2. INT. RUMAH AMMAR. MEJA MAKAN – SIANG
Di ujung jalan, rumah yang beratap merah seolah menyambut ramah Ammar. Rumah panggung berjejer yang menjadi ciri khas dari desa ini sudah berdiri hampir setara dengan umur Ammar saat ini, yakni lima belas tahun. Sama seperti rumah-rumah lainnya didesa ini, rumah ini juga dibangun dengan material kayu di bagian atasnya dan pondasi semen untuk ruangan bagian bawahnya. Yang membedakan hanya pada bagian atapnya saja yang masih cerah, karena baru diganti dan di cat ulang warna merah. Satu warna dengan hati Ammar yang masih berbunga-bunga saat merangsek ke dalamnya.
Semua orang sudah berkumpul, termasuk neneknya Ammar, IDA (60) memang sudah menunggu kedatangan Ammar. Ia juga tak sabar ingin mendengar rencana Ammar setelah tamat SMP ini. Tapi Ayahnya Ammar menjadi naik pitam usai Ammar mengutarakan niatnya untuk kembali masuk pesantren.
PAK AHMAD (45)
Untuk apa kau balik lagi ke pesantren? Nanti malah kabu lagi dari sana! ( BU ITA - Istrinya Pak Ahmad sibuk menghelus tangan-tangan suaminya untuk menenangkan suaminya yang tengah marah)
PAK AHMAD
(Dengan tatapan nanar)
Biar, Bu. Anak ini harus tahu bagaimana susah payah orang tuanya biar dia menjadi anak yang berguna.
AMMAR
(berusaha berbicara)
Kumohon, Pak, beri aku kesempatan lagi. Ini nilaiku, aku juara dua umum, Pak! Nilai ini cukup untuk syarat aku mendaftar di pesantren!
Pak Ahmad menggebrak meja itu.
PAK AHMAD
Kesempatan? Kakekmu sudah tiada, dan kau berani minta kesempatan? Andai almarhum tahu kamu seperti itu pasti beliau akan kecewa(Usai berbicara Pak Ahmad langsung pergi dari ruang makan).
Air mata Ammar berderai, dia sangat terpukul atas perlakuan Pak Ahmad (Ayahnya, Ibu Ita (Ibunya) berusaha menenangkan dan menyuruh Ammar agar tidak berpikiran macam-macam sama Ayahnya.
Tak lama Bu Idah (Neneknya) langsung menceritakan soal almarhum suaminya Pak Ali (Kakeknya) yang merupakan tokoh ulama terkenal di desa tersebut, yang mana atas permintaan beliau juga, agar Ammar bisa meneruskan jejaknya kedepan dengan menyekolahkannya ke pesantren. Tapi sayang, karena kenakalan Ammar membuat ia harus di keluarkan dari pesantren tersebut.
Betapa semakin sedih dan menyesalah Ammar atas semua yang ia lakukan waktu itu.
CUT TO