El Jamal : Kota, Darah, & Kejahatan Di Dalamnya
Daftar Bagian
1. PENDAHULUAN
Masa kecil, cita-cita, dan kematian dari seorang ayah El Jamal.
2. BAB I : KEJAHATAN & HUKUMAN (PART I)
Sepuluh tahun kemudian, El Jamal & Marselano yang kini telah berumur 20 tahun melakukan sebuah p
3. BAB I : KEJAHATAN & HUKUMAN (PART II)
Mereka membawa mobil Kijang hasil aksinya itu kepada Kang Odil, seorang penadah motor & mobil ha
4. BAB I : KEJAHATAN & HUKUMAN (PART III)
Kang Odil datang dan membawa kabar di mana El Jamal & Marselano harus pergi meninggalkan kotanya
5. BAB II : KITA BUKAN PELACUR (PART I)
Maemunah dan Ibunya selalu bertengkar karna hal-hal yang sepele. Sementara Satimin, ayahnya, harus b
6. BAB II : KITA BUKAN PELACUR (PART II)
Setelah pertengkaran hebat bersama ibunya, Maemunah terpaksa minggat dari rumah.
7. BAB II : KITA BUKAN PELACUR (PART III)
Setibanya di Kota Ramunda, Euis memberikan nama baru untuk Maemunah: Maya!
8. BAB III : MENANGKAP JEFRY! (PART I)
Oleh Imam Martino, atasannya, Lukas Suhendra diancam dipindahkan ke satuan lain jika belum juga mena
9. BAB III : MENANGKAP JEFRY! (PART II)
Setelah berhasil menangkap Jefry, pada malam harinya ia melakukan pertemuan dengan anak-buahnya, Bob
10. BAB IV : MARI KITA BICARA BISNIS (PART I)
Sebelum Imam Martino memperintahkan Lukas untuk menangkap Jefry, ia dan Hendrik Van Pangalengan mela
11. BAB IV : MARI KITA BICARA BISNIS (PART II)
Bisnis pada akhirnya - untuk sebagian orang - adalah alat untuk seseorang menjatuhkan, mengkhianati,
12. BAB V : BERPALING (PART I)
Di hadapan salib di mana terdapat Jesus digantung, Jose bersimpuh di hadapannya dan berdoa.
13. BAB V : BERPALING (PART II)
"Siapa yang sejatinya berpaling, Romo?" tanya Jose, "Aku atau Dia?"
14. BAB VI : MAGIS (PART I)
Setelah 8 bulan lebih El Jamal & Marselano dalam perlariannya, El Jamal baru mengetahui bahwa Mb
15. BAB VI : MAGIS (PART II)
Ternyata, Mbah Iyat memiliki semacam ilmu magis yang dapat membaca pikiran seseorang dan tubuh kebal
16. BAB VII : PERANG & KESAKTIAN (PART I)
Karena masalah yang sepele, warga Kampung Batu Balaq & warga Kampung Nagara berperang.
17. BAB VII : PERANG & KESAKTIAN (PART II)
Perang masih berlanjut. Setibanya El Jamal di Kota Ramunda, ia ikut berperang untuk menguji kesaktia
5. BAB II : KITA BUKAN PELACUR (PART I)

INT. RUMAH MAEMUNAH - MALAM

RUANG TENGAH

Sebuah televisi sedang menayangkan iklan sampoo. Tapi tidak ada orang di situ yang menonton. Namun ketika kita bergerak ke arah dapur, ada MAEMUNAH, 19, dengan lesu dan tak bersemangat tengah mencuci piring sambil menonton TV. Kita bergerak menghampirinya.

DAPUR.

Pada piring terakhir, acara sinetron di TV dimulai, Maemunah dengan terburu-buru mencuci piringnya. Lalu berjalan tergesa ke ruang tengah, meninggalkan remah-remah nasi dan sisa-sia makanan juga busa di tempat cuci piring. Setelah itu kita bergerak ke ruang tengah.

RUANG TENGAH.

Kita melihat Maemunah rebahan sambil menonton TV.

Ketika di depan pintu Kamar Orang Tuanya, dari dalam kamar muncul DIAN, 39, ibu Maemunah. Air mukanya seketika langsung cemberut dan sinis setelah mendapati Maemunah yang santai-santai.

DIAN

Huft! Punya anak perawan kerjaan-nya cuman leha-leha, santai-santai!

Dian berjalan ke arah dapur. Kita bergerak menghampiri Maemunah.

MAEMUNAH

(dengan kesal yang tertahan)

ckkk... Astaga, ya Tuhan... Mae tadi tuh abis nyuci piring, Mah. Mana ada leha-leha, santai-santai! Tuh liat!

Di dapur, Dian mendapati tempat cucian piringnya tak bersih. Dan itu membuatnya jengkel. Ia menyeka tempat cuci piringnya dengan kain lap.

DIAN

Iya! Tapi kalau habis cuci piring tuh, ya di elap, dibersihin! Jangan dibiarin begitu aja!

MAEMUNAH

Nggak dicuci salah, udah dicuci... tetep salah juga! Semuanya aja serba salah.

DIAN

Hadeuhhh... Anak gadis jaman sekarang bisanya cuman ngelawan. Nggak ada bakti-baktinya sama orang tua.

MAEMUNAH

(dengan tabah)

Terus Mamah mau Mae gimana? Mae udah nyuci piring, Mae udah nyapu, ngepel... semua pekerjaan rumah udah Mae kerjain. Apalagi?

DIAN

Ya, apa kek... cari kerjaan atau apa kek... biar Mamah nggak sia-sia nyekolahin kamu.

Maemunah bangkit.

MAEMUNAH

(dengan nada yang cukup tinggi)

Emang cari kerja itu gampang!?

DIAN

Ya-gimana mau dapet kerjaan kalau kerjaan kamu cuman santai-santai, leha-leha begini... Lihat tuh, si Euis, temen kamu, kerja di luar kota. Pulang-pulang bawa duit banyak. Nyenengin orang tua, bisa bangun rumah, belanja, beli perhiasan.

MAEMUNAH

Dikit-dikit Euis, dikit-dikit Euis, kenapa nggak sekalian aja si

Euis jadiin anak mamah!

Maemunah masuk ke dalam kamarnya, dan menutup pintunya dengan cara dibanting.

INT. KANTOR PERIKLANAN - LOBBY - SIANG

SATIMIN, 40, masuk ke dalam kantor dengan pakaian yang rapih. Di tangannya ia menjinjing tas yang berisi berkasnya pribadi. Dengan sedikit gugup ia berjalan ke arah resepsionis.

RESEPSIONIS

Selamat siang! Ada yang bisa saya bantu, Pak?

SATIMIN

Eu.. saya lagi butuh pekerjaan, Mba. Apa perusahaan ini sedang membuka lowongan?

RESEPSIONIS

Mohon maaf, Bapak. Kami sedang tidak membuka lowongan kerja.

Satimin kecewa. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja.

SATIMIN

Saya bisa menjadi supir atau --

RESEPSIONIS

Mohon maaf, Bapak. Sekali lagi, perusahaan kami sedang tidak membuka lowongan pekerjaan.

Dengan senyum yang kecewa, Satimin mengangguk-anggukan kepalannya.

SATIMIN

Okeh. Terima kasih banyak, Mba.

RESEPSIONIS

Sama-sama, Bapak.

Satimin berpaling dan berjalan keluar. Kita mengikutinya.

EXT. JALAN BRAGA - TROTOAR JALAN - CONTINUOUS

Di luar, Satimin menoleh ke gedung sebelah. Kita melihat gedung itu adalah Toko Roti. Ia masuk kedalam.

INT. TOKO ROTI - CONTINUOUS

Seorang Pegawai Perempuan tengah melayani pembeli. Seorangnya lagi tengah berdiri di balik kasir. Satimin menghampiri Kasir.

SATIMIN

Mohon maaf sebelumnya. Um... mau tanya, apa di sini sedang membuka lowongan pekerjaan?

KASIR

Waduh. Mohon maaf, Pak. Kami sedang tidak membuka lowongan kerja. Mohon maaf!

Satimin lagi-lagi kecewa. Ia menatap si Kasir. Kemudian mengangguk sekali dan berlalu. Kita mengikutinya keluar.

EXT. JALAN BRAGA - TROTOAR JALAN - CONTINUOUS

Di luar, Satimin menoleh ke kiri dan ke kanan. Ia melihat ke gedung sebelah Toko Roti dan didapatinya adalah Toko Penjual Lukisan. Satimin melihat kesebelahnya lagi, dan di sebelah Toko Penjual Lukisan adalah Kedai Kopi. Ia mencari-cari... dan pandangannya berhenti di sebuah TOKO BUKU, tepat di sebrang jalan. Satimin menyeberang. Kita mengikutinya dari belakang.

SATIMIN

Bismillah...

INT. TOKO BUKU - CONTINUOUS

Toko buku itu sepi. Tak ada seorang pun selain seorang LELAKI TUA, 60'an, yang tengah membaca koran di balik etalasenya. Ia melirik ke arah Satimin ketika Satimin masuk. Satimin berjalan menghampirinya. Lelaki Tua itu melepaskan kacamatanya.

SATIMIN

Pak... Saya tidak tahu harus kemana lagi... Dari ujung sana sampai sini, telah saya masuki satu persatu tapi tak ada satu pun yang membuka lowongan pekerjaan. Saya lagi butuh banget pekerjaan, Pak. Tolong saya, Pak! Apa saja... bersih-bersih, jadi supir atau apa pun... asalkan saya dapet pekerjaan dan uang hari ini untuk keluarga di rumah.

Lelaki Tua itu menghela nafas panjang.

SATIMIN

Tolong saya, Pak. Saya mohon. Saya sangat butuh sekali pekerjaan.

Lelaki Tua itu menatap Satimin cukup lama.

SATIMIN

Tolong, Pak!

LELAKI TUA

Baik. Saya kasih kamu kerjaan. Tapi...

Satimin memburu tangan Lelaki Tua untuk disalami.

SATIMIN

Terima kasih banyak, Pak. Semoga Tuhan membalas kebaikan Bapak.

LELAKI TUA

Tunggu dulu! Tapi ingat! Cuman hari ini aja. Saya tidak mampu jika harus membayarmu setiap hari.

SATIMIN

Nggak apa-apa, Pak. Saya berterima kasih sekali untuk itu.

DISSOLVE TO :

INT. KAMAR EUIS - SIANG

EUIS, 19, yang obses dengan warna pink, tengah mencoba pakaian yang baru di belinya.

EUIS

(sembari mencoba pakaian baru di tubuhnya)

Gimana, Mae, bagus nggak?

Maemunah tersenyum. Mereka berdua duduk di atas ranjang, dengan segala pakaian, tas, dan aksesoris berserakan.

MAEMUNAH

Bagus, bagus! Pasti mahal yah, harganya?

EUIS

Murah, kok, cuman 199.000 ribu.

(Ia mencoba pakaian yang lain)

kalau yang ini?

Maemunah hanya tersenyum dan mengangguk. Ia takjub sekaligus iri dengan segala barang-belanjaan yang Euis beli. Tiba-tiba:

MAEMUNAH

(sembari memegang tangannya)

Euis, beritahu aku apa yang kau kerjakan di luar kota sana?

Euis sejenak terdiam. Ia mengalihkan dengan mencoba pakaian yang lain.

EUIS

Kalau ini gimana?

MAEMUNAH

(sembari meremas tangannya)

Euisss!

Euis menatap Maemunah. Kemudian padangannya beralih menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. Ia menghela nafas panjang dan bangkit untuk menutup pintu kamarnya.

EUIS

Kau ingin tahu apa yang aku kerjakan?

Maemunah mengangguk.

EUIS

Tapi kau harus janji untuk jangan bilang-bilang kepada siapa pun.

MAEMUNAH

Janji...

EUIS

(sembari melipat pakaiannya)

Pekerjaanku jadi wanita penghibur.

MAEMUNAH

Jadi benar apa yang dikatakan orang-orang?

EUIS

Memangnya orang-orang mengatakan apa?

MAEMUNAH

Orang-orang bilang kalau kau bekerja sebagai pelacur di luar kota, Euis!

EUIS

Aku wanita penghibur, Maemunah. Bukan pelacur!

MAEMUNAH

Memang apa bedanya?

EUIS

Dengar! Pelacur adalah profesi dimana kau terpaksa menjual dirimu untuk mendapatkan uang. Sementara wanita penghibur adalah profesi dimana kau menghibur mereka, para lelaki yang merasa kesepian, yang sumpek dengan urusan kerjaan-nya dan membutuhkan hiburan atau sekedar relaksasi... atau, karena bininya yang sudah tidak menggairahkan.

MAEMUNAH

Kau pernah tidur dengan seseorang?

EUIS

Mengapa pertanyaannya sampai ke situ?

MAEMUNAH

Jawaaab, Euis!

EUIS

Pernah. Sesekali.

MAEMUNAH

Dengan siapa? Dengan pacarmu?

EUIS

Bukan. Tapi dengan salah-satu tamuku.

MAEMUNAH

Kau mendapatkan uang untuk itu?

EUIS

Tentu saja, Mae! Nggak ada yang gratis di tubuhku ini. Semua benda yang melekat padaku, juga setiap inci tubuh dan rambutku ini memerlukan perawatan. Dan semua itu memerlukan biaya. Betapa bodohnya aku jika memberikan cuma-cuma sebagian tubuhku kepada seseorang dan tidak mendapatkan uang.

MAEMUNAH

Jadi kau ini pelacur atau wanita penghibur?

EUIS

Wanita penghibur, Maemunah!

MAEMUNAH

Lalu kenapa kau tidur dengan tamumu dan di bayar?

Euis menghela nafas panjang. Memandang Maemunah.

EUIS

Seperti yang kubilang tadi, Maemunah, seorang pelacur adalah orang yang "terpaksa" - sekali lagi, "terpaksa" menjual dirinya untuk mendapatkan uang. Jika kau terpaksa menjual dirimu, entah apa pun itu pekerjaannya, entah itu jadi tukang becak... bahkan pegawai kantoran pun, selama kau merasa terpaksa melakukannya, kau adalah pelacur. Nah, tapi jika kau senang melakukannya, tidak ada suatu keterpaksaan dari apa pun. Kau bukanlah seorang pelacur... Lagi pula, lelaki yang tidur denganku cukup tampan dan wangi.

Maemunah tak menanggapi. Ia terdiam dan memikirkan sesuatu. Kemudian:

MAEMUNAH

Aku ingin ikut bekerja denganmu, Euis.

EUIS

(terkejut)

Kau jangan bercanda, Maemunah!

MAEMUNAH

Aku tidak bercanda, Euis! Aku serius!

EUIS

Kau yakin?

Maemunah mengangguk. Ragu.

EUIS

Kau pikirkan lagi matang-matang, Maemunah. Aku tidak ingin kau menyesal dikemudian hari.

MAEMUNAH

Aku muak berada di rumah. Seperti berada di neraka. Aku ingin segera pergi dari sana. Aku tak tahan lagi mendengar ocehan ibuku. Tinggal bersamanya merasa menjadi benalu.

EUIS

Memangnya kau bersedia tubuhmu dipegang-pegang? Dianggap perempuan yang tak memiliki harga diri? Dituduh sebagai pelacur. Kau bersedia dengan itu semua?

Maemunah hanya terdiam.

EUIS

Pikirkan baik-baik, Maemunah. Ada banyak pekerjaan di luar sana yang lebih baik dari pada menjadi wanita penghibur sepertiku.

Maemunah lagi-lagi terdiam. Pandangannya jatuh melihat jari-jemarinya bermain.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar