ADEGAN PERTAMA MERUPAKAN OPENING CREDITS
SCENE 1. EXT. PINGGIRAN JALAN JAKARTA - MALAM
ANTON JAYAKARTA (28) seorang mantan pengusaha muda sukses sedang menghisap sebatang rokok di pinggiran jalan Jakarta. Langit waktu itu sudah redup dan malam malu-malu menampakkan dirinya. Anton menggunakan topi, kacamata hitam, dan memakai jaket parasut sambil bersender di sebuah tiang. Kita tidak bisa melihat ekspreksinya, tapi dia terlihat lusuh, rambut agak panjang, kumisnya cukup tebal, dan penampilannya berantakan. Anton lalu membuang batang rokoknya yang belum habis ke trotoar dan dia menginjaknya. Anton lalu berjalan pergi di tengah keramaian jalan Jakarta yang ramai namun sunyi. Ia terus berjalan sembari memandangi indahnya gedung-gedung yang ada di Jakarta dan seluruh lampu terang yang mempercantik kota, Anton terlihat tak peduli dengan seluruh keindahan itu.
SCENE 2. EXT. DI DEPAN ABANG-ABANG JUALAN KERAK TELOR - MALAM
Anton merokok sambil menunggu kerak telornya jadi, kacamatanya sudah digantung di kaosnya. Pedagang kerak telor itu memasak dengan sangat ahli dan setiap gerakannya terlihat simpel, terlihat seperti tangan yang sudah terlatih dengan perbuatan yang sama di setiap harinya.
ANTON
Pak, udah berapa lama hidup pak?
PENJUAL KERAK TELOR
(bingung) Berapa lama saya hidup?
ANTON
Iya, umur bapak udah berapa sekarang
PENJUAL KERAK TELOR
Bulan depan 54 sih bang.
ANTON
Ohh... bagus bapak umur segini masih sehat segar bugar gini. Saya senang liatnya.
PENJUAL KERAK TELOR
(senang) Maklum bang, tiap hari jalan kaki dari sini kerumah lumayan jauh saya. Jadi udah biasa olahraga hahaha, mas kenapa tiba-tiba tanya umur ya?
ANTON
(bernada murung) Gapapa pak nanya aja, saya kesepian soalnya, bingung mau ajak ngobrol siapa.
PENJUAL KERAK TELOR
(ramah) Ohhh, yaudah abangnya ayo sini nongkrong dulu aja ama saya. Nanti kita ngobrol-ngobrol santai aja, nih masnya rokok gak? (menyodorkan rokok)
ANTON
Hmph, ngga usah pak, saya buru-buru. Saya udah ada janji soalnya.
PENJUAL KERAK TELOR
Loh, katanya kesepian, itu janjian sama orang.
ANTON
Bukan janji sama orang pak, sama yang lain.
PENJUAL KERAK TELOR
Ohh... (bingung), oke deh ini mas (menyodorkan kerak telor)
Anton mengeluarkan 3 lembar uang 100 ribuan dari sakunya sembari mengambil bungkusan kerak telor yang sudah di plastik.
ANTON
Ini pak.
PENJUAL KERAK TELOR
(kaget) Wah ngaco nih abangnye. Kerak telor sini mah 15 rebuan aja, kegedean banget itu mah.
ANTON
Udah pak ambil aja, saya udah gak butuh.
PENJUAL KERAK TELOR
Serius ini bang?
ANTON
Iya.
PENJUAL KERAK TELOR
Makasih bang, semoga abang panjang umur dan hidupnya dikasi keberkahan ama Tuhan. Amin.
ANTON
Iya, sama-sama pak.
Anton lalu berjalan pergi, tak lama setelah dia berjalan pergi, dia membuang kerak telor itu. Dia hanya membeli karena ingin berbicara dengan pedagang tua itu.
SCENE 3. INT. GEDUNG KOSAN - SORE
Anton berjalan kearah kamarnya, kosan itu sedikit ramai, kamar-kamar bersuara yang menandakan pemilik kamarnya ada. Anton mendengar tangisan di kamar 208, tangisan yang tidak ia hiraukan. Kemudian ia masuk ke kamarnya yang bernomor 213, paling ujung.
SCENE 4. INT. KAMAR ANTON – SORE
SHOT KAKI ANTON YANG BERDIRI DIATAS KURSI, DI KANAN LAYAR
Penampilannya kurus, lusuh, tak terurus, dan tatapannya lesu. Botol alkohol dan asbak yang terisi banyak puntung rokok bekas berserakan di lantai kamar, baju-baju berhamburan tak karuan di lemari, dan kamar itu suram serta bau tengik.
Sore itu dia berdiri diatas kursi dengan tali tambang yang sudah terkalung di leher, wajahnya penuh rasa takut akan rasa sakit kematian tapi keinginannya untuk bebas lebih besar dari rasa takutnya.
Anton menatap kaca yang ada didepan kamarnya, ditatap wajah kurus kepunyaannya dengan muram dan putus asa.
ANTON
(tertawa) hehe, akhirnya gini doang tai.
ANTON menatap dirinya sekali lagi dikaca yang tertempel di lemari kamarnya, menatap wajahnya sekali lagi untuk yang terakhir.
Disaat Anton sudah siap untuk mengambil nyawanya, suara berbisik pelan di kupingnya. Suara itu terdengar samar antara laki-laki dan perempuan. Ada sebuah ciri dari suara ini, terdengar lembut dan renyah. Ada maksud yang tersembunyi dari nada bicaranya, ia TAK BERNAMA.
TAK BERNAMA (VO)
Lu bau rasa benci
ANTON
(Bingung) Hah...
TAK BERNAMA
Ada keinginan yang gede untuk menyelesaikan sesuatu, tapi lu gak akan pernah bisa. Di dunia ini lu gak akan pernah bisa.
ANTON
(pasrah) Gua mau bebas sekarang, gua gapengen hal itu lagi.
TAK BERNAMA
(menggurui) Ambisi hidup lu ancur, lu pengen diakuin semua orang, lu pengen jadi nomer satu, tapi lu sekarang berakhir pake tali di leher. Berakhir sia-sia.
Anton merasa perkataan suara itu terlalu jujur dan sekarang dia tersinggung oleh apa yang diucapkannya. Anton emosi.
ANTON
(marah dan pusing sambil memegang kepala) Anjing! Kenapa gua mau mati aja gak bisa tenang!? (Diam sejenak dan menangis) Tolong... tolong gua...
TAK BERNAMA
Gua bisa nolong lu.
Anton sedikit kaget ketika mendengar kalimat yang diucapkan oleh suara samar itu, ia langsung merasa kesal karena dia merasa suara itu hanya mengatakan harapan yang palsu dan penuh kebohongan.
ANTON
Nolong gimana? Lu aja gak berbentuk, gimana bisa sesuatu yang gak keliatan nolong gua hah? (EMOSI) Lu tau penderitaan gua? Lu tau kegagalan-kegagalan yang gua alamin? Lu tau pengorbanan yang udah gua lakuin?
TAK BERNAMA
Gua tau, sekarang gua akan menawarkan lu kesempatan kedua. Tapi bukan disini.
ANTON
(menolak dan kembali pasrah) Kesempatan kedua? Gua saat ini udah bertali di leher, gua udah gak butuh kesempatan kedua.
TAK BERNAMA
Iya, gua bisa liat itu. Tapi gimana kalau gua bilang, kalau lu bisa mendapatkan APA YANG SAAT INI MASIH MENGGANJAL DI HATI LU?
Kalimat yang diucapkan TAK BERNAMA barusan memantik rasa penasarannya.
ANTON
(lemas) Apa yang mengganjal di hati gua? Apa yang masih gua ingin dapetin?
TAK BERNAMA
(tegas) Keadilan, keadilan untuk lu dan keadilan untuk orang itu.
Anton kaget bukan main dengan perkataan suara misterius barusan, suara itu tau apa yang dia inginkan. KEADILAN untuk orang yang menghancurkan hidupnya, keadilan dengan darah.
FLASH FRAME WAJAH PATWIN YANG SEDANG TERSENYUM SINIS, ANTAGONIS UTAMA.
TAK BERNAMA (CONT'D)
Disana, di tempat itu lu akan mendapatkan apa yang paling lu mau. (Diam sejenak) KEADILAN, keadilan lah keinginan yang masih tertinggal walaupun raga lu akan hilang.
Anton mulai menerima kalimat demi kalimat dari suara ini, wajahnya mulai menunjukkan harapan yang sebelumnya pupus
ANTON
(muncul harapan) Gimana? Gimana cara agar gua bisa dapet keadilan itu?
TAK BERNAMA
Lu akan tau sebentar lagi, kalau lu mau.
Anton hanya diam.
TAK BERNAMA (CONT'D)
(mengejek) Kenapa lu diem aja ton hehehe, lu bisa balas semuanya. Tapi biaya untuk sebuah keinginan besar gak akan pernah murah.
ANTON
(penuh kebencian) Apapun biayanya, semuanya akan gua bayar, dan gua gak akan ragu.
TAK BERNAMA
(menantang) Lu siap melakukan apapun untuk mencapai apa yang lu mau? Walaupun lu akan menghadapi pilihan yang sulit untuk dipilih?
ANTON
(tegas) Gua akan lakukan apapun. Apapun asal memang apa yang lu bilang memang benar.
TAK BERNAMA
Baik, lu telah menyetujui penawaran gua. Sekarang lu bakal dapet apa yang paling lu mau.
Suara desir angin mulai terdengar, desir angin kemudian menjadi gemuruh yang ada di ruangan itu. Padahal tak ada jendela yang terbuka. Anton hanya bergeming dan menatap dirinya sendiri di kaca, dia bingung bercampur bahagia setidaknya ada harapan dibalik kehidupannya yang sia-sia ini.
TAK BERNAMA(CONT'D)
Sekarang lu akan merasakan apa makna dari sebuah keadilan dan mendapatkan keadilan yang pantas untuk lu, Anton.
Setelah suara Tak Bernama menyelesaikan kalimatnya, suara memekakkan telinga terdengar. Anton merasakan pusing yang teramat sangat, dia berteriak kesakitan dan mengerang-erang.
QUICK CUT ADEGAN-ADEGAN DISTURBING
A. Anton menusuk seorang pria.
B. Darah ditangan.
C. Lanskap Jakarta yang kosong.
D. Gelang dengan 7 bulatan hijau dan 3 segitiga penanda arah diatasnya
E. Wajah makhluk bertopeng putih dan angka romawi 20.
F. 3 orang gantung diri.
G. Pantai dan Deburan Ombak.
Adegan dilanjutkan dengan kursi tempat Anton berdiri yang terjatuh dan Anton yang kaget lalu meregang nyawa dengan tali tambang terikat di lehernya, ia AMAT SANGAT TERSIKSA.
BLACK SCREEN