10. The End of A Beginning.

I/E. JALAN RAYA - NIGHT

Tia mengayuh sepeda ontelnya dengan semangat dengan Riki di kursi belakangnya. Riki memegang ponsel Tia dengan GPS yang sudah terprogram menuju alamat rumah Tante Ami.

TIA

(mengayuh)

Rik.. Berapa lama lagi?

RIKI

30 menit lagi, belok kanan!

TIA

(mengayuh)

Sekarang jam berapa?

RIKI

Jam 9!

Tia masih terus mengayuh sepedanya dengan seluruh tenaga.

Sudah satu jam ia mengayuh sepedanya.

RIKI

(melihat GPS)

Ti, siap-siap abis gini belok kanan buat masuk perumahan!

Tia mengangguk. Ia membelokkan sepedanya ke kanan.

Tiba-tiba, di kejauhan, tepat di depan pintu masuk perumahan Tante Ami, ia melihat sebuah mobil terparkir di samping pintu masuk perumahan tersebut. Ternyata itu adalah mobil milik pria yang tadi merampok warung. Tia langsung mengerem sepeda ontelnya.

RIKI

(kaget)

Aduh! Ken..

Tia membungkam mulut Riki.

TIA

(berbisik)

Sst. Turun, cepet.

Tia dan Riki turun dari sepeda ontel. Tia menggiring sepeda dengan cepat menuju samping tembok gapura perumahan yang berada tepat di sebelahnya. Tia menjatuhkan sepeda secara perlahan agar tidak mengeluarkan suara.

RIKI

(berbisik)

Kenapa, Ti?

TIA

(berbisik)

Ada Bapak-bapak tadi.

RIKI

(berbisik)

Demi apa?!

Tia mengangguk. Mereka menempelkan badannya di balik tembok agar tidak ketahuan.

RIKI

Kamu yakin itu Bapak tadi?

TIA

(berbisik)

Mobilnya sama sih. Tapi gua nggak tau bener apa nggak.. Bentar gua cek.

Tia dengan perlahan membalikkan badannya dan mengintip dari sebelah tembok untuk memastikan apakah benar itu adalah Bapak yang tadi memukul Tia hingga tidak sadarkan diri.

Masih tidak ada tanda-tanda kehidupan di mobil tersebut. Bahkan mesin mobil juga mati.

Tia masih menunggu untuk melihat keadaan.

Tiba-tiba, seorang pria keluar dari mobil tersebut dan membanting pintu mobil hingga tertutup.

Ternyata benar. Itu adalah pria yang merampok warung tadi. Tia langsung membalikkan badannya.

TIA

An***g.

RIKI

Bener?

Tia mengangguk.

TIA

Coba gua liat GPS nya.

Riki memberikan ponsel kepada Tia. Tia mengambil ponselnya dan mengecek jalur alternatif lain menuju rumah Tante Ami selain melewati jalan tersebut. 

TIA

(melihat ponsel)

Aduh, nggak ada lagi.

RIKI

Nyari apa?

TIA

Jalur lain selain lewat sini.

Tia memberikan ponselnya kembali pada Riki. Tia benar-benar kebingungan.

RIKI

Terus gimana?

Tia membuka tas ransel dan membongkar isinya untuk melihat barang apa yang ia punya supaya bisa melawan pria tersebut. Tia mengambil sebilah pisau lipat dari dalam tas.

TIA

(memegang pisau lipat)

Gua cuma punya ini.

RIKI

Nggak bakal bisa, Ti.

TIA

Iya, gua tau.

Tia terdiam sejenak, memikirkan strategi dan segala kemungkinan yang akan terjadi apabila ia harus menghadapi pria tadi.

Tiba-tiba, mereka mendengar suara keras yang datang dari arah pria tadi. Tia membalikkan badan dan mengintip. Ternyata pria tersebut memukul-mukul kap mobil dengan penuh amarah. 

Kemudian, pria tersebut menangis.

ARI

(memukul-mukul kap mobil)

AARRGHHHH!!!

Tia mengembalikan badannya ke posisi bersembunyi. Ia semakin panik. Akhirnya Tia muncul dengan sebuah rencana. Tia mengambil obat dari dalam saku celananya.

TIA

(memberi obat kepada Riki)

Rik, ambil.

RIKI

(bingung)

Hah, buat apa?

TIA

Ambil dulu.

Riki mengambil obat dari tangan Tia.

TIA

Dengerin gua baik-baik, oke?

Riki mengangguk.

TIA

Gua serius, dengerin baik-baik.

Riki mengangguk kembali.

TIA

Abis gini, gua bakalan keluar dari persembunyian. Gua bakal alihin perhatian Bapak-bapak itu. Gua bakal giring dia sampe dia membelakangi tembok ini. Terus, kalo udah ada kesempatan, lu lari sekenceng-kencengnya masuk ke perumahan terus anterin obatnya ke Tante Ami. Oke?

RIKI

(tercengang)

Rencana macem apa kayak gitu? Nggak mau!

TIA

(berbisik)

Sst..! Udah Rik, nggak usah ngebantah gua! Lu hafalin alamatnya. Jalan Taman Asri Gang 2 Nomer 29. Hafalin! Hafal nggak?

RIKI

T-tapi Ti..

TIA

(menyela)

Hafal nggak?!

Riki mengangguk.

TIA

Berapa?

RIKI

J-jalan.... Jalan apa tadi.

Tia menggeleng.

TIA

(menghela napas)

Jalan Taman Asri 2 nomer 29. Ulangin.

RIKI

Jalan--Taman Asri 2--Nomer--29.

TIA

(mengangguk)

Lu hafalin itu. Camkan baik-baik dalam kepala. Nanti kalo lu udah masuk ke perumahan, langsung cari alamatnya. Ngerti?

Riki mengangguk.

RIKI

T-tapi Ti..

TIA

Nanti kalo lu..

RIKI

(menyela)

Ti! Dengerin aku dulu.

Riki menyengkram tangan Tia.

RIKI

Apa nggak ada rencana lain?

Tia menarik napas.

TIA

(berusaha tenang)

Kalo ada cara lain, gua nggak bakal pake cara ini, Rik. Perumahan ini cuma ada satu jalan keluar masuk. Ya jalan ini. 

RIKI

Kita tunggu aja sampe Bapak itu pergi.

TIA

Waktu Tante Ami nggak banyak, Rik. Mana kita tau kapan Bapak itu bakal pergi? Iya kalo pergi, kalo nggak?

RIKI

Yy-ya kita..

TIA

(menyela)

Rik, gua tau. Tapi mau gimana lagi. Tante Ami penting banget buat gua. Lebih dari diri gua sendiri. 

Riki mengucek matanya, mencegah air mata keluar. Tia mengusap kepala Riki.

TIA

Rik, lu harus inget, apapun yang terjadi di belakang lu, lu harus terus lari. Jangan liat ke belakang.

Riki tidak bisa menahan tangisannya. Ia menangis tersedu-sedu sambil menutup mulutnya supaya tidak berisik.

TIA

Lu harus janji sama gua, janji?

Riki tidak bereaksi.

TIA

Riki...

Tia memeluk Riki dan menggosok-gosok kepalanya.

TIA

Rik, udah udah.

Riki mengusap pipinya dan menghapus air matanya.

TIA

Rik, gua mohon lu harus janji sama gua.

RIKI

J-jan-ji apa?

TIA

Apapun yang terjadi, lu harus tetep lari ke depan. Jangan liat ke belakang.

Tia mengulurkan jari kelingkingnya.

TIA

Janji?

Riki mengangguk lemah. Riki mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Tia.

RIKI

Oke..

TIA

Gua juga titip salam ya untuk Tante Ami. Bilangin, gua kangen.

RIKI

Tapi kamu nyusul kan?

TIA

Iya, gua nyusul.

Teriakan pria itu semakin menjadi-jadi. Dan semakin keras. Pria itu mendekat ke arah mereka.

TIA

Makasih ya, Rik.

RIKI

Buat apa?

TIA

(tersenyum)

Udah ngajarin gua buat percaya lagi.

Tia mengelus rambut Riki.

TIA

Oke, Rik. Siap?

RIKI

(mengangguk)

Siap.

Tia menyimpan pisau lipat di dalam saku celananya. Ia membalikkan badan, bersiap untuk keluar dari persembunyian. Setelah menarik beberapa napas panjang, Tia memberanikan diri untuk berdiri dan keluar dari balik tembok.

Tia berdiri di tengah jalan.

TIA

(teriak)

WOY!

Pria tersebut menoleh ke arah sumber suara. Ia mengernyitkan matanya, berusaha melihat sekelebat bayangan di tengah malam yang gelap.

ARI

(teriak)

SIAPA ITU?

Pria itu berjalan cepat ke arah Tia sambil merogoh pistol dari balik jaketnya.

Tia berlari ke sisi tembok yang lain dan bersembunyi di balik tembok itu.

TIA

(teriak)

DASAR RAMPOK!

Ari mengenali suara itu. Itu adalah suara perempuan yang ia habisi di warung tadi. Ari langsung berjalan menuju suara Tia berasal.

ARI

(mengokang pistol)

DASAR LU PEMBOHONG!

Tia kebingungan. Ia tidak merasa berbohong.

TIA

(teriak)

Hah? Maksud lu?

ARI

(teriak)

LU BOONG AMA GUA, AN***G! LU BILANG OBAT INI MEMPAN BUAT COVID, MANA?!

pria itu menembakkan dua butir peluru ke arah tembok tempat Tia bersembunyi. Tia kaget sambil melindungi kepalanya dengan tangan.

TIA

(teriak)

Gua nggak boong!

ARI

(menangis)

TERUS KALO LU NGGAK BOONG KENAPA KELUARGA GUA NGGAK MEMPAN SAMA OBAT LU?! HAH!

Pria itu terus berjalan sambil menembakkan dua butir peluru lagi ke arah tembok.

TIA

K-k-ita bisa bicarain ini baik-baik! Coba ngomong sama gua!

ARI

(mengokang pistol)

ARGH!!! NGGAK USAH BANYAK BACOT!

TIA

Kalo lu nggak ngomong sama gua, gua nggak bakal bisa tau akibatnya! Stop!

Tia merunduk ke bawah tembok sambil melindungi kepalanya. Ia masih terus mencoba bernegosiasi dengan pria tersebut sambil berpikir mengapa obat tersebut tidak berhasil pada keluarga pria itu.

FLASHBACK INT. RUMAH WANTO - DAY. 2 HARI SEBELUM.

WANTO

(memberikan obat)

Tia, obat ini harus dikasih ke pasien dengan jangka waktu maksimal 3 hari semenjak pasien pertama kali mengalami gejala.

EXT. JALAN DEPAN PERUMAHAN TANTE AMI - NIGHT

Tia lalu teringat, bahwa obat itu harus diberikan oleh seseorang yang bergejala sebelum tiga hari. Mungkin itu adalah akibat mengapa obat tersebut tidak dapat bekerja pada kelaurga pria itu.

Semakin stress, pria itu terus menembakkan satu demi satu butir peluru ke arah tembok. Tiba-tiba, ketika ia menekan trigger pistol untuk menembak, tidak ada peluru yang keluar. Amunisi pistol sudah habis.

Tia yang menyadari hal itu segera bangkit dan mengintip. Ternyata benar, Tia melihat pria itu mencoba menembakkan pistolnya, namun tidak bisa.

TIA

(mengintip)

Udah? Please, biarin gua bicara sama lu.

ARI

(teriak)

AH, PISTOL GOBLOK!

Pria itu melempar pistolnya ke arah Tia. Untungnya, Tia berhasil menghindar.

Tia keluar dari persembunyiannya.

TIA

Oke, gua keluar. Gua nggak bawa senjata apa-apa.

Supaya pria itu merasa aman, Tia mengangkat kedua tangannya. Tia perlahan-lahan berjalan keluar dari persembunyian.

Tia akhirnya berhadapan dengan pria itu.

TIA

(mengangkat tangan)

Gua minta maaf soal keluarga lu.

Pria itu jatuh berlutut dan menangis sesenggukan.

ARI

(terisak)

Gua dipecat dari kerjaan gua 3 bulan yang lalu. Uang tabungan abis. Tiba-tiba, seminggu yang lalu istri gua sakit. Terus anak-anak gua ikutan sakit 2 hari kemudian. Gua terpaksa harus keluar dari rumah karena mereka butuh perawatan rumah sakit. Tapi, gua udah nggak ada biaya buat pengobatan dan kamar rumah sakit penuh semua. Gua udah berusaha cari apapun yang keluarga gua butuhin buat sembuh. Gua udah berusaha..

Tia menjadi iba mendengar cerita pria itu. 

ARI

Lu boong ama gua...

TIA

Obat itu cuma bisa dipake untuk orang yang bergejala selama kurang dari tiga hari.. 

Pria itu tertegun mendengar omongan Tia.

TIA

Bukan salah obatnya.. Tapi emang udah telat..

ARI

(bangkit)

Lu nggak usah ngasih-ngasih alasan ke gua! Pasti obatnya yang gak bereaksi!

Tia menelan ludah.

TIA

Gua bener-bener berharap bisa ngasih lu alasan yang lebih baik dari ini.

Ari berjalan semakin mendekat dan mendekat. Mereka berhadap-hadapan. 

Tia mencoba bergerak menghadap tembok tempat Riki bersembunyi supaya Ari membelakangi tembok Riki. Tia terus bergerak hingga tubuh Ari tepat membelakangi tembok Riki. 

Tia memberikan sinyal tangan kepada Riki agar Riki cepat berlari. 

Melihat sinyal tangan dari Tia, Riki perlahan-lahan keluar dari persembunyiannya dan mengendap-endap berjalan melewati mereka berdua. Tia masih berusaha mengulur waktu.

TIA

Kalo gua boleh tanya, nama lu siapa?

ARI

(menahan tangis)

Ari.

TIA

Oke, Ari. Gua Tia. 

ARI

Keluarga gua----udah nggak ada semua.

TIA

Gua tau rasanya kehilangan, Ri. Tau banget.

ARI

Obat lu ngasih gua harapan. Walaupun nggak banyak, tapi obat lu bikin gua bermimpi bisa ngelihat keluarga gua sehat lagi.

Tia mengangguk setuju.

TIA

Iya, gua minta maaf kalo hasilnya nggak sesuai sama yang lu harapin, Ri. Tapi..

ARI

(menyela)

Tapi, obat lu juga yang bikin gua semakin sakit hati! Lu jatuhin harapan gua ke tanah! Dan lu injek-injek!

TIA

(mengangguk)

Iya, gua minta maaf, Ri.

ARI

Lu tau nggak rasanya liat mereka abis minum obat yang lu kasih, bukan malah makin sehat, malah muntah-muntah, kejang-kejang?!

TIA

Iya, Ri.. Itu memang obat keras.. Gua bener-bener nggak tau harus ngomong apa.

ARI

Siapa yang udah pernah konsumsi obat ini?

Tia mencuri-curi pandang ke belakang Ari untuk melihat apabila Riki berhasil masuk ke dalam perumahan. Rupanya, Riki sudah tidak ada di area tersebut, berarti Tia berkesimpulan bahwa Riki berhasil masuk ke dalam perumahan.

TIA

Sejauh ini, belum ada.

ARI

Jadi, keluarga gua lu buat kelinci percobaan?!

Ari yang teresulut emosi mengambil sebuah pistol lain dari saku celana kargonya. Pistol milik Tia. Tia terkejut setengah mati.

TIA

(bergumam)

G-g-ua bener-bener minta maaf, Ri.

ARI

(menangis)

Lu udah ngebunuh keluarga gua.

TIA

(mengangkat tangan)

Ri, turunin pistolnya. Kita bicarain baik-baik.

Ari menodong pistol ke arah Tia.

ARI

(terisak)

Apa lagi yang mau dibicarain! Percuma! Keluarga gua udah nggak ada!

TIA

Lu nggak harus ngelakuin ini, Ri. Gua mohon.

ARI

(terisak semakin kencang)

Keluarga gua--- udah nggak ada...

TIA

Ri, ayo turunin pistolnya. Gua yakin lu pasti bisa.

Tia memberanikan diri untuk mencoba melangkah menuju arah Ari.

ARI

Gara-gara lu-- Keluarga gua mati.

Merasa was-was, salah satu tangan Tia menyelip ke dalam sakunya dan membuka pisau lipat. Bersiap untuk menggunakannya.

TIA

Ri, please turunin pistolnya!

Tia sudah tidak sabar. Ia langsung melompat ke arah Ari untuk merebut pistolnya.

Ari kaget.

Suara letusan pistol pecah.

EXT. PERUMAHAN - NIGHT

Riki sedang berlari mencari rumah Tante Ami ketika ia mendengar suara letusan pistol dari arah depan perumahan. Riki menghentikan langkahnya. Rasanya ia ingin sekali kembali untuk melihat keadaan. Tetapi, ia tidak bisa. Ia teringat akan perintah Tia untuk terus berlari apapun yang terjadi. Akhirnya, ia memutuskan untuk kembali berlari dan mencari rumah Tante Ami. Akhirnya, ia menemukan Taman Asri Gang 2. Ia masuk ke gang tersebut.

EXT. JALAN DEPAN PERUMAHAN TANTE AMI - NIGHT

Ari dan Tia melihat tubuhnya masing-masing.

Tia melihat dadanya yang berlubang dan mengeluarkan banyak darah. Ia memegang lukanya sambil jatuh telentang.

Ari melihat dadanya yang terhunus pisau lipat. Ternyata, Ketika Ari menembakkan pistolnya, Tia sempat menghujamkan pisau lipat dari bawah menuju dada kiri Ari. Ari pun jatuh menyamping.

Tidak ada yang selamat dari kejadian ini. Kecuali Riki.

EXT. PERUMAHAN - NIGHT

Riki berlari mencari sebuah rumah yang menunjukkan angka ‘29’ di depannya. Riki terus berlari. Tanpa melihat ke belakang.

FADE TO BLACK.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar