INT. RUANG TV RUMAH RAVI – MALAM
Ravi sedang fokus dengan layar TV yang menampilkan permainan balap mobil. jari-jarinya sibuk bergoyang di atas konsol game. Di sampingnya, Amel sedang mengerjakan tugas. Beberapa detik kemudian, Ravi berteriak.
Ravi:
AAAAAH! KALAH!! Padahal, udah ronde keenam! Aaaah!
Amel meletakkan pulpennya dengan keras. Dia menoleh kesal kepada Ravi.
Amel:
Rav.
Ravi:
Apa?
Amel:
Mulai sekarang lo enggak boleh ke kelas gue lagi, gue juga enggak akan ke kelas lo. Kita berdua pura-pura enggak kenal aja kalau di sekolah.
Ravi meraih ponselnya dan memainkannya.
Ravi:
Kenapa?
Amel:
Banyak banget yang nitip kue, surat sama bunga ke gue buat dikasih ke lo. Capek. Kuenya gue makan semua. Suratnya gue buang.
Ravi:
Hm…
Amel:
Janji lo, ya!
Amel kembali larut dalam tugas sekolahnya, sementara Ravi berbaring sambil bermain ponsel.
CUT TO:
INT. KANTIN – SIANG
Sekelompok murid cewek duduk di pojok kantin, antusias menunggu kedatangan seseorang. Ravi masuk ke kantin bersama teman-temannya. Salah satu murid (Hani) dari kelompok cewek itu, mengangkat tangannya.
Hani:
Rav, duduk bareng kita, yuk!!
Ravi tersenyum kaku, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh kantin. Ravi menghampiri sebuah meja, tempat Amel berada. Ravi duduk di samping Amel dengan santai.
Ravi:
Gue duduk di sini aja, kak!
Ravi menyeruput es teh Amel tanpa izin. Amel menatap Ravi tanpa mengatakan apa-apa. Ravi diam saja, menghabiskan es teh Amel tanpa rasa bersalah.
CUT TO:
EXT. DI PINGGIR JALAN – SORE
Dari gerbang sekolah, Ravi melihat Amel baru saja naik angkutan umum. Ravi segera mengejar angkutan umum tersebut. Dia berlari sekuat tenaga mengejar angkutan umum yang sudah jauh.
Ravi:
AMEEEEEL! STOP! STOP! OOOM!
Dari dalam angkutan umum, Amel melihat Ravi berlari kencang.
Amel:
Minggir, om.
Angkutan umum berhenti. Ravi pun ikut berhenti. Amel turun, dan langsung berjalan kembali tanpa melihat Ravi. Rumahnya masih sedikit jauh. Ravi menarik tangan Amel.
Ravi:
Kenapa, sih?
Amel:
Apanya?
Ravi:
Lo marah-marah mulu seharian!
Amel tidak menjawab, hanya menghela nafas.
Ravi:
Ngapain lo pulang naik angkot?
Amel:
Lah? SUKA-SUKA GUE!
Ravi mengangkat kedua tangannya, ingin meremas kepala Amel karena kesal. Amel pun kembali berjalan. Ravi mengikutinya.
Ravi:
Motor gue gimana dong!? Ketinggalan di sekolah! gara-gara lo!
Amel:
Aneh. ngapain ngejar angkot pakai lari, padahal punya motor.
Ravi menendang kerikil di jalanan karena kesal dan merasa bodoh dengan dirinya sendiri.
Ravi:
Apa, sih… gue seharian ini enggak digubris di sekolah… aneh banget. Lo lagi PMS? Eh, tapi, kemarin-kemarin pas pms enggak seserem ini… atau ini emang the real Amel? Ngambek nggak jelas.
Amel berhenti berjalan. Dia menatap Ravi beberapa menit sampai matanya memanas dan menjadi merah. Ravi merasa salah bicara dan kikuk. Dia menggaruk kepalanya. Tangis Amel pecah, bahunya terguncang. Ravi jadi bingung.
Ravi:
Eh…? Aduh, mana di pinggir jalan…
Ravi berusaha menutupi Amel dengan badannya.
Ravi:
HEH! KENAPA, SIH?!
Amel tidak menjawab, dia berjalan dengan lebih cepat. Ravi membuang nafas. saking kesalnya, dia hampir melempar Amel dengan kerikil di jalanan, tapi, dia urungkan.
Ravi:
Mel… kenapa?
Amel:
GUE UDAH BILANG KEMARIN!!
Ravi:
Apaaa?! Gue lupa! Lo kan, tahu gue ini pikun, memori jangka pendek!! Gue bego!!
Amel:
GUE UDAH BILANG KEMARIN! UDAH LO IYAIN JUGA!
Ravi:
GUE LUPA!!! LU! PA! LO TINGGAL NGULANG LAGI APA SUSAHNYA!?
Amel:
KITA PURA-PURA ENGGAK KENAL KALAU DI SEKOLAH! GUE CAPEK DITITIPIN KUE SAMA CEWEK-CEWEK YANG NAKSIR SAMA LO! CAPEK!
Ravi berkacak pinggang. Dia ingat perkataan Amel kemarin, namun tidak benar-benar menganggapnya serius.
Ravi:
Seriusan? Lo nangis gara-gara itu?
INSERT: Seseorang menampar pipi Amel dengan keras.
Ravi:
Oke! Oke! Maaf, Mel… iya udah besok kita kayak matahari sama pluto kalau di sekolah! jauh, jauh banget!
Amel masih menangis, namun tidak sekeras sebelumnya. Dia kembali berjalan pelan menuju rumahnya. Ravi mengikutinya dengan bingung, mencari cara untuk menghibur Amel. Tiba-tiba, dia melihat pohon yang buah mangganya sudah membesar.
Ravi:
Mel, mel! Mau manga yang itu?! Gue ambilin!
Amel menatap mangga yang ditunjuk Ravi.
Amel:
Caranya?
Ravi tersenyum miring. Dia pergi ke seberang jalan, mengambil sebatang kayu dan sebongkah batu bulat berukuran sedang. Ravi mendekat beberapa meter di depan pohon. Dia melempar batu ke atas, kemudian memukulnya dengan kayu, persis seperti pemain baseball.
Sebuah mangga terjatuh. Ravi memungutnya, memberikannya pada Amel.
Ravi:
Makan di rumah lo, ya?
Amel menghapus air mata di pipinya. Dia mengangguk.
CUT TO:
EXT. HALAMAN BELAKANG RUMAH AMEL – MALAM
Amel keluar dari dapur membawa toples berisi gula pasir. Dia menghampiri Ravi yang sedang berbaring di atas kursi kayu. Amel memasukkan beberapa sendok gula pasir, mencampurnya dengan mangga yang sudah diparut. Ravi bangun.
Ravi:
MANTAP, MANTAP!!
Amel:
Nih, udah jadi.
Ravi menyicip menggunakan tangannya, begitu juga Amel. Mereka berdua menampakkan wajah puas dengan manisan yang mereka buat. Amel duduk di atas meja.
Ravi:
Maaf…
Amel:
Iya, iya. Gue juga lebay banget pakai nangis.
Ravi:
Terus?
Amel:
Yah… gitu, deh. Setiap ke kantin, dapat titipan. Balik ke kelas, dapat titipan. Masuk ke toilet, nanyain macam-macam tentang lo.
Ravi:
Contohnya?
Amel:
Makanan kesukaan Ravi apa? Gue jawab makanan kesukaan gue, hahaha.
Ravi:
Nah, enak, dong? Capeknya dimana?
Amel:
Capeknya itu ketika gue ngeladenin mereka, Ravi. Kalau enggak diladenin, nanti diomongin kakak kelas! Gue ini anak baik-baik. enggak mau dapat rumor aneh-aneh.
Ravi:
Terus?
Amel:
Apanya?? Ya, mulai sekarang lo jangan datang ke kelas gue lagi. Kalau diajak duduk di kantin sama kakak kelas, iyain. Jangan malah duduk sama gue!
Ravi:
Pulang pergi tetap bareng, kan?
Amel:
NO! kita berangkat masing-masing.
Ravi:
Kok, lebay banget, sih?
Amel:
Capek, tahu… lo enggak ngerasain, sih! Dasar anak tenar.
Ravi tersenyum, memperbaiki rambutnya untuk menyombongkan diri.
Ravi:
Hahahah! Kegantengan ini menyusahkan tetanggaku…
Amel menggelengkan kepala. Dia teringat sesuatu.
Amel:
Ravi. Lo harus masuk tim softball.
Ravi:
Kenapa?
Amel:
Waktu ngejar angkot, lo lari kayak cheetah, cepet banget! Waktu ambil mangga juga… menurut gue, lo bakal suka. Karena lo lebih memilih menggunakan otot daripada otak.
Ravi mengangguk-angguk.
Ravi:
Oke, deh.
Keduanya lanjut menyantap mangga mereka.