Dila dan Nostalgia
Daftar Bagian
1. Opening - Judul Film
Ketika Pak Sugih memasuki dapur, Ia melihat Bu Siti tergeletak di lantai. Bu Siti merintih kesakitan
2. Rapat
Dila keluar dari lift dengan tergesa-gesa. Dila terlihat tampak bingung mencari ruang 312 tempat bu
3. Dila
Ratna dan Dila saling berpelukan. Tiba-tiba Ratna terdiam dan raut wajahnya berubah agak sedih. RA
4. Aktifitas
Tiba-tiba sendok yang dipegang Bu Siti terjatuh. Pak Sugih dan Dila kaget, Dila langsung menaruh han
5. Nostalgia
Dila menemukan kaset yang bertuliskan "ulang tahun Dila - 5 Mei 1983". Dila terlihat senan
6. Tak Ada Yang Bisa Menggantikan
ADIT: Papah lagi sakit mah. Dila kaget mendengarnya. DILA: Papah sakit apa?
7. Sibuk
Dila mencoba mengotak-atik keran itu, tiba-tiba kerannya copot dan airnya menyembur deras ke arahnya
8. Membawa Bapak dan Ibu ke Rumah
PAK SUGIH: Bapak udah tua Dil, udah tua. Bapak cuma mau meninggal disini, meninggal di rumah ini
9. Kamar Baru untuk Bapak dan Ibu
Pak Sugih terdiam dan tersenyum melihat kamarnya yang rapih dan bersih, tidak seperti kamarnya yang
10. Nostalgia ke Dua
Semuanya terlihat berkumpul di ruang tengah dan duduk di sofa, Gita duduk di bangku pianonya sedangk
11. Lagu Untuk Dila
Dila membuka matanya dan langsung memainkan pianonya. Gita memainkan lagu dengan penuh penjiwaan, h
12. Persiapan Ulang Tahun Bapak
Dila masih memilih-milih buah melon yang segar. GITA: Mah, kenapa sih yang dateng cuma WA Hendra,
13. Penyesalan
HENDRA: Ibu sudah tua, wajar kalau sudah mulai pikun. RATNA: Kalau misalnya Ibu sama Bapak saya y
14. Rapat ke Dua
Kalau kita sedang ada masalah dengan keluarga, obat pertama yang paling ampuh adalah bernostalgia.
15. Dila dan Nostalgia
Gita sedang duduk di kursi piano. Terlihat Gita sedang menulis sesuatu di selembar kertas, Tiba-tiba
16. Permintaan Dila - End
"DILA: Adit, Gita, kalau misalnya kita dikasih kesempatan untuk hidup lebih lama lagi, Mama
14. Rapat ke Dua

    CUT TO:

155. INT. RUANG TENGAH - SIANG

Dila, Ratna, Hendra, Sugandi dan Adi berkumpul dengan ekspresi yang serius, semuanya duduk di sofa.

RATNA

Sambil nunggu bapak dan ibu,

lebih baik kita langsung bicarakan aja sekarang ya.

Saya tau kita semua sibuk,

tapi gak mungkin kan kalau hanya Dila

yang ngerawat bapak dan ibu. 

Dila melihat ke arah Ratna.

RATNA

Nah sekarang saya mau kita bikin jadwal

untuk pergantian ngerawat bapak dan ibu.

Sugandi tampak tidak nyaman.

SUGANDI

Na,

ini kan sudah kita bahas di awal Ceu.

Saya, kang Hendra, Adi bahkan kamu kan gak bisa

ngejagain bapak dan ibu.

RATNA

Bukan gak bisa, tapi belum bisa,

ya masa sampai sekarang gak bisa Kang? 

Itu bukan gak bisa namanya tapi gak mau.

Nada suara Sugandi meninggi.

SUGANDI

Ya masa saya gak mau Na ngerawat bapak dan ibu.

HENDRA

Eh.. Jangan kenceng-kenceng ngomongnya,

nanti kedengeran bapak sama ibu,

gimana sih?

Terlihat Hendra sedikit marah. Sugandi dan Ratna terdiam. Hendra mulai berbicara dengan nada pelan.

HENDRA

Saya sudah membicarakan ini ke istri Saya,

mungkin bapak dan ibu gak bisa

kalau harus nginep di rumah saya,

tapi saya akan usahain dateng kemari

untuk merawat ibu.

Gimana?

Ratna terdiam.

DILA

Ya Dila sih gak masalah ko kang.

 

SUGANDI

Akang yakin, akang abis operasi,

nanti yang ada Dila yang ngerawat akang.

HENDRA

Ya masa sampai sekarang gak sehat-sehat,

pokoknya saya siap.

Ratna terdiam sejenak, lalu Ratna melihat ke arah Adi.

RATNA

Gimana Di?

Adi yang terlihat senderan langsung memajukan badanya.

ADI

saya teh jujur bingung kalau urusan begini,

pekerjaan saya lagi bener-bener padet banget,

kalo pun bapak dan ibu nginep dirumah saya ya bisa aja,

tapi yang ngejagain siapa?  

kalau boleh sih,

pas waktunya bapak sama ibu nginep di rumah saya,

Ceu Dila juga ikut nginep,

gimana?

RATNA

Ya kalau gitu sama aja dong Di.

Ratna, Dila, Sugandi, Hendra dan Adi terdiam sejenak. Dila terlihat sedang berfikir.

RATNA

kalau begitu saya coba bikin jadwalnya dulu deh.

Ratna membuka tasnya untuk mengambil catatan, tiba-tiba Dila menghentikannya.

DILA

Udah Ceu gak usah.

Ratna terdiam dan melihat ke arah Dila. 

DILA

Bapak sama Ibu tinggal disini aja,

lagian mereka kelihatannya udah nyaman tinggal disini.

Hendra, Sugandi dan Adi terdiam mendengarnya. Ekspresi Ratna berubah karena tidak enak.

RATNA

jangan gitu Dil,

Eceu gak enak sama kamu dan Agus. 

DILA

Dila sama kang Agus gak merasa kerepotan kok.

lagian kasian bapak sama ibu kalau harus pindah-pindah.

RATNA

Tapi Dil,

kalau seperti itu eceu merasa gak ada gunanya

sebagai anak.

Dila terdiam.

RATNA

ibu saja sampai lupa sama eceu.

DILA

Ceu, kata siapa eceu gak ada gunanya,

selama ini eceu sering ngebantu lewat materi.

RATNA

Tapi bantuan tenaga kan lebih penting

dibanding materi Dil.

DILA

lagian bapak sama ibu tinggal di rumah siapa sih ceu,

di rumah Dila kan? kaya sama siapa aja.

kalau mau dateng ngejenguk ya dateng aja,

pintu rumah ini kebuka lebar kok.

kalau mau nginep pun gak masalah, Dila malah seneng.

Ratna tertegun mendengar kata-kata Dila. Ratna mencoba menenangkan diri.

RATNA

Yaudah Dil,

yang penting kamu dan Agus gak merasa keberatan.

Dila tersenyum.

HENDRA

Dil,

untuk biaya sehari-hari bapak dan ibu,

gimana kalau kita patungan dan transfer

ke rekening kamu?

kasian kalau cuma Ratna dan kamu

yang ngeluarin uang.

Adi yang dari tadi hanya diam saja tiba-tiba masuk ke pembicaraan.

ADI

Nah kalau itu saya saya siap bantu.

Kira-kira butuh berapa sih ceu perbulannya?

Dila terdiam berfikir. Sugandi terlihat tidak nyaman.

DILA

Berapa ya,

catatan yang harus dibeli sih ada.

Paling jajannya ya yang jadi banyak.

Pagi biasanya Bapak sama Ibu minta

dibeliin nasi uduk atau enggak ketupat sayur,

kalau siang sih makanan yang Dila masak ya,

itu juga menu yang barengan untuk

Kang Agus sama anak-anak, jadi aman.

Ratna, Hendra, Sugandi dan Adi hanya terdiam mendengarkan.

RATNA

Nah malemnya nih,

kadang nasi goreng atau enggak sate.

Ya tergantung selera bapak sama Ibu sih.

Oiya terus ditambah lagi sekarang

Ibu harus pakai popok setiap hari.

Sugandi tampak tidak nyaman.

RATNA

Abis kita potong kue nanti Dila tulisin deh.

RATNA

Iya Dil nanti kamu tulis aja yang rapih.

kita mulai aja kali ya acara utamanya,

Bapak udah mau keluar belum?

DILA

Coba aku tanya dulu deh.

Ketika Dila mau beranjak berdiri untuk memanggil bapak dan ibu, tiba-tiba Sugandi memotongnya.

SUGANDI

Sebentar Dil,

Dila terdiam dan melihat ke arah Sugandi. Sugandi tampak tidak enak untuk memulai bicara.

SUGANDI 

ini gimana ya,

jujur,

untuk masalah biaya saya juga sedang sulit,

kalau Ratna sama Adi kan masih kerja,

saya sudah pensiun,

pendapatan usaha juga cuma cukup untuk dirumah.

HENDRA

Saya sudah pensiun tapi saya usahakan bisa.

SUGANDI

Ya akang kan enak,

mantan PNS ada gaji pensiun.

RATNA

Yaudah gak apa-apa kang,

kalau gak bisa jangan di paksain

ADI

Iya kang Gandi,

gak apa-apa gak usah.

Tiba-tiba Hendra ketus kepada Sugandi.

HENDRA

Ah kamu beli mobil bisa

masa untuk biayai bapak sama ibu aja gak bisa.

Sugandi merasa sedikit malu, lalu ia membela diri.

SUGANDI

Itu kan saya nyicil kang,

mobil saya yang sebelumnya saya jual

buat bayar dp nya.

HENDRA

Kenapa nyicil mobil kalau kata kamu

pendapatan dari usaha cuma bisa untuk

ngebiayain keluarga.

Mendengar kata-kata Hendra, Emosi Sugandi naik dan nada bicaranya sudah mulai tinggi.

SUGANDI

Ko akang jadi ketus sama saya,

terserah saya dong mau saya nyicil mobil apa enggak.

DILA

Eh udah ah,

kenapa jadi ribut sih?

Hendra dan Sugandi terdiam. Keadaan menjadi tidak enak karena keributan tadi. Dila mencoba memulai pembicaraan, dia berbicara dengan nada pelan.

DILA

Udah lah gak usah bahas soal uang,

sensitif,

lagian Dila gak minta juga buat patungan,

kalo mau bantu kasih ya Dila terima,

kalo engga ya gak apa-apa,

jangan malah jadi ribut.

SUGANDI

Bukannya saya gak mau bantu,

tapi emang lagi gak bisa.

Gini aja deh,

kita ambil gampangnya.

Dila hanya diam mendengarkan.

SUGANDI

Biar gak usah ngomongin uang,

gimana kalau rumah bapak kita jual aja?

Dila, Ratna, Hendra dan Adi kaget mendengarnya.

RATNA

ya gak mungkin lah,

ada-ada aja kamu kang.

SUGANDI

Uang hasil jual rumah bisa untuk biaya

kehidupan bapak sama ibu disini.

HENDRA

Bapak sama ibu kaya gak punya anak aja Di.

SUGANDI

Tetep yang mau ngasih ya kasih. 

DILA

Kang itu kan rumah bapak satu-satunya.

SUGANDI

Rumah itu kan nantinya bakal dijual juga buat warisan,

kita dahulukan aja buat kebutuhan bapak dan ibu.

DILA

Akang juga ngomong hal yang sama

pas mau jual tanah bapak yang di Bandung,

untuk kebutuhan bapak dan ibu,

nyatanya untuk apa?

Pribadi kan? Modal bisnis kan?

Emosi Sugandi mulai naik, nada bicaranya pun menjadi keras.

SUGANDI

Masalah yang udah lalu gak usah di bahas,

bapak udah ikhlas kok,

kenapa kamu yang marah?

DILA

Emang akang tau isi hati bapak? tau?

Sugandi merasa terpojok, lalu ia berdiri sembari menunjuk Dila.

SUGANDI

Tau apa kamu soal isi hati bapak.

Dila emosi dan berdiri.

DILA

Saya lebih tau dari pada Akang

yang cuma mikirin diri sendiri.

Agus datang dari arah dapur karena mendengar suara keributan. 

Sugandi terdiam karena kata-kata Dila.

DILA

Akang jarang kerumah bapak,

tapi sekalinya kerumah malah bikin masalah,

minta tanah warisan untuk dijual padahal bapak

sama ibu belum meninggal.

Sugandi terdiam menahan emosinya karena kata-kata Dila.

DILA

Harusnya Akang malu kang.

Malu!

SUGANDI

Cukup!

Sugandi berjalan ke arah Dila untuk menamparnya, namun langsung di jegat Hendra dan Adi.

HENDRA

Eh Udah cukup, jangan kaya anak kecil.

Agus berlari ke arah mereka. Ratna berdiri menenangkan Dila. Agus merasa kesal.

AGUS

Ada apa sih ini? kenapa jadi malah ribut?

Pak Sugih keluar dari kamar karena mendengar suara keributan. 

SUGANDI

Kasih tau istri kamu

jangan jadi orang yang kurang ajar.

Dila langsung menghampiri Sugandi.

AGUS

Eh udah mah!

Agus memegang tangan Dila.

HENDRA

Dila cukup!

AGUS

Ini ada apa sih?!

DILA

Akang yang kurang ajar!

Ngerawat Bapak gak mau, patungan Gak bisa,

malah mau jual Rumah. 

Espresi Pak Sugih tampak kaget mendengar kata-kata Dila, lalu Ia bergegas berjalan menghampiri mereka.

Ratna menghampiri Dila.

RATNA

Dil udah Dil udah cukup.

SUGANDI

Kamu yang harusnya malu,

bapak udah ngabisin uang tabungan hajinya

buat kamu kuliah di jakarta,

tapi mana hasilnya? Percuma.

Dila semakin emosi lalu Dila mencoba melepas tangan kanannya yang di pegang Agus dan tangan kirinya yang di pegang Ratna.

AGUS

Mah!

Ketika tangan kanannya berhasil terlepas dari genggaman Agus, Dila langsung menampar Sugandi. Sugandi semakin marah lalu ia langsung maju kedepan dan memegang tangan kanan Dila hingga membuat Dila, Agus dan Ratna mundur kebelakang. Dibelakangnya terdapat pak Sugih yang sedang berjalan perlahan-lahan menghampiri mereka dengan tongkatnya.

PAK SUGIH

Udah jangan pada bertengkar.

Pak Sugih pun terjatuh karena tertabrak oleh bagian belakang Agus yang terdorong Sugandi. Dila menyadarinya karena mendengar suara tongkat terjatuh dan kesakitan pak Sugih.

DILA

Ya Ampun pak.

Dengan cepat Dila menghampiri pak Sugih. 

DILA

Bapak gak apa-apa?

Dila mencoba mengangkatnya, namun Agus menahannya.

AGUS

Jangan diangkat dulu mah.

Ada bagian yang sakit pak?

PAK SUGIH

Gak apa-apa,

bapak gak apa-apa.

Pak Agus tidak merasa sakit karena terjatuh di bawah karpet yang lumayan tebal. Adit dan Gita menuruni tangga dengan cepat dan melihat apa yang sedang terjadi namun mereka hanya terdiam melihatnya.

AGUS

Ayo mah kita angkat pelan-pelan ke sofa,

tolong dibantu.

Ratna membantu mengangkatnya dari belakang. Adi membantunya dari depan sambil kedua tangannya memegang ketek pak Sugih hingga berdiri. Hendra mengambil beberapa bantal untuk sandaran pak Sugih. Sugandi hanya terdiam karena kaget dan menyesal. 

Setelah pak Sugih sudah di dudukan di sofa Dila menghampiri pak Sugih.

DILA

Bapak beneran gak apa-apa?

maaf pak tadi Dila..

Pak Sugandi memotong kata-kata Dila dengan bentakan.

PAK SUGANDI

Kenapa kalian bertengkar?!

Semuanya terdiam, tiba-tiba pak Sugih menangis dan suaranya sedikit pelan.

PAK SUGANDI

Kenapa?

Semuanya tetap terdiam karena merasa bersalah.

PAK SUGANDI

kalau kalian bertengkar karena masalah siapa

yang ngerawat bapak dan ibu,

lebih baik bapak sama ibu tinggal

di panti jompo sekalian.

DILA

Bukan begitu pak.

PAK SUGANDI

Bapak gak pernah minta ke kalian

untuk ngerawat bapak sama ibu,

gak pernah.

Semuanya terdiam, Dila dan Sugandi merasa bersalah karena bertengkar.

PAK SUGANDI

Bapak cuma ingin anak-anak bapak hidup rukun.

Kalian udah bukan anak kecil lagi,

kalian udah besar, udah tua,

kenapa masih pada bertengkar.

Pak Sugandi menangis.

DILA

Maaf pak, Dila yang salah,

Dila emosi.

Dila menangis.

DILA

maaf pak.

Sugandi menangis lalu menghampiri pak Sugih dan berjongkok di depan pak Sugih sambil memegang lututnya.

SUGANDI

Maafin Saya juga pak, saya yang salah,

saya bingung harus berbuat apa lagi

untuk menolong bapak.

Pak Sugih mencoba menangkan hatinya. Beberapa saat kemudian, Agus datang memberikan segelas air minum kepada pak Sugih.

AGUS

Minum dulu pak.

Pak Sugih meminumnya lalu dia terdiam.

SUGANDI

Pak,

Sugandi tau kalau bapak masih marah ke saya soal tanah,

sekali lagi, saya minta maaf,

saya gak tau harus melakukan apa lagi supaya bapak tidak marah.

Pak Sugih terdiam sebentar.

PAK SUGIH

Masalah tanah Bapak sudah ikhlas,

itu kan emang warisan untuk kalian.

Tapi bapak cuma kesal kenapa kamu

minta dibagikan ketika bapak masih ada.

Bapak sempat sakit hati.

Sugandi melihat ke wajah Pak Sugih tiba-tiba langsung tertunduk malu.

PAK SUGIH

Tapi rasa kekesalan Bapak terkalahkan

sama rasa sayang Bapak ke kalian.

Sugandi Bapak sudah memaafkan kamu.

Sugandi yang tadinya menunduk seketika melihat wajah pak Sugih yang tersenyum. Sugandi pun ikut tersenyum karena sudah lama tidak melihat bapaknya tersenyum kepadanya.

PAK SUGIH

jadi tolong jangan dibahas lagi

masalah-masalah yang lalu,

Bapak cuma ingin kalian hidup rukun.

Dila dan yang lainnya terdiam.

Pak Sugih terlihat sudah mulai sedikit tenang. Dia menghembuskan nafasnya, lalu mencoba untuk berbicara kembali.

PAK SUGIH

Kalian tau kenapa Bapak suka sekali merekam vide

 setiap kita ada acara atau ada kegiatan diluar? 

Itu karena bapak ingin kalian menontonnya

ketika ada masalah dengan keluarga.

Dila dan yang lainnya terheran.

PAK SUGIH

Menurut bapak,

kalau kita sedang ada masalah dengan keluarga,

obat pertama yang paling ampuh adalah bernostalgia.

Karena dengan bernostalgia kita akan jadi ingat

dan bersyukur kalau kita punya keluarga

yang sayang sama kita,

sehingga kita bisa menyelesaikan masalah

tanpa amarah.

Dila dan yang lainnya tertegun mendengar kata-kata Pak Sugih. Adit dan Gita yang dari tadi melihatnya juga tertegun, ekspresi Gita berubah seperti ada inspirasi karena mendengar kata-kata kakeknya.

Dila tersenyum melihat ke pak Sugih yang tersenyum lega, lalu Dila melihat Sugandi yang juga tersenyum, mereka saling lihat-lihatan lalu keduanya tersipu malu.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar