Laki-laki itu menerjang hujan dengan mobilnya. Istri dan anaknya terdiam menikmati.
Suara lagu dangdut terputar di mobilnya.
Hujan lumayan deras, air hujan terkadang masuk melalui sela-sela mobil.
Nenek memegangi payung basahnya memberikannya pada perempuan di sampingnya.
Nenek
Ini tadi payung milik gadis cantik, dia memberikannya padaku.
Ibu-ibu
Siapa?
Nenek
Saya juga tidak tahu
Ibu-ibu itu memerhatikan payungnya pelan-pelan
Ibu-ibu
Oh ini miliki anu, siapa (suaranya sayup-sayup menjadi tidak jelas) – Kamera beralih
Nenek itu memandangi jalanan luar. Terlihat tiga remaja tadi sedang berhujan-hujan ria ditepian jalan.
Nenek
Milik perempuan itu lho (menujuk luar jendela)
Ibu-ibu tadi memandang keluar jendela sampai memutar tubuhnya kebelakang. Ia melihat tiga remaja tadi.
Ibu-ibu
Oh iya, ini milik dia. Nanti dirumah saya kembalikan.
Mobil berjalan terus dan hujan sepertinya belum berhenti.
Ibu-ibu
Bagaimana kabar anak-anak nek?
Nenek
Mereka baik, sehat, alhamdulillah.
Ibu-ibu
Nenek sekarang ikut anaknya?
Nenek
Saya beberapa hari lalu ikut anak, tapi sekarang saya ingin pulang.
Ibu-ibu
Loh kenapa nek? Apa nenek tidak dicari-cari nanti?
Nenek
Saya tidak tahu, sepertinya juga tidak.
Mobil berjalan, musik dangdut dikencangkan oleh laki-laki yang mengendarai. Ia memutar volumenya, menyulut rokoknya, tapi tak bisa.
Koreknya melempem, rokoknya disimpan lagi. Ia fokus mengendarai mobilnya.
Ibu-ibu
Yah, pelanin suaranya.
Bapak-bapak
Loh, tidak apa, lagunya bagus kok.
Ibu-ibu
Pelanin nggak, ayo, pelanin. (ia mendekat dengan wajah marah dan mengelus-elus pundaknya)
Bapak-bapak
Iya, iya, dipelanin (laki-laki itu memutar volume radionya)
Mobil sempat berguncang sebentar ketika laki-laki itu memutar radionya.
Ibu-ibu
Pelan-pelan yah! (teriaknya)
Laki-laki itu hanya melambaikan tangannya dan mengangguk-angguk. Tanda bahwa semua dibawah kendali.
Nenek itu diam, ia tersenyum memandangi laki-laki tadi. Lalu ia pandangi dua bocah tadi, satu didepan, satu dibelakang. Mengelus-elus laki-laki yang duduk didepan itu sebisanya.
Nenek
Saya tadi bertemu dengan dua anak, anak-anak yang baik. Satu seumuranmu, satu seumuranmu juga (menunjuk dua anak tadi bergantian).
Mereka lucu-lucu. Adiknya ingin sekolah, tapi umurnya masih kecil. Kakanya sudah sekolah, tapi malas sekolah.
Mobil berjalan diantara kelokan jalan, terlihat langit sudah mulai terang.
Ibu-ibu
Nenek sudah punya cucu?
Nenek
Sudah, sekarang aku numpang hidup bersama cucuku.
Ibu-ibu
Kalau ibunya?
Nenek
Ibunya ke luar negeri. Bekerja.
Mereka berdua diam, mobil bedengung, dan mereka semua tenang.
Ibu-ibu
Nek, apa diantar kembali ke Sungai Panjang saja?
Nenek
Tidak usah. Terimakasih.
Nenek itu melihati luaran mobil yang sudah terang. Juga orang-orang yang lalu lalang terlihat tidak menggunakan mantel.
Nenek
Saya turun sini saja ya. (Nenek itu berusaha berdiri dari kursi duduknya)
Ibu-ibu
Jangan nek, di pos polisi saja.
Nenek
Sudah terang kok, saya bisa berjalan.
Ibu-ibu
Nggak boleh. Ibu harus tetap disini.
Nenek itu terdiam, dan ibu-ibu berpindah posisi duduk ke sebelah kiri nenek. Agar nenek itu tidak keluar mobil.
Ibu-ibu
Memangnya nenek ada masalah dengan cucu nenek?
Nenek
Tidak.
Ibu-ibu
Loh kenapa nek? Apa nenek tidak nyaman tinggal disana?
Nenek
Nyaman-nyaman saja. cucuku dan suaminya orang-orang yang baik.
Ibu-ibu
Lah gitu, kenapa kok tidak kesana saja?
Nenek
Tidak. Aku tidak ingin merepotkan mereka. Mereka pengantin baru.
Ibu-ibu itu terdiam sebentar. Ia mengusap-usap matanya. Ia sedih. Teringat ibunya dulu.
Tangan ibu-ibu itu memegang tangan nenek. Lalu memeluknya.
Ibu-ibu
Nek, nenek malah merepotkan kalau seperti ini.
Nenek itu diam, diam, ia kosong dipelukan ibu-ibu itu.
Ibu-ibu
Semua anak senang kok dengan apa adanya ibunya. Jangan seperti itu. Anda tidak merepotkan siapapun, termasuk anak anda.
Ibu-ibu mengusap matanya dan melepas pelukannya.
Ibu-ibu
Memang bapak masih ada nek?
Nenek
Masih
Ibu-ibu
Oh, sekarang dimana nek?
Nenek
Disini (ia memegangi dadanya, seolah berkata ada di hati)
Mobil berjalan terus dan ibu-ibu itu semakin tidak karuan mengusap matanya yang sembab.
Akhirnya ibu-ibu itu menangis, ia sesenggukan menutupi matanya.
Nenek
Ada apa nak?
Ibu-ibu
Saya teringat ibu saya nek.
Nenek
Dimana memangnya sekarang ibumu?
Ibu-ibu
Sama, disini nek (ia memegangi dadanya, sama seperti yang dilakukan nenek tadi)
Nenek itu memegangi tangan ibu-ibu itu dan memeluknya.
Nenek
Kau anak yang baik, pasti ibumu bangga.
Ibu-ibu
Aku bukan anak yang baik nek, saat-saat ibuku membutuhkanku, aku malah tak ada disana.
Nenek
Tenanglah, ibumu pasti bahagia.
Ibu-ibu itu diam. Ia diam dan berusaha sesenggukan menahan tangisnya.
Ibu-ibu
Dulu setiap ditanya, selalu bilang tidak apa-apa, tidak ada masalah. Sebagai anak muda, aku menganggap memang tak ada apa-apa.
Nenek
Tenanglah.
Ibu-ibu
Dia mirip seperti nenek, tidak ingin merepotkan anaknya. Tidak ingin merepotkan orang lain. Tapi kami, aku, kakakku, dan adik-adikku ini yang bingung.
Nenek
Iya, engkau anak yang baik. Pasti ibumu bangga.
Ibu-ibu
Bagaimana bisa nek?
Nenek
Jika kau bilang ibumu mirip aku, aku sangat bangga dengan anakku. Dia membantu orang, dia sukses, dia bisa berguna bagi masyarakat, aku sangat bangga. DIa melebihi apa yang kuharapkan.
Ibu-ibu itu diam, ia mengucek-ucek matanya lagi.
Nenek
Tenanglah, aku jamin dia bahagia.
Mobil menggilas dan rumah-rumah warga mulai padat. Tanda sudah hampir sampai di pos polisi.
Nenek
Semenjak suamiku pergi, aku dan anak-anakku hidup bersama. Mereka masih sekolah, belum bekerja.
Ibu-ibu
Memangnya pergi karena apa nek?
Nenek
Aku tak tahu, tiba-tiba saja jasadnya ada di tengah sawah.
Ibu-ibu
Kok bisa. Bagaimana nek ceritanya?
Nenek
Kata orang ia dirampok dan dibegal. Kata orang juga ia memang diincar preman. Tapi kata orang ia dibunuh tentara. Tapi aku lebih percaya bapak dibunuh begal, karena setahuku ia tak pernah berurusan buruk dengan orang lain.
Ibu-ibu
Iya nek,
Mobil merangsek berjalan, hendak mogok karena supir lupa mengopling.
Ibu-ibu
Sekarang, pasti bahagia disana. Atau disini (menyentuh dada nenek)
Lalu nenek saat itu sendiri?
Nenek
Iya, aku saat itu masih ada ibu. Jadi aku hidup dengan ibuku di Sungai Besar.
Ibu-ibu
Lalu bagaimana nenek bisa ke Sungai Panjang?
Nenek
Cucuku bekerja disana, jadi aku ikut kesana.
Ibu-ibu
Ini nanti ibu pulang ke Sungai Panjang apa ke Batu Besar?
Nenek
Saya ke Batu Besar.
Ibu-ibu
Masih ada rumah disana?
Nenek
Sudah dijual
Ibu-ibu
Lah, kesana mencari siapa nek?
Nenek
Pulang.
Ibu-ibu
Kemana?
Nenek
Ke bapaknya anak-anak.
Ibu-ibu
Nek, bukannya rumahnya bapak ada disini (ibu itu menyentuh dada nenek itu)
Nenek itu diam, ia tertegun. Kemana sebenarnya yang ingin ia cari.
Eksterior Perempatan dengan Pos Polisi
Mobil berjalan dan terlihat rumah toko mulai berhimpitan, lalu lintas sudah cukup padat. Mobil berhenti di tepian jalan. Pos polisi terlihat di seberang jalan.
Ibu-ibu
Nek, nenek mau kemana? Ke Batu Besar apa ke Sungai Besar?
Nenek
Aku tidak tahu.
Ibu-ibu
Jika nenek ingin kembali ke Sungai Panjang, mari ikut saya saja.
Nenek
Terimakasih banyak, saya ingin ke Batu Besar. Terimakasih banyak.
Orang-orang di dalam mobil itu turun, pos polisi juga terlihat lumayan dekat darisini.
Nenek
Kalian anak-anak yang baik. Rajin sekolah ya, dan bahagiakan orang tua kalian.
Anak-anak
(Diam saja namun mengangguk)
Ibu-ibu
Dijawab Nak, yang baik (katanya sambil mengelus kepala)
Anak-anak
Iya nek.
Terlihat sebuah bus dari timur mendekat, bus kecil khas orang perdesaan.
Kernet teriak-teriak, dan nenek itu hendak berangkat.
Ibu-ibu
Nek, ini untuk nenek (katanya sambil memberikan uang pada salamnya)
Nenek
Buat apa nak?
Ibu-ibu
BUat naik bus.
Nenek
Tidak perlu nak
Ibu-ibu
Tolong, terimalah saja buk. (Ibu itu mengusap-usap matanya)
Iba dengan ibu-ibu itu, akhirnya nenek itu menerimanya. Bersalaman dan tak henti-hentinya saling cium tangan antara ibu-ibu itu dan nenek.
Bus berhenti, kernet turun dari atas membantu nenek itu berjalan.
Nenek itu berjalan, naik keatas bus. Dibantu kernet itu, lalu melambaikan tangan pada keluarga baik itu.
Bus berjalan sebentar, dan tiba-tiba nenek yang belum duduk itu mendesak ingin turun. Tidak ada seratus meter, yang pasti keluarga tadi sudah tidak terlihat.
Nenek
Ada yang ketinggalan Pak
Kernet
Lah, apa itu buk?
Nenek
Pokoknya ada yang ketinggalan.
Kernet teriak dan bus-pun berhenti,
Kernet
Ditunggu atau tidak nek?
Nenek
Ditinggal saja.
Nenek turun membungkuk, dan bus berasap itu berjalan meninggalkannya.
Terlihat di seberang jalan, sebuah Masjid.
Nenek itu berjalan sambil ke tepat depan Masjid megah itu.
Nenek itu membungkuk memerhatikan kanan kiri menyebrang jalan. Jam terlihat pukul setengah satu.
Interior Tempat Ibadah
Dengan tenang, nenek itu masuk kedalam tempat ibadah, dengan upacaranya. ( Sebenarnya ini nggak harus islam, Kalau islam, wudhu, memakai mukena, berjalan ke arah mimbar, dan sholat. kalau nasrani, disesuaikan, agama lain juga sama. Jadi bisa Masjid, bisa Gereja, tidak menjadi masalah). (Kalau islam, sujudnya dibuat cukup lama).
Berdoa, lumayan panjang, terlihat sangat dalam. Dari sorot matanya yang sedih.
Namun, nenek itu tetap tenang, tak menangis dan tak apapun. Ia tetap berdoa.
Tempat ibadah menjelang ramai, orang-orang terlihat datang, tidak banyak, hanya beberapa.
Nenek itu masih berdoa. Jam terlihat pukul satu, nenek itu masih berdoa.
Seseorang perempuan tiba-tiba mendatanginya. Hampir seumuran, namun terlihat lebih muda. Lebih segar. Mungkin karena gaya hidupnya yang membuatnya lebih muda.
Ia lalu duduk disampingnya, mengelus pundaknya dan ikut berdiam diri.
Nenek itu adalah pemuka agama. Ia cukup dikenal. Namun nenek itu lamat-lamat kenal dan tak mengenalnya.