Hepta-Hepti Merantau Sebelum Dilayarkan
Daftar Bagian
1. Hepta-Hepti | scene 1-10
Rutinitas Ismail dan Karta yang akhirnya membawa kepada rangkaian-rangkaian masalah.
2. Hepta-Hepti | scene 11-20
Tawaran menjadi pemeran utama film laga datang kepada Karta. Ia harus belajar silat minang dengan se
3. Hepta-Hepti | scene 21-30
Adik Ismail menaruh hati kepada Karta. Ismail mendapat kabar dari keluarganya bahwa guru-guru silat
4. Hepta-Hepti | scene 31-40
Ismail membuktikan kebenaran kabar kematian guru silek. Ia langsung ke rumah guru silek itu. Di san
5. Hepta-Hepti | scene 41-50
Ismail bingung hendak kemana mencarikan guru untuk Karta, sementara Windi mendesak Karta agar bisa m
6. Hepta-Hepti | scene 51-60
Mak Adang menelepon ke HP Esah. Namun Ismail melarang mengangkat telepon. Amak mulai menyimpan curig
7. Hepta-Hepti | scene 61-70
Ismail dan Karta menguji kemampuan bersilat Tari. Karta meyakini bahwa Tari adalah pesilat perempuan
8. Hepta-Hepti | scene 71-80
Ismail putus kaji silat dalam mimpi dan mendapat tongkat keramat Gaek Tagok. Malam itu ia bertarung
9. Hepta-Hepti | scene 81-90
Ismail berniat mengembalikan tongkat pemberian Gaek kepada Rudi dan Tari. Namun tiba-tiba saja tingk
10. Hepta-Hepti | scene 91-100
Pemuda banyak yang datang untuk berguru kepada Ismail. Ismail tidak mau menerima mereka menjadi muri
11. Hepta-Hepti | scene 101-105
Tari dan Ismail menguji kemampuan silat yang sudah diajarkan selama ini. Romansa Karta dan Tari di p
12. Hepta-Hepti | scene 106-110
Balik ke Jakarta untuk memperagakan kemampuan bersilat Karta kepada sutradara.
13. Hepta-Hepti | ending
Karta dan Tari pulang ke kampung halaman. Mereka mendirikan perguruan silat. Karta menjalani kehidup
4. Hepta-Hepti | scene 31-40

31. INT. RUMAH GAEK TAGOK. RUANG TAMU. DAY.

Di ruang tamu tampak IBU (perempuan 60 tahun) duduk di kursi roda sambil membaca Al-Quran.

TARI (O.S)

Tidak sampaikah kabar ke uda?

ISMAIL (O.S)

Uda minta maaf karena tidak ada yang mengabari.

Ibu mendegar percakapan itu.

IBU

Sadakaulahhulazim.

Ibu menutup Al-Quran.

IBU 

Siapa itu, Tari?

Ibu meletakan AL-Quran di meja.

CUT TO:

32. EXT. RUMAH GAEK TAGOK. TERAS. DAY.

Tari, Ismail, dan Karta masih berdiri di teras.

TARI

Masuklah, Da.

Mereka memasuki rumah.

CUT TO:

33. INT. RUMAH GAEK TAGOK. RUANG TAMU. DAY.

Ibu masih duduk di kursi roda tempat ia membaca Al-Quran. Ismail dan Karta memasuki rumah dan langsung menyalami Ibu. Setelah itu mereka duduk di sofa. Sementara itu, Tari berdiri di sebelah Ibu.

IBU

Pulang juga murid kesayangan Gaek. Tari, buatkanlah udamu ini minum.

ISMAIL

Tak usahlah repot-repot.

TARI

Sudah pandai pula uda berbasa-basi di rumah ini ya?

Tari meninggalkan ruang tamu. Ismail tertawa-tawa kecil. Ismail mengamati Ibu yang tengah duduk di kursi roda.

ISMAIL

Sakit apa, Ibu?

IBU

Jatuh lalu terkilir tempurung lutut ini. Sudah dua minggu pula. Begitulah. Malang sekejap mata, untung tak dapat pula diraih.

ISMAIL

Takdir Allah tak dapat pula kita elaki, Bu. Tupai saja yang lihai melompat, jatuh juga.

Ismail berdiri dan mendekati Ibu.

ISMAIL

Sinilah, Mail pegang sedikit lutut ibu. Semoga Allah menakdirkannya sembuh kembali.

Ismail bersimpuh di kaki Ibu. Ia pegang lutut ibu yang bengkak. 

ISMAIL

Yang ini, Bu?

IBU

Sakit.

Ismail goyangkan tempurung lutut ibu ke kiri dan ke kanan. 

IBU

Aduh... 

ISMAIL

Tahan sedikit. 

Ismail memejamkan mata dan menekurkan kepala. Tangannya tetap di lutut ibu. Mulutnya bergerak-gerak merafalkan doa.

IBU 

(Terkejut)

Aduh... Panas...

Tangan ibu menggenggam erat pegangan kursi roda. Kakinya yang dipegang Ismail menyepak-nyepak. Ismail berusaha menahannya sambil terus merafalkan doa.

Karta menyaksikan kekhusukan Ismail dan merasakan betapa sakit yang ditahan Ibu. Matanya tidak berkedip memandangi Ismail.

CUT TO:

34. INT. DEPOT ISI ULANG AIR MINUM. DAY. 

Rudi hendak menghidupkan sepeda motor becaknya yang sudah dipenuhi galon berisi air minum.

IBU (O.S)

(Berteriak)

Aduh... Sakit...

Rudi mendengar teriakan ibu. Ia tidak jadi menghidupkan sepeda motor becak. Berlari ia ke rumah.

CUT TO:

35. INT. RUMAH GAEK TAGOK. RUANG TAMU. DAY.

Nafas ibu terengah-engah. Peluh mengucur dari keningnya. Ia coba mengoyang-goyangkan kaki.

Tampak oleh Ismail, Karta ternganga dan mengangguk-angguk kepadanya.

Ibu memcoba bangkit dari kursi roda. Ia langkahkan kakinya dengan ragu. Wajah tegang ibu perlahan mengendor. Ia langkahkan lagi kakinya. Nyaris tidak ada sakit yang dirasakannya.

Karta tak berkedip memandangi Ismail.

IBU 

Alhamdulillah...

ISMAIL

Jangan ibu paksakan dulu.

Rudi berdiri di pintu. Ia lihat Ibu berjalan seperti tidak ada lagi rasa sakit. Ia dekati Ibu. Ismail menoleh ke arahnya.

RUDI

Eh... Orang rantau kiranya. 

Rudi dan Ismail tertawa setelah itu mereka bersalaman.

Tari datang dari arah dapur sambil membawa dua gelas teh serta sepiring makanan ringan dengan baki. Ia terkejut dan senang melihat ibu berdiri tegap.

IBU

Alhamdulillah, Tari.

Tari meletakan baki itu di atas meja. Al-Quran yang juga berada di meja itu, ia ambil.

TARI

Tak tahu apa yang mesti Tari ucapkan lagi, Bu. Yang jelas uda, Mail, benar-benar menguasai semuanya dari ayah.

Air muka Rudi yang tadi ceria berubah datar seketika.

ISMAIL

Bukan pekerjaan uda, Tari. Allah yang berkendak.

Mereka tampak senang dan bersyukur kecuali Rudi.

RUDI

Ini kawanmu, Mail?

Karta mengangguk.

ISMAIL

Oh iya. Kenalkan. Ini Karta. Temanku dari Jawa. Sunda maksudnya. Dia ingin belajar silat.

Rudi menyalami Karta. Ismail menghabiskan gelak tawanya.

ISMAIL

Tari ini pandai bersilat. Pandai menari. Pandai pula memasak.

TARI

(malu-malu)

Ah, Uda.

ISMAIL

Mengobrol-ngobrolah dulu. Rud, di sebelah kita duduk.

RUDI

Lekaslah.

Rudi dan Ismail keluar rumah.

IBU 

Diminum tehnya, Nak.

KARTA

Iya, Bu.

Karta mengambil gelas tehnya. Ia meminum teh itu.

ISMAIL

Saya tidak menyangka bahwa Ismail mampu mengobati kaki Ibu.

IBU

Ismail itu adalah murid kesayangan Gaek. Sudah banyak kepandaian yang diturunkan kepadanya.

Karta mengangguk-angguk. Ia letakan kembali gelas tehnya. 

TARI

Benar Akang ke sini untuk belajar silat?

KARTA

Iya.

TARI

Jauh-jauh ke sini untuk belajar silat? Sementara anak-anak muda di sini sudah tak ada yang mau diajar.

Karta mengangguk-angguk.

IBU

Eh, jangan katakan anak orang tidak mau diajar. Maklumlah Karta, Tari ini suka mengkritiki apa saja yang tidak wajar menurutnya. Apalagi semenjak berkuliah ini. Setiap apa yang dipilih seseorang pasti ada alasannya kan?

KARTA

Iya juga, Bu. Tapi itu bagus. Tari kuliah dimana?

TARI

Di Padang, Kang, Fakultas Ilmu Budaya. 

KARTA

(menangguk-angguk)

Banyak dong buku bacaan tentang budaya Minang.

IBU

Itu rak buku sudah hampir mengalah karenanya.

Ibu tertawa kecil, begitu juga Tari. Karta meneguk kembali tehnya.

CUT TO:

36. INT. DEPOT ISI ULANG AIR MINUM. DAY.

Ismail melihat sekeliling depot isi ulang air minum. 

ISMAIL

Sukses juga kamu sekarang ya.

RUDI

Dari dulu sudah aku bilang. Kalau untuk mencari hidup kenapa harus jauh-jauh ke negeri orang. Seperti miskin sekali kampung kita ini.

ISMAIL

Merantau tidak hanya persoalan mencari kaya saja. 

RUDI

Lalu apa? Bukankah ukuran seseorang itu sukses di rantau adalah kekayaan yang berlimpah?

Ismail duduk di sebelah Rudi. 

ISMAIL

Lalu kenapa lapangan yang dulunya tempat berlatih silat kau sulap menjadi depot? Apa sudah tidak ada lagi pusako ibumu?

RUDI

Itu hakku.

Ismail diam.

RUDI

Apa kerjamu di rantau?

ISMAIL

Menjadi maneger artis.

RUDI

Tentulah kaya kamu sekarang. Sok-sok pula tidak mencari kaya di rantau.

Ismail mendecas.

ISMAIL

Tak ubahnya kamu dari dulu. Selalu tak mau kalah dalam urusan kaya. Coba kalau saja dalam bersilat kamu tak mau kalah. Tentulah depot ini tidak akan berdiri. Sudah banyak pula anak-anak yang pandai bersilat.

RUDI

(Tertawa)

Sudah tidak ada yang mau bersilat. Tapi begitulah orang-orang di rantau merasa paling benar padahal pulang hanya berketika saja. Sampai-sampai kematian ayahku tidak kamu jenguk.

Ismail menggaruk-garuk kepala. Ia tidak tahu ingin menjawab apa. Lidahnya kelu.

ISMAIL

Tidak ada yang mengabari. Kalau aku tahu Gaek Tagok sudah tidak ada, tidak bakalan aku pulang.

RUDI

Hah?

(Menyumbingkan bibir)

ISMAIL

Iya, aku pulang karena ingin membawa Karta untuk berguru dengan Gaek.

RUDI

Jadi yang kau bawa itu artis?

Ismail mengangguk. Tampak Rudi sumbringah.

RUDI

Ke aku sajalah suruh dia belajar.

ISMAIL

(tergelak)

Melangkah saja kamu tidak lurus.

Ismail tertawa.

RUDI

Eh, darah pendekar mengalir di ragaku. Masih kamu ragukan?

Ismail terdiam. Rudi tertawa.

RUDI

Ismail... Ismail... Kemana lagi akan kamu cari guru? Sebelum ayahku meninggal, hanya tempat ini yang masih aktif.

ISMAIL

Tuan Gunung? Malin Duano? Rajo Ameh? Sutan Pancak?

RUDI

(tertawa)

Orang mati saja yang kamu sebut semuanya.

Ismail menghela nafas. 

RUDI

Bagaimana? Ke aku sajalah. Tapi hitung-hitungannya harus jelas.

Ismail melepaskan nafas sehabis-habisnya hingga ia terbatuk-batuk.

CUT TO:

37. EXT. POS PEMUDA. NIGHT.

Purnama menyinari kampung Ismail yang telah lewat tengah malam. Jalanan sunyi. Kabut tipis merayap di jalan.

Di pos pemuda, tampak beberapa orang PEMUDA (berusia 13-18 tahun) sedang bermain game di telepon genggam mereka masing-masing. Colokan dipenuhi charger.

Dari kejauhan, tampak mobil Buyuang.

CUT TO:

38. INT. MOBIL BUYUANG. NIGHT.

Musik minang remix terdengar sayup-sayup di antara deru mesin. Buyuang menyetir sambil memperhatikan pemuda di pos. Ia membunyikan klakson. Pemuda yang tengah bermain game itu tidak bergeming mendengar klakson mobil Buyuang.

Buyuang menghentikan mobilnya di depan pos. Ia turunkan kaca jendela.

BUYUANG

(menghardik)

Oi... 

Pemuda terkejut. Mereka melihat Buyuang sesaat setelah itu kembali menatap layar telepon genggam. 

BUYUANG

Tidak kalian dengarkan saya?

PEMUDA 1

Dengar, Da.

PEMUDA 2

Uda Buyuang masa pula tidak kami dengarkan.

PEMUDA 3

Awas zona. Yeah... Itu ha di balik batang kayu.

BUYUANG

Saya putus wi-fi di pos ini, baru tau rasa kalian.

PEMUDA 1

Janganlah, Da Buyuang. Siapa lagi nanti yang menjaga-jaga kampung.

Buyuang mengoper persneling mobilnya. Ia lanjutkan perjalanan.

CUT TO:

39. EXT/INT. RUMAH ISMAIL. TERAS. NIGHT.

Ismail duduk di pagar teras rumah sendirian. Ia termenung. Tampak mobil Buyuang berhenti di jalanan samping rumahnya.

CUT TO:

40. INT. MOBIL BUYUANG. NIGHT.

Buyuang menghentikan mobil dan membunyikan klakson panjang sambil mengeluarkan kepala dari jendela mobil. Ismail terkejut dan hampir saja jatuh dari tempat duduknya. Buyuang tertawa.

BUYUANG

Apa lagi yang uda menungkan? Sudah jam dua, tidur lah.

CUT TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar