KEMBANG BATAVIA
Daftar Bagian
1. #1 Tiba di Batavia
Ges tiba di bekas pelabuhan Sunda Kelapa pada pertengahan abad ke 17, membawa misi rahasia yang me
2. #2 Cobaan Mandi ala Hindia
Pengalaman pertama Ges di Batavia membuatnya terkaget-kaget. Berbagai kelucuan terjadi, sampai Ges
3. #3 Kepala Kampung Jawa
Saathi berencana tinggal di luar tembok Batavia, namun nasibnya ditentukan oleh kebaikan Kepala Kamp
4. #4 Sastra Gendhing
Ges mendatangi balaikota untuk mengurus izin ke luar benteng kota, dan segera tahu hari-harinya di
5. #5 Kemeja yang Dikanji
Ges yang kesal bukan main karena terkurung di Batavia punya rencana untuk ke luar tembok. Saathi b
6. #6 Gadis Mata Biru
Ges berusaha menemukan cara ke luar tembok Batavia dengan bantuan Ventura dan Domingus. Ketika men
7. #7 Hantu! Hantu!
Ges merasa akan segera mendapatkan jawaban atas misinya di Batavia. Namun, perhatiannya segera ter
8. #8 Lelaki Misterius
Saathi mulai menikmati hari-hari di Ommelanden, tetapi dia yakin ada seseorang yang mengikutinya.
9. #9 Ursela Saya Punya Nama
Ges mencari tahu siapa Saathi di antara para Mestizo Batavia dan kian penasaran ketika tahu kenyat
10. #10 Tamu Menjelang Malam
Ges tak menyangka sama sekali akan kedatangan tamu mengejutkan, juga kabar tak menyenangkan yang t
11. #11 Orang Moor
Saathi mulai mengamen di daerah Mangga Dua dan mendapat kejutan besar di sana.
12. #12 Pater Gadungan
Ges menemani Pater De Abreu memburu pater palsu yang menipu warga Batavia. Dia kaget setengah mati
13. #13 Tabib Nioto
Mlthik demam tinggi dan Saathi kebingungan ke mana hendak mencari bantuan. Kejadian itu mengantark
14. #14 Peringatan Balaikota
Ges berusaha mencari tahu nasib De Abreu di penjara Balaikota, namun yang dia dapati adalah pering
15. #15 Udang di Balik Batu
Saathi terjebak dalam keadaan serbasulit ketika pajak membelitnya. Pertolongan yang datang pun belum
16. #16 Golok yang Terhunus
Kerbau yang dijual Saathi lewat perantara tidak tentu rimbanya. Sudah kehilangan kerbau, kini Saathi
17. #17 Kain Sari Nanhi Pari
Dalam nasib yang tak tentu, Saathi dan adik-adiknya bertemu lagi dengan gadis Moor yang baik hati, m
18. #18 Luka Ventura
Setelah membebaskan Ventura dan Domingus, Ges khawatir dengan masadepannnya di Batavia, sedangkan
19. #19 Wajah Asli Marti
Kejutan terbesar bagi Saathi adalah ketika Marti menampakkan perangai aslinya. Dia terlambat menyada
20. #20 Nasib Tak Tentu
Saathi dan Byom terseret dunia perbudakan yang mengerikan. Taka da yang membantu mereka, kecuali G
21. #21 Jalan Utrecht
Saathi memulai hari-hari tak tertahankan sebagai budak di Jalan Utrecht. Sekuat tenaga dia bertahan,
22. #22 Janji Gesù
Ges menemukan Saathi di Jalan Utrecth dan berjanji kepadanya untuk memastikan Byom dan Mlthik
23. #23 Kesedihan Mlêthik
Mlthik sedih mengetahui dua kakaknya hilang tanpa bekas. Ketika Tabib Nioto hendak mencari tahu ka
24. #24 Bhairawa
Kampung Jawa mulai dicekap terror ketika orang-orang menduga kelompok penyembah setan yang seribu ta
25. #25 Gereja Belanda
Saathi semakin terbiasa dengan takdirnya sebagai budak meski tidak pernah menyukainya. Di tengah keh
26. #26 Tuan Jaksa Kota
Rumah Nioto menjadi diacak-acak Jaksa Kota yang puritan: Ambrosius sedangkan Anna Saal menemukan tan
27. #27 Pesan tentang Iblis
Pastor Rafael menerima surat tanpa pengirim yang mengingatkan tentang kedatangan iblis, sementara Ly
28. #28 Di Pondok Peranginan
Ges berhasil menemui Byom di Pondok Peranginan Lyzbeth, pada saat yang sama Lyzbeth membuat kesa
29. #29 Pesta Lampion
Jacoba mengajak Byom menonton pesta lampion di mana Byom yakin melihat Mlthik di sana
30. #30 Kembang Batavia
Nanhi Pari menyaksikan keganasan Kompeni dan meyakinkan diri untuk melawan sedangkan Mbok Marti meng
3. #3 Kepala Kampung Jawa

FADE IN

09. INT. RESTORAN CATHARINA FLORIS (PAGI)

Cast: Gesù, Catharina Floris, tiga tamu hotel.

Gesù sudah duduk di kursi kayu ruang makan dengan badan segar oleh mandi yang kedua kali dan persis di depannya telah terhidang secangkir kopi. Hanya ada beberapa tamu di penginapan. Dua lelaki Belanda masih mengenakan baju tidur. Mereka mengobrol sambil mengisap cerutu di dekat jendela. Seorang laki-laki Belanda lain, hanya mengenakan celana dalam panjang dan bagian atas badan yang terbuka. Dia sibuk mengelap-ngelap kaki sambil menyeruput kopi, sesekali.

                            

INSERT: Tiga laki-laki Belanda melakukan kegiatannya.     

Catharina mendatangi Gesù lalu meletakkan piring berisi selembar roti bermentega dan pisau garpu yang dia letakkan di kanan kirinya.

                                                     

CATHARINA

Saya dengar tidur malam Anda terganggu semalam, Tuan?

                                                                              

GESÙ    

(Berpikir sebentar)

Budak Nyonya memberi tahu saya, ada parade orang China di jalanan.

                                                                                                          

CATHARINA

(Memutar mata)

Bukan hanya semalam. Anda terjebak di kota yang membiarkan sandiwara mereka yang gaduh itu merusak waktu-waktu tidur. Sepanjang tahun.

               

GESÙ

(Meraih pisau dan garpu di depannya.)

Pemerintah tidak melarang?

CATHARINA

Jika sedang mabuk, petugas keamanan Batavia akan memaki-maki orang-orang itu dengan sebutan bangsa aneh. Tapi, begitu bangun tidur mereka akan ikut pawai dan menabuh tambur sampai pagi.

 

GESÙ                            

(Mengiris roti lalu menusuknya dengan garpu)

Bagaimana bisa begitu?

CATHARINA

(Sedikit berbisik)

Langkah paling tegas yang dilakukan Pemerintah Agung hanyalah memungut pajak pertunjukan sebesar dua ringgit.

   

GESÙ

(Mengunyah roti tengik. Dahinya mengerut. Menelan susah payah)

Pemasukan yang besar.

                          

CATHARINA

Ribuan ringgit. Balaikota mengeluarkan izin pertunjukan ratusan lembar per tahun. Anda bisa menghitung betapa itu sangat menguntungkan bagi mereka.

         

GESÙ

(Meneguk kopi)

Ah … saya jadi ingat sesuatu, Nyonya.

                            

CATHARINA

(Tersenyum dibuat-buat)

Floris. Catharina Floris.

                                                                                    

GESÙ

Anda menyebut Balaikota, saya jadi ingat sesuatu, Nyonya Floris.

                                          

CATHARINA

Panggil saja Tijntje. Anda ingat apa, Tuan…?

GESÙ

Gesù. Saya harus pergi ke Balaikota pagi ini.

CATHARINA

Itu menerangkan mengapa Tuan sudah begitu rapi sepagi ini.

                                            

GESÙ

(Agak kikuk)

Saya hendak bertanya, apakah saya bisa menyewa budak-budak Anda?

                            

CATHARINA

Untuk?

   

GESÙ

Saya ke balaikota untuk mengurus izin kegiatan di Ommelanden. Saya harus membawa kotak-kotak kayu saya untuk pemeriksaan.

                                                       

CATHARINA

(Tatapan berbinar-binar)

Oh… bisa diatur, Tuan Gesù. Saya punya belasan budak yang bisa Anda sewa. Berapa budak yang Anda butuhkan?

                                           

GESÙ

Empat. Ehm … apakah saya bisa membuat permintaan khusus?

                                                               

CATHARINA

Apa itu, Tuan?

GESÙ

Jika dibolehkan, saya ingin menyewa Ventura dan Domingos.

 

CATHARINA

(Terdiam sebentar lalu tersenyum)

Tentu saja, Tuan.

                                                                                   

GESÙ

Terimakasih, Nyonya.

                                         

CATHARINA

Tapi….

GESÙ

Ya, Nyonya?

                                         

CATHARINA

Tampaknya jika Anda bersikeras untuk memakai Ventura dan Domingos, setidaknya Anda harus menunda rencana Anda besok atau lusa. Sebab, hari ini saya mengirim keduanya ke Ommelanden.

                                                                  

GESÙ

O, ya?

                                                       

CATHARINA

Ada sedikit perlu di perkebunan tebu.

GESÙ

Saya bisa menunggu.

                  

CATHARINA

Kalau begitu, tidak ada masalah.

GESÙ

Terimakasih, Nyonya.

Catharina sedikit merunduk lalu pergi, sementara Gesù buru-buru menyudahi sarapannya. Roti itu benar-benar membuat perutnya mual.

CUT TO:

10. EXT. PERKAMPUNGAN JAWA OMMELANDEN LUAR TEMBOK BATAVIA (PAGI)

Cast: Saathi, Mlêthik, Byomå, Jan Pethel

Gerobak glinding Saathi memasuki perkampungan Jawa di sebelah utara Batavia, kawasan luar tembok kota tak jauh dari ujung Pelabuhan Sunda Kelapa. Saathi dan kedua adiknya berbincang-bincang sambil memasuki kawasan perkempungan Jawa.

                                              

BYOMȦ

Tembok kota tinggi sekali, ya, Mbakyu?

                  

SAATHI

 Iya.

                  

MLȆTHIK

(Penasaran)

Mengapa tembok kotanya tinggi sekali, ya?

                          

BYOMȦ

Karena Kompeni orangnya tinggi-tinggi.

                         

MLȆTHIK

Masa, iya?

                           

BYOMȦ

Sungguh. Tiga kali tinggimu.

                           

MLȆTHIK

Hiii … apa mereka manusia?

          

BYOMȦ

Tentu saja.

        

MLȆTHIK

Memangnya Kakang pernah bertemu Kompeni?

        

BYOMȦ

Kata orang-orang memang begitu. Orang Kompeni itu tinggi sekali, kulitnya seputih tepung, rambutnya seperti api, matanya biru.

MLȆTHIK

(Menoleh pada Saathi)

Seperti Mbakyu?

BYOMȦ

Tapi, kulit dan rambut Mbakyu sama seperti kita.

         

MLȆTHIK

(Meledek Byomå)

Kayak pernah bertemu orang Belanda saja.

BYOMȦ

(Bersidekap kesal)

Diberitahu tidak percaya.

MLȆTHIK

(Merapat ke bahu Saathi)

Aku takut.

BYOMȦ

Aku tidak takut.

Saathi mengabaikan perdebatan adik-adiknya yang menghangat. Suara air gemericik semakin dekat. Saathi melihat ke kejauhan.

SOUND EFFECT: GEMERICIK AIR SUNGAI.

CAMERA MOVEMENT: tampak jajaran rumah-rumah beratap daun kelapa kering.

SHAATHI

 (V.O)

Kita hampir sampai.

CUT TO:

11. RUMAH BILIK BAMBU JAN PEKEL (PAGI)

Cast: Saathi, Jan Pekel, Mlêthik, Byomå

Saathi berjalan turun dari Gerobak glinding, di tepi sungai kecil yang cukup untuk dilalui tiga sampai empat perahu pada waktu bersamaan. Kamera menyorot dengan front ground rumah berpagar anyaman bambu yang sangat rapat dan tinggi. Ada gerbang kayu di tengah pagar dengan pintu kayu bergerendel yang lebih tinggi lagi. Di sebelah rumah itu terdapat lahan kosong dipenuhi tumpukan batang-batang bambu yang sudah dipotong rapi. Gerobak glinding tampak dia kejauhan.

SAATHI

Kalian ndak usah turun.

BYOMȦ

Nggih, Mbakyu.

MLȆTHIK

(Hampir bersamaan dengan Byomå)

Nggih, Mbakyu.

Saathi menghampiri pintu kayu dan mengetuknya perlahan. 

SOUND EFFECT: bunyi ketukan.

SAATHI

Kulånuwun. Permisi.

Setelah beberapa lama, dan mengetuknya semakin keras, seseorang membuka pintu gerbang rumah itu.

Saathi sejenak terpaku. Di depannya berdiri Jan Peker (lelaki 40 tahunan berambut keriting pendek, berkulit lebih gelap dibanding rata-rata orang Jawa, hidung besar, dan senyum kecil sampai pipinya berlesung pipit)

JAN PEKEL

(Logat Maluku) 

Månggå. Ngana cari siapa?

SAATHI

(Logat Melayu Malaka)

Sayê nak cari kepala kampung ini, Tuan.

      

JAN PEKEL

(Mengangguk-angguk)

Kita kepala kampung di sini. Jan Pekel kita punya nama.

SAATHI

(Sedikit kebingungan)              

Oh…

  

JAN PEKEL

Kita memang orang Pulau Ternate. Tapi, kita Kepala Kampung Jawa di sini.

SAATHI

(Terkesan mulai mengerti)

Kata orang-orang kampung, sayê harus bertemu dengan Tuan.

Jan Pekel menutup pintu gerbang, menemui Saathi dengan berdiri di depan pagar rumah.

JAN PEKEL

(Menoleh ke gerobak glinding Saathi)

Ngoni pe asal dari mana?

SAATHI

Mataram, Tuan.

JAN PEKEL

Mataram! Apa yang akan ngoni lakukan di sini?

SAATHI

(Menoleh ke gerobak)

Sayê dan adik-adik, mengamen.

            

JAN PEKEL

Mengamen?

           

SAATHI

(Mengangguk)

Iye.

JAN PEKEL

Ngo pigi dari Mataram naik ngana punya gerobak kerbau itu?

     

SAATHI

Bena, Tuan.

JAN PEKEL

(Menatap Saathi lekat-lekat)

Itu sangat jauh. Tara ada yang mengganggu kalian di Krawang?

SAATHI

(Menggeleng)

 

JAN PEKEL

Krawang itu markas bekas tentara Jawa yang kalah perang. Mereka tidak pulang ke Mataram. Takut dihukum oleh Raja. Mereka cari makang merampok orang-orang lewat. Ngoni beruntung bisa sampai ke sini dengan selamat.

       

SAATHI

Sayê tiada tahu.

JAN PEKEL

Itu mengapa Batavia ketat ke orang Jawa. Jika mau tinggal di sini, ngana harus punya surat izin.

SAATHI

(Diam terpaku)

JAN PEKEL

Ngana mau tinggal di sini?

SAATHI

(Diam sebentar)

Iyê.

JAN PEKEL

(Mengangguk-angguk)

Ngana bisa tinggal di sini, tapi harus ikut peraturan.

Shaati tercenung.

       

JAN PEKEL

Harus menurut Pemerintah Agung punya aturan.

      

SAATHI

(Wajahnya menegang)

                           

JAN PEKEL

Mengapa ngana pigi dari Mataram?

  

SAATHI

Di Mataram susah nak cari makan.

JAN PEKEL

Di sana masih ada perang?

SAATHI

(Mengangguk)

 

JAN PEKEL

Di sini, kita khawatir ngana tidak akan bisa memenuhi syarat-syaratnya.

                                                                                                                

SAATHI

Apa syaratnya, Tuan?

         

JAN PEKEL

Ngana bisa pinjam pemerintah punya lahan. Tapi, ngana harus bayar pajak. Ngana tahu pajak?

                          

SAATHI

(Menggeleng perlahan)

JAN PEKEL

Orang Jawa pajaknya sepuluh batang bambu tiap bulan. Setiap orang. Anak-anak juga. Berapa orang ngana punya keluarga?

SAATHI

Tigê, Tuan.

JAN PEKEL

Ngana harus setor tiga puluh batang bambu tiap bulan.

           

Saathi terdiam.

JAN PEKEL

Orang China bayar tiga real tiap bulan. Tapi kita ragu ngana bisa mengumpulkan sembilan real dari pengamen untuk bayar pajak. Ngana hanya bisa mengamen di Ommelanden.

Saathi menoleh ke arah jauh. Ke tembok Batavia.

JAN PEKEL

Penduduk di dalam tembok memang banyak uang. Tapi, kalau ngana buat hiburan di sana, ngana harus bayar pajak lain. Sangat mahal, dua ringgit satu pertunjukan.

                                                        

Saathi menunduk. Tangan menyatu di depan badannya.

JAN PEKEL

Sebenarnya, pajak bambu pun akan menyulitkan ngana. Suruh orang ambil dari hutan, ngana harus bayar kuli. Ngana masih harus sewa perahu untuk angkut itu bambu sampai ke sini.

                           

SAATHI

Sayê sanggup menebang sendiri.

         

JAN PEKEL

Ngana harus pergi jauh dari sini. Hutan bambu masih banyak di sepanjang Sungai Krukut. Jalannya sulit. Orang-orang pakai perahu menuju ke sana.

SAATHI

Sayê sanggup.

JAN PEKEL

Jika pemerintah tahu, kita akan dapat masalah. Tapi, kita bisa buat sesuatu untuk ngana.

Saathi diam menunggu

JAN PEKEL

Tinggallah di mana pun ngana mau di kampungan ini. Besok hari pasar pekanan di pusat kampung. Ngana boleh mengamen di sana. Jika dalam tiga pekan, ngana kesulitan untuk bayar pajak, segera tinggalkan tempat ini.

SAATHI

(Tampak tak percaya.)

Terima kasèh, Tuan.

JAN PEKEL

(Seperti baru mengingat sesuatu yang tadi terlewat)

Siapa ngana punya nama?

SAATHI

Saathi.

JAN PEKEL

Ngana orang Mestizo?

SAATHI

(Menggeleng)              

Mes…

JAN PEKEL

Mestizo.

                                                                      

SAATHI

(Menggeleng)

Sayê orang Mataram, Tuan.

JAN PEKEL

Ngana punya bahasa Melayu halus sekali.

SAATHI

Sayê belaja daripada seorang guru, Tuan.

             

JAN PEKEL

(Mengangguk-angguk)

Sudah-sudah. Kita akan lihat ngana punya kebolehan besok pagi.

SAATHI

(Mengangguk)

Baik, Tuan.

JAN PETEL

Kita harap ngana beruntung.

Saathi mengangguk berulang-ulang. Membungkuk lalu meninggalkan Jan Pekel, menghampiri gerobak. Tanpa menanti tamunya pergi, Jan Pekel masuk kembali ke rumahnya, menutup pintu gerbang rapat-rapat.

FADE OUT:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar