9. A Moment of Hope

I/E. WARUNG MAKAN - MOMENTS LATER

Tia membuka matanya perlahan-lahan. Tia tergeletak di atas lantai warung. Kepalanya sudah terlilit perban dengan noda darah di tempat ia terpukul. Tia memegang luka kepalanya. Ia mengernyit.

TIA

(mengernyit)

Ah..

Di samping Tia, sudah ada Riki yang menunggu.

RIKI

Eh, udah bangun! Tia, gimana? Masih pusing?

Tia mengangguk.

Riki mengambilkan segelas teh hangat dari meja warung dan membawakannya untuk Tia.

RIKI

(memberi teh hangat)

Ini, minum dulu.

Tia berusaha sekuat tenaga bangun untuk meminum tehnya. Ia menerima gelas dari Riki dan meneguk teh hangat. Dirasa cukup, ia memberikan gelas kembali pada Riki.

TIA

(memegang kepala)

Jam berapa ini?

RIKI

(menaruh gelas)

Jam 7 Ti.

Tia sangat terkejut.

TIA

Hah?! Jam 7 malem?

RIKI

Iya..

Tia segera berdiri dari duduknya. Ia bergegas untuk melanjutkan perjalanan walaupun pusing berat masih menghadang. Tetapi, Tia kaget bukan main ketika melihat bahwa kedua ban sepeda motornya pecah.

TIA

(menghampiri motor)

LOH!

Tia mengecek ban motornya. Ternyata, Tia menemukan selongsong peluruh di dekat ban. Ia memungut selongsong tersebut.

TIA

(melempar selongsong)

A****G!

Tia kembali masuk ke dalam warung dan membuka tas ranselnya.

TIA

(membuka ransel)

Rik, apalagi yang diambil sama si ba****t itu?

RIKI

... Pistol kamu.

TIA

Terus apalagi? Itu doang?

Riki tidak berani menjawab pertanyaan Tia.

TIA

Rik?

Tia memerhatikan ada sesuatu yang hilang. Kotak obat Tante Ami. Ia memalingkan wajahnya kepada Riki.

TIA

Rik, jangan bilang obatnya diambil juga.

Riki semakin menundukkan wajahnya.

TIA

(melempar tas)

An***g!

Tia meremas kepalanya. Tidak bisa berkata-kata.

TIA

....... Semuanya? Satu kotak itu?

Riki mengangguk pelan.

Tia memungut tasnya dari lantai dan mencari-cari obat di dalam tas. Barangkali tidak semuanya diambil. 

TIA

(membongkar tas)

Barangkali ada.

Tia membalikkan tas ransel sehingga seluruh isinya tumpah ke bawah. Tidak ada obat.

Riki sangat merasa bersalah karena telah membiarkan pria itu mengambil obatnya.

RIKI

(menghampiri Tia)

Ti... Maaf.

Tia sangat marah. Tidak dengan Riki, namun dengan seluruh keadaan saat ini. Tetapi, ia butuh pelampiasan. Akhirnya, ia menumpahkan segalanya kepada Riki.

TIA

(menunjuk Riki)

Ini semua gara-gara lu.

Tia memusatkan seluruh amarahnya kepada Riki.

RIKI

(mundur)

.... Aku?

TIA

Lu nggak usah pura-pura bego. Seandainya lu nurut ama gua, kita nggak usah mampir makan-- Kita tetep ngelanjutin perjalanan, kita nggak bakal ketemu bapak tadi!--- Liat ini hasilnya!

RIKI

(takut)

T-t-tapi..

TIA

(menyela)

Tapi apa?! Gua udah bilang, lu nggak bakal mati kalo makan telat bentar doang. Sedangkan Tante Ami bakalan mati kalo kita telat nganterin obatnya!

Riki mulai meneteskan air mata.

TIA

Kalo udah gini gimana! Tante Ami mau gua kasih apa!

Riki menangis.

Tia tidak tega melihat Riki menangis, tetapi ia masih kesal. Ia menendang kursi warung di sekitarnya.

Tia terduduk lesu di depan warung. Tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tia melirik jam tangan, sudah jam 8 malam. Tia semakin putus asa.

Lalu, di ujung matanya, ia menangkap ponsel miliknya yang tercecer. Tia memungut ponsel tersebut. 

Tia tidak yakin apakah ponselnya masih menyala atau sudah kehabisan baterai. Ia menekan tombol kunci ponsel selama beberapa saat. Ternyata layar ponsel menyala. Ia membuka kunci ponsel dan menekan menu galeri. Dengan perlahan, ia menggulirkan satu per satu foto di galeri tersebut. Terdapat foto Tia bersama ayahnya, ibunya, dan Tante Ami. 

Tia keluar dari menu galeri dan menekan menu kontak. Tia mencari kontak Tante Ami dan menelponnya. 

Tia menunggu beberapa saat sampai Tante Ami mengangkat telepon darinya.

TANTE AMI (V.O.)

(batuk berat)

H--h-alo.

Hati Tia semakin hancur mendengar suara Tante Ami yang semakin lemah.

TIA

(menahan tangis)

T-tante, gimana keadaannya?

Tante Ami tidak menjawab.

TIA

Halo..

TANTE AMI (V.O.)

(sesak)

Halo--Tia.. Tante nggakpapa. Kamu udah sampai mana?

TIA

T-t-ia udah deket, Tante.

TANTE AMI

Obat..nya--gimana?

Tante Ami terbatuk-batuk selama beberapa saat sampai mengeluarkan dahak.

Tia tidak tega ingin memberitahu bahwa obatnya sudah tidak ada di tangannya.

TIA

(menahan tangis)

Tante nggak usah khawatir.. obatnya ada di aku.

TANTE AMI

(serak)

Alhamdulillah..

TIA

Tante tahan terus ya. Semangat terus..

TANTE AMI

Iya nak..

TIA

(terisak)

T-tante... Makasih ya.

TANTE AMI

Makasih kenapa.... Nak?

TIA

(mengusap air mata)

Udah ada buat Tia waktu mama papa nggak ada.

TANTE AMI

(sesak)

Ah, kamu. Drama--tis.

Tia tertawa kecil.

TIA

Ya udah, Te. Udah ya.. Assalamualaikum.

TANTE AMI

Wa--alaikum-salam.

Tia menyudahi panggilan teleponnya.

Tia tidak dapat membendung kesedihannya. Ia menangis sejadi-jadinya. 

Tia tidak memerhatikan bahwa Riki menyaksikan seluruh percakapannya dengan Tante Ami dari dalam warung.

Riki dengan penuh rasa takut berjalan menghampiri Tia. Riki secara perlahan mengulurkan tangannya dan menyentuh pundak Tia. 

Tia semakin menangis.

Tiba-tiba, Riki menjatuhkan sesuatu di atas pangkuan Tia. Tia mengusap air matanya dan melihat pangkuannya.

Ternyata, ada satu strip obat di atas pangkuan Tia. Tia terkejut. Tidak bisa berkata-kata.

RIKI

(pelan)

Aku lupa kalo di kantong aku masih ada obat yang kamu kasih buat mama.

Tia menoleh kepada Riki.

TIA

M-makasih ya.

Riki mengangguk.

TIA

.... Maaf gua marah-marah tadi. Gua bener-bener nggak bermaksud.

RIKI

Nggak papa. Aku sadar aku salah.

TIA

(menggeleng)

Nggak, Rik. Kita nggak tau apa yang bakal terjadi sama kita. Gua yang salah.

Riki terdiam. Tia menghampiri Riki.

TIA

Lu masih mau ikut gua ke Tante Ami nggak? Gua bener-bener paham kalo lu udah nggak mau..

RIKI

(menyela)

Aku mau.

Tia tersenyum kecil.

TIA

Oke.

RIKI

Tapi, kita naik apa?

TIA

Iya juga ya.

Tia melihat-lihat sekitar warung untuk mencari kendaraan yang bisa ia pakai menuju rumah Tante Ami. Tidak ada apapun.

Lalu, dari belakang etalase warung, muncul ibu warung.

IBU WARUNG

Nak.

Tia menoleh ke belakang.

TIA

Iya Bu?

IBU WARUNG

Saya mungkin ada sesuatu yang bisa kamu pake untuk pergi. Ayo ikut saya.

Tia mengikuti langkah Ibu warung menuju belakang warung. Ternyata, ada sebuah sepeda ontel yang tersandar di tembok warung.

IBU WARUNG

Makasih ya udah berusaha nyelametin warung Ibu tadi.

Tia menatap sepeda dengan penuh harapan.

TIA

Tapi kan saya kalah Bu.

IBU WARUNG

Nggak papa. Nggak penting. Yang penting kamu berusaha.

TIA

Makasih banyak ya, Bu. Sebisa mungkin akan saya balikin.

IBU WARUNG

(mengangguk)

Semoga kamu bisa sampai tempat tujuan, ya.

Tia mengangguk.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar