Nenek Pemuka Agama
Ada apa kak(jawa:mbak; tempat lain disesuaikan)? Sesuatu mengganggumu? (nenek ini mengakrabi)
Nenek
Ah tidak, aku hanya ingin meminta maaf.
Nenek Pemuka Agama
Karena apa?
Nenek
Aku tak tahu. Tapi aku tahu aku berbuat salah selama ini.
Nenek Pemuka Agama
Kesalahan apa?
Nenek
Aku tak bisa membahagiakanNya. Aku tidak menuruti perintahNya. Melanggar laranganNya.
Nenek Pemuka Agama itu memeluknya, tenang, tenang sekali.
Nenek Pemuka Agama
Apakah anda bahagia kakakku?
Nenek
Tidak tahu.
Nenek Pemuka Agama
Kenapa?
Nenek
Aku merasa bersalah, terhadap setiap tindakanku.
Nenek pemuka agama itupun tersenyum. Lalu nenek pemuka agama itu melihati sekitarnya.
Nenek itu diam, ia diam sambil memandangi jam, yang ternyata beranjak kearah pukul satu.
Nenek Pemuka agama itu menelungkupkan tangan bersama Nenek.
Nenek Pemuka Agama
Apa hal yang menurut kakak bisa membahagiakanNya?
Nenek
Menaati PerintahNya dan Menjauhi LaranganNya.
Nenek Pemuka Agama
Tapi kakak bahagia dengan itu?
Nenek
Aku tak tahu.
Nenek Pemuka Agama
Atau malah kakak terbebani dengan itu?
Nenek itu diam, ia diam. Dalam diamnya ia mengangguk, namun tidak bisa tegas.
Nenek pemuka agama itu memerhatikannya.
Nenek Pemuka Agama
Bolehkah saya bertanya, apa yang membuat kakak bahagia?
Nenek
Saya tidak tahu.
Nenek Pemuka Agama
Kakak tidak pernah bahagia?
Nenek itu diam. Diam mengamini kata Nenek Pemuka Agama tadi. Nenek mengangguk.
Nenek pemuka agama itu tertegun.
Nenek Pemuka Agama
Kakak tidak pernah bahagia?
Nenek hanya tersenyum.
Nenek
Bahagia itu relatif, saya merasa bahagia kok (katanya sambil menutupi perasaannya)
Nenek Pemuka Agama
Kak, jika kakak bahagia, kakak tidak akan seperti sekarang.
Nenek itu diam, kaget namun ia bersedia mendengarkan.
Nenek Pemuka Agama
Jika kakak bahagia, Yang Kuasa juga bahagia. Jika kakak merasa buruk, maka kakak merasa mengecewakan Yang Kuasa.
Nenek itu sedih, ia berusaha menahan tangisnya.
Nenek Pemuka Agama
Kakak tidak perlu risau. Yang Kuasa (Allah SWT, Tuhan, dsb. Tergantung tema) tidak seperti apa yang kakak bayangkan.
Apapun masalah kakak, Yang Kuasa mengerti. Mengerti dan sangat memahami. Hanya Dia-lah yang mampu.
Nenek itu menangis. Ia terlalu bingung menghadapi masalahnya sendiri.
Nenek
Aku tidak pernah bahagia, benar, aku tidak pernah bahagia. (Katanya pada nenek itu)
Aku tadi menyaksikan bagaimana hidup dimulai dan hidup diakhiri. Hanya sekian detik.
Nenek Pemuka Agama
Dimana kak?
Nenek
Di Rumah Sakit.
Nenek Pemuka Agama itu mendengarkan.
Nenek
Ketika hidup diawali, semua terlihat bahagia. Bersih. Semua sayang dengannya. Keluarganya, ibunya, ayahnya, kakek nenek, keluarga besarnya. Semua bahagia.
Tapi ketika hidup diakhiri, semua terlihat murung. Seperti tak ada yang dihasilkan dari hidupnya. Kau harusnya masih bisa hidup.
Nenek itu mengusap-usap wajahnya, kebingungan.
Nenek Pemuka Agama
Iya kak. Lalu?
Nenek
Saya merasakan hidup ini hanya untuk menjaga perasaan orang lain. Waktu saya habis untuk itu. Berbuat baik, untuk orang lain.
Nenek Pemuka Agama
Bukankah itu hal yang baik?
Nenek
Iya
Nenek Pemuka Agama
Kakak merasakan hal itu sebagai beban?
Nenek itu mengangguk.
Nenek
Saya berharap Yang Kuasa menerima amal-amal perbuatan saya.
Nenek Pemuka Agama itu memeluk nenek. Ia juga menangis. Ia mengusap-usap juga matanya.
Nenek Pemuka Agama
Sama kak, juga sering merasakan yang sama.
Nenek itu memeluk bersama Nenek Pemuka Agama itu.
Nenek
Setiap hari, saya bertanya, siapakah saya. Untuk apa dan untuk siapa saya.
Nenek Pemuka Agama
Kak, kakak. Kita pasti ada karena suatu alasan.
Nenek
Tapi apa?
Nenek Pemuka Agama
Hanya Yang Kuasa yang tahu.
Nenek itu saling diam.
Nenek Pemuka Agama
Tapi kak, boleh aku bertanya?
Nenek
Iya?
Nenek Pemuka Agama
Dimanakah Kebahagiaan menurut kakak?
Nenek
Disini (ia menyentuh hatinya)
Nenek Pemuka agama itu tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
Nenek Pemuka Agama
Kakak yakin?
Nenek
Iya.
Nenek Pemuka Agama
Tapi kenapa kakak tidak bisa bahagia jika tahu.
Nenek
Saya takut tidak bisa membahagiakan Tuhan. Atas apa Karunia yang diberikannya, aku takut ini tidak setimpal.
Nenek Pemuka Agama itu tersenyum.
Nenek Pemuka Agama
Kak, kebahagiaan kakak itu masih ada disini (menyentuh dahi nenek)
Belum sampai disini (menyentuh dadanya)
Nenek itu diam. Ia menarik nafas panjang seperti tahu jawabannya.
Nenek itu terlihat tergesa-gesa setelah melihat jam, ternyata pukul 01.15. Nanti akan terlalu sore jika tidak segera berangkat.
Nenek Pemuka Agama itu berdiri. Nenek itu juga berdiri.
Nenek Pemuka Agama
Bersyukurlah kepada Yang Kuasa kak. Lalu berterimakasihlah kepada diri sendiri. Bersyukurlah atas apa yang telah kakak perbuat, bersyukurlah atas apa yang terjadi.
Nenek itu berjalan bersama keluar tempat ibadah itu. Sambil berpelukan dan membungkuk bersama, dua orang itu berjalan dengan pelan-pelan.
Nenek Pemuka Agama
Jangan menghayal kak, apalagi menghayalkan kebahagiaan menurut kakak. Itu hanya mengaburkan kebahagiaan kakak yang sekarang.
Jika masih bisa dibayangkan, itu namanya kenikmatan, bukan kebahagiaan.
Kebahagiaan itu dirasakan dihati. TIdak perlu dibayangkan, hanya dirasakan. Begitulah Yang Kuasa memberi kebahagiaan pada hamba-Nya.