1.EXT. DEPAN CAFE - PAGI
FADE IN:
Tampak depan sebuah kafe yang tidak ramai.
CUT TO:
2.INT. CAFE - PAGI
Seorang PRIA (23 tahun) duduk berseberangan dengan seorang WANITA (21 tahun) di sebuah meja di samping jendela.
EXTREME CLOSE UP: Sang wanita berkerudung. Sang pria mengenakan gelang salib. Sang wanita menutup kedua matanya, menghadap sebuah lilin yang menyala di atas sebuah bolu red velvet.
WIDE: Sang wanita membuka mata, lalu meniup lilin.
CUT TO BLACK:
SUPERIMPOSITION: PASSENGERS FROM DIFFERENT BOATS
3.INT. CAFE - PAGI (CONT'D)
FADE IN:
MONTAGE: Lilin tampak tergeletak di atas sebuah tisu di atas meja. Bolu red velvet tampak telah dipotong satu bagian. Sang pria menyulangi sang wanita satu kecil bolu red velvet.
Di dapur, PELAYAN sedang menyiapkan DUA MINUMAN untuk pelanggan, lalu pergi mengantarnya.
PRIA (O.S.)
"Doa apa tadi? Lama sekali."
WANITA (O.S.)
"Kalau doa itu enggak boleh diumbar nanti enggak terkabul."
Sang pria tertawa di tempat duduknya. Lalu seakan ia teringat sesuatu.
PRIA
"Oh, iya."
Sang pria mengambil sebuah bungkusan dari tas sampingnya yang diletakkan di sebelahnya.
PRIA (CONT'D)
"Ini."
Sang wanita memandangi hadiahnya yang dibungkus kertas kado, lalu pada sang pria yang memberikan.
WANITA
"Aku serius dengan perkataanku di telepon untuk enggak perlu membawa apa-apa, Kak. Aku bukan gadis-gadis yang mengatakan tidak namun menginginkan sebaliknya. Kehadiran Kakak udah sangat cukup buatku."
PRIA
"Udah, ambillah. Bukan sesuatu yang mahal, kok."
Sang wanita mengambil hadiahnya.
WANITA
"Tetap saja."
PRIA
"Kamu, ini. Diberi hadiah pun protes."
(sambil tertawa)
"Buka, buka."
Sang wanita membuka hadiah sang pria. Sebuah buku 'Chocolat' karya Joanne Harris.
PRIA (CONT'D)
"Kakak enggak nemu cetakan yang baru. Adanya yang bekas seperti ini. Tapi Kakak ambil aja mengingat kamu udah lama menginginkannya. Dari pada diambil orang lain. Meski begitu, Kakak jamin tulisannya masih bisa dibaca dengan jelas. Bahkan dari jarak 30 senti yang dianjurkan. Kamu bisa cek sendiri."
Sang pria memandangi sang wanita. Wanita di hadapannya menunduk, merenung seolah tidak mendengarkan.
PRIA (CONT'D)
"Kenapa? Jangan bilang udah nemu buku itu lebih dulu."
WANITA
"Kakak apa kabar? Sekarang tinggal di mana? Sarapan sama makan malam bagaimana? Tidur? Cukup? Kenapa enggak pulang aja sih, Kak? Kakak tahu Papa enggak sebenci itu sama Kakak. Kakak tahu Papa sebenarnya sayang. Kakak tahu Papa hanya merasa bersalah dan belum siap melihat anak laki-lakinya pergi dari perahu yang didayungnya selama berpuluh-puluh tahun. Para orang tua punya beban tanggung jawab terhadap Tuhan atas anak-anak mereka, Kak. Wajar jika mereka kecewa dan kemudian mengutuk diri sendiri ketika sang anak memutuskan melompat ke perahu lain setelah selama ini diperjuangkan. Tetapi memang di satu sisi, bukankah agama adalah sesuatu yang tidak bisa dipaksakan? Jika disuruh memilih, aku lebih memilih Kakak yang pindah agama karena alasan yang Kakak pahami dibanding orang yang tetap memeluk agama mereka namun sama sekali tidak mengerti."
PRIA
"Kamu tahu Kakak tidak mungkin melakukannya, La. Pulang. Apapun keadaannya, Kakak sudah memutuskan. Biarlah Kakak menjadi apa yang Kakak inginkan walaupun itu sama artinya dengan memasuki sebuah mimpi buruk. Hidup tapi bukan menjadi diri sendiri tidakkah merupakan pencelaan terhadap Tuhan?"
WANITA
"Sudah delapan puluh satu hari semenjak Kakak meyakinkanku bahwa keputusan Kakak bukanlah sebuah hal yang mendadak. Bukan pengaruh siapa-siapa. Bahwa Kakak sudah memikirkan matang-matang. Lalu ada kekecewaan, amarah, dan tangis. Campur baur. Keadaan udah berubah, Kak. Tidak kacau seperti itu lagi. Papa dan Mama khawatir-meskipun Papa lebih memilih bungkam dibanding Mama yang hampir setiap malam menanyakan kabar Kakak kepadaku. Tapi apa yang bisa kujawab?"
Jeda sesaat.
WANITA (CONT'D)
"Orang tua tidak seperti anak. Di dalam hati, tidak ada orang tua yang benar-benar membenci anaknya. Aku bisa bicara dengan Papa jika Kakak mau."
Sang pria menggelengkan kepala.
PRIA
"Kakak udah cukup menciptakan masalah. Kakak enggak ingin kamu pun terseret ke dalamnya. Salah satu dari kita harus tetap netral dan menjaga keduanya, kan? Keadaan Kakak baik, La. Sangat baik. Enggak ada yang perlu dicemaskan. Kamu bisa bilang itu ke Mama. Ke Papa. Sisa uang yang diberikan Papa saat beberapa kali pulang dari luar negeri kemarin masih banyak tersisa."
(Tertawa kecil)
"Ada untungnya juga, ya, Kakak bukan termasuk orang yang boros."
Sang wanita masih menunduk, tidak ikut tertawa.
WANITA
"Kalau begitu, mungkin Kakak bisa berkirim pesan atau menelepon sesekali. Menyapa halo dan memberitakan kabar dari mulut kakak sendiri sehingga Papa dan Mama yakin dan bisa nyenyak dalam tidur mereka. Dan tentu saja, kalau Kakak ingin, Kakak bisa meminta saran tentang hal-hal atau bantuan barangkali. Walau sekarang kita berada di perahu yang berbeda, bukan berarti kita adalah orang asing. Kita keluarga. Kita sudah seharusnya saling menguatkan apapun yang terjadi. Apalagi sekarang ini begitu banyak hasutan dan pemecah-belah. Bahkan orang-orang yang tinggal bersama keluarga utuh, yang seharusnya terbentengi kokoh, bisa roboh."
Sang wanita memberanikan diri untuk menatap sang pria.
WANITA (CONT'D)
"Ya? Kakak mau kan?"
Sang pria mengangguk.
CUT TO:
4.INT. CAFE - PAGI (CONT'D)
Sang pria duduk berseberangan dengan sang wanita di sebuah meja di samping jendela. Keduanya mengobrol sembari menikmati hidangan yang dipesan di kafe itu. Sisa bolu red velvet terlihat dipinggirkan di dekat jendela.
WANITA
"Kuliah bagaimana, Kak? Sudah selesai?"
PRIA
"Ini lagi ngerjakan bab tiga."
WANITA
"Lama sekali. Aku sudah mau cari judul, nih. Awas aja nanti kita samaan wisudanya."
PRIA
"Ya, mana Kakak tahu jadinya bakal rumit seperti ini. Hanya gara-gara lama ngajukan judul, judul yang dipikirkan sebelumnya jadi diambil orang."
WANITA
"Dampak dari menunda-nunda pekerjaan tuh. Eh, Kak. Dari sini Kakak mau ke mana?"
PRIA
"Rencananya, sih, langsung berangkat kerja. Kenapa?"
WANITA
"Jam berapa? Apa harus pergi sekarang?"
PRIA
"Enggak. Masih ada sekitar dua puluh menit lagi."
WANITA
"Sama aku aja perginya, Kak. Tapi kakak yang nyetir. Bawa SIM kan?"
Sang pria menatapi sang wanita.
PRIA
"Aku tahu apa yang kamu rencanakan, anak gadis."
WANITA
(Tertawa)
"Sudah lama sekali aku tidak melakukannya. Menyetir sambil bernyanyi gila bisa menyebabkan kurang fokus."
PRIA
"Kalau begitu kita akan menempuh rute terjauh."
WANITA
"Aku terima tantangan kakak. Kita pergi sekarang?"
Keduanya saling menatap.
CUT TO BLACK: