Dramaturgi
5. Si Om
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Keluar dari bandara, Adrian masuk ke dalam taksi yang kebetulan tidak berpenumpang. Di dalam taksi seorang pria bertopi ped berlogat Batak menyapanya.

"Argo bang?"

"Siap Om," jawab Adrian singkat sembari memeriksa dompetnya, memastikan ia punya uang cash untuk membayar.

"Bagaimana misimu sejauh ini Adrian? Berhasil ya?"

Adrian terkaget mendengar ucapan supir taksi itu. Ia melihat wajah supir taksi itu. Dia itu utusan surga yang ditemuinya dulu. Pria itu membuka topi pednya.

"Payah aku komunikasi tanpa wujud Adrian. Bingung orang nanti melihat kau bicara sendiri. Jadi kupinjam badan abang supir taksi ini. Bang Sitorus ini. Tapi terbawa pula aku logat bicara dia."

Adrian menggeleng-geleng.

"Tapi suka juga aku kau panggil Si Om barusan. Mulai sekarang kau panggil aku si Om sajalah ya."

"Apa nggak kasian pak Sitorus itu badannya dipakai...Om? sampai kapan?"

"Ah tidak lama lah, selesai kuantar kau, dan mendengarkan laporanmu, maka keluarlah aku dari badan bapak ini."

"Yuna sudah menikah dengan orang lain."

"Dia memaafkanmu?"

"Ya. Aku bahkan bersedia bertanggungjawab mengubah kembali arah hidupnya yang buruk sebagaimana permintaan Om. Tapi, dia sudah punya suami, tidak mungkin kan aku bertanggungjawab lagi untuk jadi pendampingnya."

"Nah, berarti kata maaf sudah cukup bagimu Adrian. Tuntas tugasmu untuk Yuna. Timbangan dosamu mulai membaik. "Yang kedua bagaimana?"

"Ziva?"

"Ya."

"Dia belum menikah. Dia juga sudah memaafkan. Dia bilang dia tidak bisa kembali lagi dari dunianya sekarang. Ia sudah tenggelam."

"Keluarkan dia, muliakan dia Adrian. Kamu adalah penyebabnya."

"Bila aku menebus dengan menikahinya. Apakah dosaku impas?"

"Ya. Dan kau masih bisa melakukannya, jadi kau harus melakukannya."

"Lalu bagaimana aku bertanggungjawab untuk orang yang terakhir, orang yang ketiga?"

"Kau wajib meminta maaf pada ketiganya namun cukup bertanggungjawab dengan salah satunya. Karena tak mungkin kau misalnya akan menikahi ketiganya."

"Bila demikian, berarti cukup sampai disini. Aku ingin menghabiskan sisa hidupku dengan Ziva. Sepertinya dia sangat menderita."

"Kau tidak ingin tahu siapa satu orang lainnya?"

"Ingin, tapi aku cukup sampai di Ziva, aku tak sanggup lagi melihat apa lagi dampak dari perbuatanku. Kejadian bertemu Ziva sudah membuatku sangat bersalah."

"Baiklah kalau begitu," Si Om lalu menghentikan kendaraannya. "Om rasa sudah cukup laporanmu. Om mau berhenti disini. Kamu lanjutkan dengan abang supir taksi ini. Ada orang yang harus kucabut nyawanya sebentar lagi."

"Siapa?"

"Perempuan. Dibunuh. Mati dijerat lehernya."

"Perempuan yang malang."

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar