melirik Abrahamsz)

Tetangga-tetangga di ini lingkungan ada kirim itu surat ke Dewan Diaken. Isi itu surat kasi tahu saya punya klakuan iang bikin itu Dewan Diaken tiada berkenan.

ANNA

Lalu setelah dipotong, Anda mengirim surat ke Dewan Diaken. Ingin agar santunan itu kembali utuh?

Johanna mengangguk-angguk lagi.

ANNA

Mengapa begitu?

ANNA

(Melirik lagi ke Abrahamsz)

Kerna… itu uang santunan tiada cukup untuk saya punya butuh sari-sari, Nona. Saya tiada bole keja apa pun, kecuali keja iang tiada dapet restu dari Dewan Diaken.

ANNA

(Bertanya lembut)

Lalu bagaimana menurut Anda? Apa yang terbaik bisa dilakukan?

JOHANNA

(Menitikkan air mata)

Saya minta maaf sungguh-sungguh, Nona. Saya misti turut Dewan Diaken punya ajaran.

ANNA

Anda bersungguh-sungguh?

Johanna mengangguk.

ANNA

Kalau Anda bersungguh-sungguh mau berubah. Tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi, saya akan berusaha mengembalikan jumlah santunan Anda.

JOHANNA

(Sibuk menghapus air mata)

Terima kasih banyak, Nona.

ANNA

(Memegang tangan Johanna)

Berterimakasihlah kepada Tuhan. Cobalah untuk hidup dalam kebaikan.

JOHANNA

Baik, Nona. Saya berjanji.

ANNA

(Menoleh pada Abrahamsz)

Kalau begitu. Saya pamit. Saya harus mendatangi warga yang lain.

ABRAHAMSZ

Gills Kittelman, Nona?

ANNA

Benar, Tuan.

ABRAHAMSZ

Gills punya rumah ada di ini kampung paling ujung.

ANNA

(Berdiri)

Sebaiknya kita berangkat sekarang.

CUT TO:

121. EXT. DEPAN RUMAH KITTELMAN (PAGI)

Cast: Anna, Abrahamsz, Kittelman, Istri Kittelman, Anak-anak Bermain

Mendekati rumah Kittelman, Anna melihat beberapa anak kampung sedang bermain di halaman rumah mereka. Ada yang bermain kuda-kudaan memakai tulang daun pisang. Ada juga yang main petak umpet dan berlarian. Sesekali Anna melambaikan tangan karena memang dia menyukai anak-anak. Istri Kittelman (Perempuan 60-an tahun, rambut putih rata, muka memelas) sedang menyapu di samping rumah, mengumpulkan daun-daun kering.

ABRAHAMSZ

Nyonya Kittelman. Ada ini Nona Anna Saal dari Dewan Diaken.

ISTRI KITTELMAN

(Menghampiri Anna)

Selamat datang, Nona. Maaf suda bikin Nona repot.

ANNA

(Menggenggam tangan Istri Kittelman)

Tidak sama sekali, Nyonya. Senang bisa berkunjung.

Mereka bertiga lalu masuk rumah.

CUT TO:  

122. INT. RUMAH KITTELMAN

Cast: Anna, Abrahamsz, Istri Kittelman, Kittelman

Anna masuk ke rumah bilik tanpa perabot keluarga Kittelman. Kittelman berbaring di tikar berlantai tanah.

ANNA

Tuan Kittelman. Anda merasa sehat?

KITTALMAN

(Mencari-cari asal suara) 

Mohon maaf saya punya penglihatan sudah buram, Nona.

ANNA

(Duduk di depan Kittelman)

Bukan masalah, Tuan. Saya kemari hanya ingin menengok keadaan Tuan.

KITTELMAN

(Air mata berlelehan)

Beginilah saya sekarang Nona. Tiada bole ke mana-mana. Tulang-tulang suda rapuh, saya punya mata sudah rabun.

ANNA

(Anna menoleh kepada Istri Kittelman)

Saya mengerti saya hanya memastikan keadaan Tuan. Setelah saya melihat sendiri, saya akan membuat laporan kepada Dewan Diaken. Semoga dikabulkan, sesegera mungkin keluarga ini mendapatkan santunan.

ISTRI KITTELMAN

Terimakasih, Nona.

KITTELMAN

Itu tempo saya masih sanggup keliling kampung untuk kasih potong orang-orang punya rambut, Nona. Sekali-sekali sampai ke luar ini Pisangan. Tetapi, sekarang saya tiada mampu lagi.

ANNA

Mungkin memang sudah waktunya istirahat, Tuan.

KITTELMAN

(Mengangguk-angguk sambil tergugu)

Waktu cepat berlalu.

ANNA

Dari mana Tuan berasal?

KITTELMAN

Pantai Coromandel, Nona. Saya punya keluarga semua di sana. Tiada pernah lagi berjumpa.

ANNA

Sudah sangat lama Tuan tinggal di Batavia?

KITTELMAN

Saya suda ada alami semua di ini Batavia, Nona. Susah, senang, takut.

ANNA

Takut? Tuan pernah mendapat majikan yang keras?

KITTELMAN

(Menatap ke arah tidak jelas)

Bukan, Nona. Batavia ada pernah alami hari-hari iang terlalu buruk sekali.

ANNA

Serangan Raja Jawa itu, Tuan? Saya masih bayi waktu itu.

KITTELMAN

Ada yang lebi buruk terjadi, itu tempo, Nona.

ANNA

Maksud Tuan?

KITTELMAN

Orang-orang penyembah setan berkeliaran di Batavia. Mereka kasi bunuh orang, makan mayatnya, dan mereka orang bikin persembahan kepada setan di kuburan.

Menegang wajah Anna. Bagaimanapun dia berusaha untuk tenang.

ABRAHAMSZ

(Menyela)

Itu tempo suda lama lewat, Gills.

ISTRI KITTELMAN

(Memijit-mijit kakinya)

Maafkan saya punya suami, Nona. Suda beberapa hari, ini suami selalu bicara itu kejadian. Dianya ulang-ulang.

ANNA

Tidak masalah. Tampaknya saya harus segera berangkat lagi, Tuan KIttelman.

ABRAHAMSZ

Masih ada yang bekal Nona datangi?

ANNA

(Bangun)

Iya, Tuan. Tapi bukan penduduk Pisangan. Saya hendak singgah di pondok peranginan Nyonya Lyzbeth van Hoorn.

ABRAHAMSZ

Oh, pondok di Tepi Sungai Ancol?

ANNA

(Mengangguk)

Saya hendak mencari tahu apakah tempat itu bisa dipakai untuk rekreasi anak-anak Panti Yatim Piatu.

ABRAHAMSZ

Oh, baik jikalau begitu, Nona.

ANNA

(Menoleh lagi kepada suami istri Kittelman)

Tuan, Nyonya, saya pamit dulu. Saya harap kesehatan Tuan Kittelman segera membaik.

ISTRI KITTELMAN

Terimakasih, Nona. Terimakasih.

Anna mengangguk sekali lagi lalu menuju pintu. Dia mengambil payungnya di situ. 

CUT TO:

123. EXT. DARMAGA PONDOK LYZBETH (PAGI)

CAST: Anna, Tukang Perahu, Jozua

Sewaktu perahu Anna merapat ke dermaga bambu di depan pondok peristirahatan Lyzbeth van Horn, Jozua sedang berdiri di sana. Dia baru saja melepas perahu lain yang meninggalkan tempat itu. Jozua menyambut Anna dengan sangat sopan. Dia mengulurkan tangan, membantu Anna menyeberang dari perahu ke dermaga bambu.

JOZUA

(sopan)

Selamat datang Nona…

ANNA

(Menarik tangannya) 

Anna… Anna Saal, Tuan.

JOZUA

Nona Saal.

ANNA

(Tersenyum)

Anna saja.

JOZUA

Baiklah. Nona Anna, selamat datang. Saya Jozua, penanggungjwab tempat ini.

Anna mengangguk-angguk lega. Merasa diterima. Jozua lalu mempersilakan Anna untuk masuk ke area pondok itu. 

CUT TO:

124. EXT.GAZEBO PONDOK LYZBETH (PAGI)

CAST: Anna, Jozua

Jozua mengajak Anna ke gazebo. Anna menutup payung dan menyenderkannya di pinggir gazebo. Mereka lalu duduk di sana dengan kaki-kaki menggantung.

ANNA

Suasana di sini sungguh menyenangkan.

JOZUA

Nyonya Lyzbeth, pemilik tempat ini, selalu datang ke mari setiap bulan, Nona. Beliau mengecek perkembangan perkebunan di belakang pondok peristirahatan ini.

ANNA

Saya kenal Nyonya Lyzbeth. Beliau anggota jemaat geraja kami.

JOZUA

(Terkesan)

Oh…Anda dari gereja kota?

ANNA

(Mengangguk)

Saya anggota Dewan Diaken yang paling sering jalan-jalan, Tuan.

JOZUA

Nona masih sangat muda.

ANNA

Saya merasa beruntung.

JOZUA

Apa tugas Anda di Dewan Diaken?

ANNA

Saya mengawasi Panti Yatim Piatu dan Panti Fakir Miskin.

JOZUA

Panti Yatim Piatu? Pekerjaan yang mulia.

ANNA

(Tertawa kecil)

Saya menikmatinya. Saya baru saja kembali dari Pisangan untuk beberapa pendataan orang-orang penerima santunan. Lalu saya singgah untuk membicarkan hal lain terkait Panti Yatim Piatu.

Jozua mengangguk-angguk, masih menunggu.

ANNA

Apakah Nyonya Lyzbeth punya perhatian terhadap anak-anak Yatim Piatu, Tuan? Tentu saja Nyonya Lyzbeth orang yang dermawan. Sumbangan beliau ke gereja cukup besar. Tetapi maksud saya, apakah beliau senang dengan anak-anak?

JOZUA

Saya rasa beliau orang yang hangat kepada siapa saja, Nona.

ANNA

(Melihat sekeliling)

Syukurlah kalau begitu. Saya hendak mengajukan permohonan untuk memijam tempat ini. Panti Yatim Piatu secara berkala mengajak anak-anak panti untuk tamasya ke luar kota setiap tahun. Sudah beberapa kali kami mengajak mereka ke kebun mangga pengelola Ommelanden. Saya rasa mereka perlu suasana baru.

JOZUA

Saya yakin Nyonya Lyzbeth tidak akan keberatan, Nona.

ANNA

Saya harap begitu.

JOZUA

Saya akan sampaikan hal ini jika Nyonya Lyzbeth berkunjung ke mari. Tapi, jikalau Nona ingin lebih cepat mendapat jawaban, Nona boleh datang ke rumah beliau di Jalan Utrecht.

ANNA

(Mengangguk-angguk)

Masukan yang sangat baik, Tuan. Saya kira saya akan mengunjungi rumah Nyonya Lyzbeth.

JOZUA

Saya tiada bisa meninggalkan tempat ini karena terlalu banyak yang harus diawasi.

ANNA

(Meraih payungnya)

Saya mengerti. Tuan Jozua. Artinya sehari-hari Anda tinggal di sini?

JOZUA

Betul, Nona.

ANNA

Tuan mendengar kabar tentang peristiwa tragis di Ommelamnden yang sedang dibicarakan orang-orang?

JOZUA

Oh. Perihal penyerangan pondok tanaman obat tabib Cina di timur tembok, Nona?

ANNA

Saya tidak paham persisnya. Hanya saya dengar ada pembunuhan mengerikan.

JOZUA

Ya. Itu terjadi di pinggir Sungai Udang, Nyonya. Dekat dengan Kampung Jawa. Kawasan Barat. Cukup jauh dari sini.

ANNA

Oh, begitu. Sudah ada titik terang siapa yang bertanggungjwab?

JOZUA

Saya rasa pertanyaan Nona hanya petugas keamanan yang bisa menjawabnya.

ANNA

Anda benar. Saya terlalu ingin tahu.

JOZUA

Saya harap Nona tidak menjadi khawatir untuk datang ke Ommelanden. Terutama di kawasan Timur ini, keadaannya jauh lebih tenang dan aman.

ANNA

Saya merasa baik-baik saja, Tuan.

JOZUA

Saya lega mendengarnya.

ANNA

(Turun dari gazebo lalu membuka payungnya)

Terimakasih Tuan sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan saya.

JOZUA

Itu kewajiban saya, Nona.

FADE OUT:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar