39. INT. RUANG CCTV-SIANG
16 Juni 1983.
H-3 eksekusi UTARA.
BASKARA sedang mengisi TTS di koran harian. Salah satu aktivitas kesukaannya ketika bosan. Tiba-tiba, pintu ruangan CCTV itu terbuka. Ia menoleh dan dengan cepat meletakkan bolpoin serta koran di atas meja.
BASKARA
Gama?
Ia bangkit dari duduknya, terkejut melihat sahabatnya itu datang dalam keadaan yang berantakan. Rambutnya tampaknya sudah tidak disisir selama beberapa hari. Bagian bawah matanya hitam bukan main. GAMA, yang biasanya datang mengenakan setelan jas dengan rapi, hari ini hanya mengenakan kaos polos dan celana panjang seadanya.
GAMA
(dengan lemas)
Hai, Bas.
GAMA memaksakan sebuah senyum tipis dan mengangkat tangan kanannya, menunjukkan sebuah kantong kresek hitam.
GAMA
Gado-gadonya Mang Ujang. Udah lama, kan, ga makan?
GAMA duduk di bangku sebelah BASKARA dan meletakkan sekantong makanan itu di atas meja di hadapannya.
BASKARA
(dengan gagap dan bingung)
I-iya. Mang Ujang udah sebulanan ga jualan. Pulang kampung, katanya.
BASKARA pelan-pelan bergerak untuk kembali duduk. Pandangannya tidak berpindah dari GAMA sedari tadi. Sahabatnya itu tidak menjawab ucapan terakhirnya. Ia hanya mengangguk pelan dan mulai mengeluarkan dua kantong gado-gado dari penjual favorit mereka di atas meja.
GAMA meletakkan satu bungkus di hadapan BASKARA dan satu lagi di hadapannya. Ia lalu mengeluarkan sendok plastik dari kantong kresek yang sama dan memberikan satu pada BASKARA, satu lagi untuk dirinya sendiri. GAMA juga melepaskan karet pada bungkus gado-gado BASKARA dan membukakannya untuk sang kepala sipir yang masih kebingungan.
BASKARA
(dengan hati-hati)
Gama.
Tidak ada jawaban. GAMA sedang membuka bungkus makanannya sendiri. Setelah mengaduk-aduknya sedikit untuk memastikan bumbu kacang pada gado-gadonya sudah tercampur sempurna, ia menyuapkan suapan pertamanya.
GAMA
Mmm. Rasanya masih sama, padahal gue terakhir makan ini udah tiga bulan lalu.
BASKARA bingung harus merespon seperti apa.
BASKARA
Haha, iya.
Tawanya terdengar renyah.
BASKARA
Mang Ujang emang terkenal paling enak di sini.
BASKARA mengaduk gado-gado miliknya dengan canggung. Makan siang hari itu adalah makan bersamanya dengan GAMA yang paling canggung. Ia sesekali mencuri pandang kepada sahabatnya yang tampak kacau itu, tetapi tidak mengucapkan apa-apa.
Beberapa menit kemudian, gado-gado keduanya ludes tanpa sisa. BASKARA pergi untuk mengambilkan air untuk dirinya dan GAMA dari ruang istirahat para sipir. Ia kembali dengan dua gelas air di tangannya.
GAMA
Makasih, Bas.
GAMA menerima gelas dari BASKARA, lalu kembali pada apa yang sedang dilakukannya tadi. Sembari menunggu BASKARA kembali dari mengambil air, GAMA sibuk mengisi TTS yang baru terisi setengahnya oleh BASKARA.
GAMA
Di langit-langit gua. Sembilan huruf, apaan?
BASKARA
Stalagmit.
GAMA mencoba mengeja huruf-huruf dari kata yang baru saja disebutkan BASKARA, memastikan jawabannya benar sebelum menuliskannya.
GAMA
Salah. Hurufnya nabrak sama nomer lain.
BASKARA
Mmm ... oh! Kalau yang di langit-langit namanya stalaktit.
GAMA mengeja huruf-huruf dari kata tersebut dan mengangguk.
GAMA
Bener. Kelar.
Halaman TTS yang sudah terisi penuh itu dilemparkan asal ke atas meja.
BASKARA
Gam.
BASKARA belum sempat menyelesaikan kalimatnya karena sudah lebih dulu dipotong.
GAMA
Gue tau lo tau gue ke sini mau ngapain.
BASKARA diam.
GAMA
Tunjukin. Gue mau liat.
GAMA mendapatkan sebuah helaan napas panjang dari sahabatnya. Tanpa berkata, BASKARA bergerak ke depan layar televisi yang menampilkan rekaman CCTV. Ia memencet beberapa tombol dan menoleh kembali pada GAMA.
BASKARA
Itu.
Pria itu memundurkan tubuhnya supaya GAMA dapat melihat layar televisi dengan jelas.
BASKARA
Dia dipindah ke sel yang lebih ketat karena kemarin nusuk narapidana lain pakai garpu.
GAMA memajukan kursi yang didudukinya, menatap layar televisi di hadapannya dengan seksama.
BASKARA
Utara terus menggigiti ujung-ujung jarinya hingga berdarah. Itu, makanya jarinya dipasangin plester semua.
Benar saja. Pada layar yang tidak terlalu besar itu, GAMA dapat melihat UTARA dalam sel barunya. Wanita itu sedang tertidur dengan posisi tengkurap, tangannya menggantung di tepi kasur dengan jemari yang hampir menyentuh lantai. Kelima jarinya yang kelihatan tampak terbungkus oleh plester-plester luka berwarna coklat.
BASKARA
Kebiasaan gigit jarinya sempat parah banget, sampai kemarin tangannya diikat selama dua hari. Dia juga udah beberapa hari ga makan.
GAMA mendengar dengan seksama, tetapi tidak menjawab. Ia menggigit bibir bawahnya dengan kuat, dalam hati mengumpati dirinya sendiri, tetapi tidak tahu untuk apa.