6. INT. KAMAR KOST PUTRI - NIGHT
Arya masuk kedalam kamar Putri.
ARYA
Put, sudah magrib.
(Membangunkan Putri yang terlelap di kasur).
(Arya menghidupkan lampu kamar Putri dan menyalakan kipas angin)
(Putri terbangun dan menatap Arya berdiri disamping ranjangnya dengan pakaian rapi)
(Putri menarik tangan Arya agar tidur disampingnya lalu mereka terdiam menatap kipas yang berputar diatas mereka)
ARYA
Masih sakit kepalanya?
PUTRI
(Menguap)
Sudah sedikit baikan mas, lumayanlah daripada waktu pulang tadi.
(Menatap Arya lalu menyandarkan kepalanya ke bahu Arya)
PUTRI
Mau kemana sudah rapi jam segini? Ada tante baru?
(Arya tersenyum dan mencium kepala Putri)
ARYA
Ada yang minta ditemenin ke Kaliurang.
PUTRI
Tante Sisca?
(Arya tersenyum)
ARYA
Entah apa kabarnya Sisca, semenjak kita hampir tertangkap basah dihotel oleh suaminya, dia seperti menghilang ditelan bumi.
PUTRI
Mungkin dia punya yang baru, tapi aku ragu karena dia begitu tergila gila padamu. Semua yang kamu inginkan dia berikan tanpa berpikir panjang.
ARYA
Mungkin dia sudah menjadi istri yang baik sekarang.
PUTRI
Tante Sisca?
(Mereka saling menatap lalu tertawa)
(Arya bangkit berjalan menuju cermin dan merapikan baju dan rambutya)
(Putri duduk diranjang)
PUTRI
Aku melanggar aturan yang aku buat sendiri.
(Arya menatap Putri dari balik cermin)
ARYA
Siapa laki-laki yang beruntung mendapatkan ciuman pertamamu?
(Arya menggoda Putri)
(Putri melempar Arya dengan bantal)
(Arya melirik Putri yang gelisah dari balik cermin, lalu berbalik menatapnya)
ARYA
Ada sesuatu dari ciuman itu yang membuatmu galau atau rindu misalnya?
(Putri menatap Arya tanpa menjawab pertanyaannya)
ARYA
Segera lupakan atau kamu akan terjebak didalamnya.
(Arya menghampiri Putri dan mengacak acak rambutnya. Putri hanya terdiam pasrah)
ARYA
Aku pergi dulu, kalau ada apa-apa kabari, nanti aku bilang anak-anak kos yang lain.
PUTRI
(Merengek)
Martabak.
ARYA
Kalau nggak nginep.
(Meninggalkan kamar Putri dan menutup pintunya)
(Putri menghempaskan tubuhnya ke ranjang dan terdiam menatap kipas)
(Putri meraih handphonenya dimeja, ada telpon tak terjawab dari Dewi beberapa kali)
(Putri menghubungi Dewi)
PUTRI
Kenapa Wi?
DEWI
(Suara lemas)
Sudah baikan Put?
PUTRI
Lumayan, sudah agak mendingan.
DEWI
Syukurlah.
PUTRI
Gimana pestanya? Meriah pasti. Sorry ya Wi tadi aku pulang duluan sebelum acara dimulai.
DEWI
Nggak apa-apa Put, lagipula pernikahannya dibatalkan.
(Putri terkejut)
PUTRI
Apa Wi? Pernikahan dibatalkan?
DEWI
Iya.
PUTRI
Maksudmu bu Cyntia dan mas Kevin batal nikah?
DEWI
Iya Put.
PUTRI
Bener bener batal?
DEWI
(Suara kesal)
Iyaaaaaa... Put.
PUTRI
Tapi.. tapi kenapa bisa batal Wi?
(Putri gugup sambil memegang bibirnya, lalu tersadar dan melepaskan tangannya dari bibirnya)
DEWI
(Menghela napas)
Tidak ada yang tahu Put, alasan kenapa dibatalkan atau siapa pihak yang membatalkan pernikahan itu. Memang tidak disampaikan langsung sama bu Cyntia atau pak Kevin, tapi lewat perwakilan mereka.
PUTRI
Trus?
DEWI
Ya sudah gitu aja, setelah pengumuman itu, semua tamu pulang. Aku dan teman-teman kantor sempat mencari bu Cyntia, tapi kelihatannya dia sudah pergi sebelum pengumuman pembatalan pernikahan mereka.
PUTRI
Kamu nggak ada gosip gitu kenapa mereka bisa membatalkan pernikahannya disaat-saat terakhir, gila lho Wi biaya pesta terbuang percuma.
DEWI
Nggak ada yang tahu Put, sama seperti aku dan anak-anak kantor tidak tahu kapan bu Cyntia pacaran, eh tiba-tiba dapat undangan nikah dari dia.
(Mereka terdiam)
DEWI
Yang pasti bu Cyntia bisa lebih galak dikantor nanti.
(Hening)
DEWI
Ya sudahlah, besok kita ketemuan makan siang ditempat biasa.
(Hening)
DEWI
Put... Put..
(Berteriak)
Putri...
PUTRI
Oh iya...
(Putri Terkejut)
DEWI
Kamu kenapa? Kalau masih pusing istirahat sajalah.
(Dewi Kesal)
PUTRI
(Gugup)
Iya.
DEWI
Ya sudah.
(Menutup telpon)
Putri kembali menghempaskan tubuhnya ke ranjang, gelisah karena takut dia yang menjadi penyebab batalnya pernikahan Kevin dan Cyntia.
Dia tutup wajahnya dengan bantal dan berteriak.
CUT TO
7. EXT. FOODCOURT MALL - DAY
Putri, Dewi dan Rini sedang menikmati makan siang mereka.
Putri melamun menatap makan siangnya.
Rini dan Dewi menatap heran Putri.
DEWI
Putri...
(Berteriak)
(Putri terkejut, menatap kesal dua sahabat dihadapannya)
DEWI
Kamu kenapa sih Put? Dari kemarin lho.
RINI
Iya Put, sejak tadi pagi aku perhatikan dirimu hanya diam dan termenung dikonter.
(Dewi memegang lengan Putri dan mendekatkan kepalanya)
DEWI
(Berbisik)
Kamu nggak hamil kan?
(Rini dan Dewi tertawa)
(Putri tersenyum sinis, lalu menyingkirkan makan siangnya)
RINI
Sorry Put, Kita hanya khawatir kalau kamu seperti ini, banyak melamun dan diam. Ceritalah kalau memang ada masalah, kita bukan baru kemarin berteman, tapi sudah semenjak SMP, jadi tahu kalau ada yang tidak beres denganmu.
DEWI
Bener Put.
(Putri terdiam menatap kedua sahabatnya, berpikir keras)
DEWI
Sudahlah, nanti kalau sudah siap cerita pada kita. Ngomong-ngomong, tadi pagi bu Cyntia kekantor, bekerja seperti biasanya, seolah-olah tidak terjadi apa-apa dengannya.
RINI
Oh ya...
DEWI
Orang kalau lagi sedih, apalagi pernikahannya batal, pasti lebih memilih cuti kerja dan liburan, untuk menenangkan pikiran mereka.
(Dewi menghabiskan suapan terakhir lalu menghabiskan minuman terkahirnya dan menatap Putri dan Rini yang serius menunggu dia melanjutkan ceritanya)
DEWI
Berbeda dengan bu Cyntia, dia malah semangat kerja dan menjadi sangat sangat sensitif dikantor, ibarat iblis sedang menstruasi.
(Rini dan Putri tertawa)
DEWI
Tiba-tiba, hal kecil bisa menjadi masalah besar, kesalahan-kesalahan lama dia ungkit kembali, bena-benar seperti bekerja dengan Miranda Priestly, kita stress dan tersiksa dibuatnya.
RINI
Mungkin setiap orang berbeda mengatasi kesedihan mereka. Mungkin dengan membiarkan dirinya sibuk bekerja, dia bisa melupakan masalah dan kesedihannya.
DEWI
Ya tapi jangan super sensitif seperti itu kan, kita malah was-was dan jadi takut membuat kesalahan kecil bisa bisa berakhir dengan mutasi.
(Rini tertawa, Putri masih tersenyum kecut)
(Dewi mendekatkan kepalanya ketengah meja)
DEWI
Dan gosip yang beredar dikantor, pak Kevinlah yang membatalkan pernikahan itu.
(Putri yang sedang meminum jusnya, tiba-tiba tersedak dan terbatuk-batuk)
(Dewi dan Rini menatap Putri keheranan dan membantu Putri membersihkan meja dan wajahnya)
DEWI
Kamu kenapa Put, pelan-pelan.
RINI
Iya, pelan-pelan Put.
(Putri menatap kedua temannya yang sibuk membersikan sisa jus)
PUTRI
Aku mencium pak Kevin.
(Rini dan Dewi menatap Putri dengan terkejut dan aktivitas mereka berhenti mendadak)
RINI
Apa?
DEWI
Maksudmu?
PUTRI
Aku mencium pak Kevin.
(Putri menjatuhkan kepalanya ke meja)
DEWI
Kamu mencium pak Kevin?
(Putri masih menempelkan kepalanya dimeja)
(Dewi mengangkat kepala Putri agar bisa menatap dia)
DEWI
Putri...
PUTRI
Pak Kevinlah yang awalnya tiba-tiba menciumku dan tanpa sadar aku membalas ciumannya.
(Dewi dan Rini bengong tidak percaya)
DEWI
(Mulai panik)
Kamu... kamu bercandakan Put?
(Dewi menatap Putri tajam)
PUTRI
Andaisaja ini semua candaan Wi, tapi ini kenyataan.
(Putri menceritakan kejadian dengan Kevin diruang ganti)
(Selesai mendengarkan cerita Putri, Dewi bangkit berdiri, menjauh dari meja, menatap Putri lalu berjalan mondar-mandir)
DEWI
Gila... gila... gila.
(Berhenti dan menatap Putri lalu berjalan mondar mandir lagi)
DEWI
Ini kalau sampai bu Cyntia tahu lalu menyelidiki dan ketahuan kalau kamu pergi denganku kemarin...
(Berhenti lalu menatap Putri dan Rini)
DEWI
Habislah aku, dan selamat datang mutasi.
(Rini tersemyum)
(Dewi mendekat kearah Putri)
DEWI
Kamu yakin itu pak Kevin.
(Putri mengangguk)
RINI
Tenangkan dirimu Wi, paling pak Kevin juga tidak tahu dia datang sama kamu. Iya kan Put?
(Dewi dan Rini menatap Putri)
(Putri meringis)
DEWI
Mampuslah aku.
(Dewi membenturkan kepalanya ke meja berulang ulang)
RINI
Kalian yakin pernikahan itu batal hanya karena sebuah ciuman yang hanya beberapa detik saja? Ciuman dari dua orang yang tidak saling mengenal. Ini masa depan dan nama baik mereka lho yang mereka pertaruhkan.
(Rini memegang tangan Dewi)
RINI
Ayolah, nggak mungkin masa depan dan harga diri bu Cyntia dan pak Kevin porak poranda hanya karena ciumannya Putri.
(Tiba-tiba Rini dan Dewi menatap Putri)
RINI
Put... ciuman pertamamu?
(Putri menngangguk)
DEWI
Pantaslah keenakan, dua kali.
(Rini mencubit Dewi)
(Dewi tampak kesakitan)
DEWI
(Merengek pada Putri)
Putriiiii jangan diam saja, ayolah cari solusi.
PUTRI
Aku... aku tidak tahu harus bagaimana Wi, akupun merasa bersalah dari kemarin, apalagi kalau sampai kamu turun jabatan menjadi resepsionis.
(Rini tertawa)
(Dewi melirik kesal)
DEWI
Dia menyukaimu Put?
PUTRI
Aku tidak tahu.
RINI
Tumben sinyalmu lemah.
DEWI
Bagaimana tidak lemah, bibirnya sibuk menikmati bibir pak Kevin, sampai sinyalnya terputus.
(Rini dan Putri tertawa)
(Dewi tampak kesal)
DEWI
Kalian ah....
RINI
Sudah Wi, bukan semua salahnya Putri, toh kita belum tahu juga alasan dibalik batalnya pernikahan mereka.
(Dewi menghela napas,memegang lembut tangan Putri)
DEWI
Tapi kenapa dia tiba-tiba menciummu?
PUTRI
Entahlah.
RINI
Mungkin dia panik atau tegang dengan pernikahannya.
PUTRI
Mungkin, karena dia tampak seperti sedang memendam sesuatu.
(Putri kesal)
Tapi kenapa dia harus menciumku dan membuat runyam semuanya.
DEWI
Itu yang harus kita cari tahu jawabannya, agar kita semua bisa tidur dengan nyenyak.
(Semua terdiam)
PUTRI
Kamu tahu dimana kantor pak Kevin?
DEWI
(Menggeleng)
Setahuku di Jakarta, tapi aku tidak tahu di perusahaan mana.
RINI
Mau apa?
PUTRI
Kamu cari tahu kantornya dimana, dan segera kabari aku kalau sudah dapat infonya.
RINI
Kamu mau apa Put?
DEWI
Oke, nanti aku kabari segera
RINI
(Berteriak)
Putri.
PUTRI
Aku mau menemuinya langsung, mencari jawaban yang aku dan kita penasaran dibuatnya.
RINI
Gila kamu nekat gitu.
PUTRI
Aku juga tidak akan tenang Rin kalau semua menggantung seperti ini. Paling tidak aku ingin mendengar penjelasan langsung darinya walapun sebenarnya itu bukan urusanku. Aku berharap dengan aku datang langsung dia bisa melihat keseriusanku.
(Rini dan Dewi memegang tangan Putri diatas meja)
CUT TO