5. EXT. RUMAH - DAWN
PEMBERHENTIAN MEMORI NALA YANG KE-1. 10 tahun lalu. Kota kelahiran.
Nala berdiri di depan rumahnya. Rumah 2 lantai bergaya vintage yang terletak di sebuah komplek perumahan elit.
Ketika akan menyentuh pagar, tangannya hanya menembus lewat. Nala menarik tangannya kembali, terdiam sebentar, sebelum melangkah masuk menembus pagar.
RUANG TENGAH --
Nala mengamati bagian dalam rumahnya dengan perasaan rindu.
Kemudian, sosok Nala - 17 tahun - keluar dari kamar dan mengintip pintu kamar Tama - 41 tahun, ayahnya - yang sedikit terbuka.
NALA
Lembur lagi, Yah? Udah hampir jam 2.
TAMA
Oh, Sayang. Iya, minggu ini ada proyek yang harus diselesaikan. Kamu belum tidur?
NALA
Ayah kan tahu, hampir tiap malam kalau lagi nggak ada banyak kegiatan, aku memang begini. Tadi udah cukup tidur, kok. Ayah mau aku bikinin kopi?
TAMA
Nggak usah, ini kopinya masih ada. Terus, kamu mau ke mana udah pake jaket dan masker begitu? Gimana kalau bantu Ayah?
NALA
Soal tata ruang dan desain? Bukannya kepingin jadi anak durhaka, tapi Ayah kan tahu aku nggak pernah suka begituan. Aku mau jalan-jalan aja. Dah, Yah!
TAMA
Hati-hati! Jangan jauh-jauh, Nal!
6. EXT. KANTOR - ROOFTOP - DAWN
Setelah menyapa dan meminta izin pada 2 orang satpam yang berjaga di sebuah kantor yang terletak tidak jauh dari komplek perumahan, Nala naik ke bagian rooftop.
Rooftop tersebut berukuran 7x7 meter persegi, dengan pagar pembatas rendah, serta tumpukan lembar triplek dan barang bekas lainnya yang ada di satu sudut. Jarang ada karyawan yang naik kemari.
Nala menarik sebuah matras usang ke dekat pagar pembatas, lalu duduk di sana sambil menyisip kopi yang dibelinya tadi.
KAFI
Aw! Sial!
Nala menoleh ke belakang dengan cepat.
Berdiri tidak jauh dari pintu, adalah Kafiar 'Kafi' Pratjarga - 17 tahun, teman satu SMA dan satu angkatan, namun berbeda kelas.
Kafi memegangi tumitnya yang tersandung.
KAFI
Sori, sori. Gue nggak bermaksud - gue ganggu, ya? Ehm, gue tadi lihat lo di kafe yang buka 24 jam di ujung jalan ini. Terus iseng ikutin lo.
NALA
(beat) Lo ngapain keluyuran jam segini?
KAFI
Insomnia. Gue pernah bilang, kan? Dan gue emang cukup sering jalan-jalan kayak gini.
NALA
Udah pernah ke dokter?
KAFI
Dokter nggak bisa menyembuhkan insomnia gue. (beat) Lo sendiri? Nggak bisa tidur juga?
NALA
Kebalikan dari lo. Gue sering kebangun di jam-jam segini dan nggak bisa balik tidur lagi. Kebiasaan. Makanya gue melakukan banyak hal di jam segini. Belajar, ngerjain tugas, keluar kayak gini. Atau cuma diem di kamar dan nonton film.
KAFI
Nggak takut keluar jam segini?
NALA
Takut. Makanya gue pake masker meskipun gelap begini. Lagian, gue keliling di sekitaran sini doang, nggak jauh dari rumah. Dan nggak sesering itu juga keluar.
KAFI
Lo tinggal di komplek yang itu, ya? Gue juga. Tapi kenapa gue nggak pernah lihat lo di sekitaran sini sebelumnya?
NALA
Mungkin kita pernah papasan satu atau dua kali. Tapi karena lo baru bener-bener kenal gue ... tiga bulan lalu? Sekarang lo jadi lebih sadar dengan keberadaan gue di sekitar lo daripada sebelumnya.
KAFI
Masuk akal.
NALA
Kalau siang, gue jarang keluar rumah selain kalau lagi ada urusan sekolah atau kerjaan.
KAFI
Ah, gue masih sering lupa. Selain seorang siswi SMA, lo juga seorang model dan aktris. You never rest enough, are you? Pertengahan tahun ini kita naik ke kelas 12. Dengan segala ujian, tambahan kelas, jadwal pemotretan dan syuting ... gue nggak bisa ngebayangin gimana cara lo bagi waktu.
NALA
Bisa seharian diem di rumah adalah liburan versi gue. (beat) Dan well, udah risiko. Ada yang pernah bilang kalau cita-cita gue mahal.
KAFI
Ya, emang benar, kan?
NALA
Lo kenapa bisa naik ke atas sini?
KAFI
Gue bilang gue temen lo ke satpam di bawah, terus dibawa ke sini. Lo emang sering ke sini, ya?
Kafi mendekati pagar pembatas dan melihat ke bawah.
KAFI
Wow, bagus juga pemandangan dari sini. Ini gedung apa sebenernya?
NALA
Kantor arsitektur. Ayah gue kerja di sini. (beat) Bisa-bisanya satpam di bawah percaya gitu aja sama lo.
KAFI
Mana ada kriminal punya wajah kayak gue.
NALA
Hari gini? Kita nggak pernah tahu.
KAFI
Gue jamin gue nggak bakal macam-macam. Jadi ... gue nggak apa-apa kan, di sini?
NALA
Maksudnya? Emangnya lo nggak mau balik?
KAFI
Seruan di sini. Besok-besok, kalau lo lagi nggak pengin sendiri, lagi butuh teman ngobrol panjang-lebar, gue bisa nemenin lo. Gimana?
NALA
Maksudnya?
KAFI
It's a win-win situation. Lo sering kebangun di jam segini dan gue susah tidur. Gue temenin lo terjaga, nanti lo temenin gue tidur. Somehow, berada di sekitar lo bikin gue mudah ngantuk. Inget kejadian tiga bulan lalu itu?
NALA
Maksud lo, gue ngebosenin sampai bikin lo yang insomnia jadi ngantuk?
KAFI
Bukan itu maksudnya (tertawa). Tapi terserah lo. Gue nggak maksa.
NALA
(beat) Nggak tahu, Kaf. Kadar impulsif gue nggak setinggi itu.
KAFI
Dan kadar impulsif gue setinggi itu. Nggak pernah tahu kalau belum dicoba, 'kan?
Nala terdiam dan berpikir.
KAFI
Nanti pas lo udah jadi model dan aktris besar, lo mungkin akan semakin sulit punya waktu untuk "pelesiran" kayak gini lagi. Untuk bisa bebas kayak sekarang.
NALA
Gue nggak bisa mikir. Masih subuh. Obrolannya terlalu berat.
KAFI
Ah. Bukannya justru pikiran lo jadi lebih jernih di jam-jam segini?
NALA
(beat) Apa lo selalu seperseptif ini? Impulsif dan perseptif.
KAFI
(tertawa) Gimana? Tawaran gue nggak datang dua kali.
NALA
(beat) Let's pray gue nggak akan menyesalinya.
Kafi mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Nala.
KAFI
Pleasure is all mine. (beat) It's a deal then. A promise. Lo bisa berharap pelesiran lo akan jauh lebih seru dan berwarna. Tapi untuk kali ini ...
Kafi duduk di samping Nala.
KAFI
Let's stay here for a while.
NALA
Tapi jam 5 nanti gue balik.
KAFI
Loh, kenapa?
NALA
Lo nggak akan masuk sekolah emangnya?
KAFI
Oh, iya. Kelupaan. Sambil nunggu jam 5, mau ngobrol lagi? Twenty questions? Tongue twister?
NALA
Ogah! Lo nggak capek ngomong mulu? Mulut gue udah berbusa gini.
KAFI
(terkekeh) Ya udah. Ngapain, kek? Nikmati pemandangan. Hirup udara segar. Lihat dunia. Kenalan sama dunia. Inget cita-cita yang waktu itu lo pernah bilang? Nah, cita-cita lo bisa mulai dicicil dari hal-hal kecil kayak sekarang ini.
NALA
Terus, lo ngapain?
Kafi berbaring terlentang di matras.
KAFI
Tidur. Lumayan, dapet 2 jam. Seperti yang udah gue bilang, tiap ada di sekitar lo, bawaannya ngantuk mulu.
NALA
Makasih banyak.
KAFI
Win-win situation, Nal. Win-win situation.
Mereka berdua terdiam selama beberapa saat kemudian.
NALA
Lo beneran tidur?
KAFI
Hm? Kenapa?
NALA
Enggak. Cuma ... lo tahu apa yang paling gue suka dari dini hari?
KAFI
Apa?
NALA
Its silence. The world seems to be silent, yet also loud. Dan lo tahu apa yang paling menyebalkan? (beat) My mind never stops. Di saat-saat seperti ini, Kaf, bahkan suara sekecil apapun jadi terdengar sangat jelas. (beat) Dan lo bener. Semua yang ada di kepala gue jadi semakin lantang dan jernih. Gue nggak tahu cara untuk matiin itu semua.
KAFI
Nggak ada yang tahu, Nal. (beat) Bahkan dengan tidur sekalipun, nggak akan membantu banyak. Bisa jadi malah terbawa mimpi. Jadi gue rasa, pilihannya cuma dua: terima dan maklumi, atau berlagak seolah mereka memang nggak pernah ada sejak awal. (beat) Tapi, susah. Once they are there inside your mind, they go forever with you.
NALA
(beat) Itu sebabnya lo susah tidur?
KAFI
Kalau lo? Itu sebabnya lo sering kebangun di jam segini? Selain karena kebiasaan?
NALA
(beat) Lo mau sambil denger musik? Gue bawa earphone. Lo pernah bilang kalau musik membantu lo -
KAFI
Nggak usah. (beat) Udah ada elo. Jadi nggak perlu lagi.
Kafi kembali memejamkan mata.
KAFI
Bangunin gue kalau udah jam 5.
Nala mengamati Kafi yang terlelap di sampingnya, sebelum kembali menoleh ke depan dan menikmati malam dalam diam.