6. Hidden Talent

Tia terkejut melihat seluruh pakaiannya sudah ditanggalkan, hanya tersisa kaus tanktop dan celana pendek. Tidak ada masker.

TIA

(menggerakkan kaki)

An***g!

Ketika Tia masih berusaha melepas ikatan di kaki dan tangannya, seorang laki-laki masuk ke ruangan tersebut.

Tia terdiam membeku.

Laki-laki tersebut berjalan ke arah Tia.

BENI

(mendekat)

Udah, nggak usah coba-coba ngelepas. Nggak akan bisa.

Tia menatap tajam perompak itu.

Beni semakin mendekat. Kemudian, ia mulai mengelus lengan Tia dengan jarinya.

TIA

(teriak)

GAK USAH PEGANG GUA BA****T!

Tia meludahi wajah Beni.

Amarah Beni meluap. Beni menampar wajah Tia dengan punggung tangannya.

BENI

(membentak)

P***K! Masih untung lu gua biarin hidup, an***g!

TIA

Gua nggak peduli!

BENI

(mencekik Tia)

Liat aja lu! Gua pake sampe mampus!

Beni melepas cekikannya lalu pergi keluar dari ruangan itu.

Mata Tia masih menelusuri sekeliling ruangan untuk mencari cara guna melepas ikatan di tangan dan kakinya.

Perompak tersebut kembali. Kali ini dengan tas ransel milik Tia di tangannya. 

BENI

(membuka resleting tas)

Coba kita liat apa aja yang lu punya.

Beni menumpahkan seluruh isi tas Tia di tanah. Seluruh persediaan Tia jatuh. Masker, cairan antiseptik, mi instan, pakaian, minuman, peralatan mandi, dan kotak obat Tante Ami. 

Beni mengambil kotak obat dari tanah dan membukanya.

BENI

(membuka kotak)

Apaan nih?

Beni melihat obat milik Tante Ami dengan penuh rasa penasaran.

Tia tidak menjawab.

BENI

(teriak)

Lu tuli?! Jawab!!

TIA

Obat.

BENI

Ya gua tau ini obat! Obat apaan?!

TIA

(teriak)

OBAT MENS! KENAPA? LU MAU?!

Mendengar ucapan Tia, Beni tersenyum.

BENI

(menutup kotak)

An***g.

Beni menutup kotak tersebut dan menaruhnya di dalam saku celananya.

Tia panik melihat perompak itu menaruh obat Tante Ami di dalam saku celananya.

Beni melempar tas Tia ke tanah.

BENI

Awas lu ya. Udah diem. Gua siap-siap dulu, hehehe.

Beni keluar dari ruangan itu.

Begitu perompak itu keluar dari ruangan, Tia langsung menjatuhkan bangkunya hingga ia tersungkur. Tia merayap ke arah tas ranselnya. Tia menyampingkan tubuhnya supaya tangannya bisa meraih tas. Tangan Tia meraba-raba masuk ke sisi dalam tas. 

Ada sebuah kantong kecil di sisi dalam tas itu. Ia membuka resleting kantong itu dan mengambil sebilah pisau lipat yang sengaja ia simpan di kompartemen tersebut.

Tia membuka pisau lipat dan membalik bilah pisau hingga menghadap tali. Tangannya menggesek-gesek bilah ke atas dan bawah hingga tali terputus.

Lalu, Tia segera memotong tali yang mengikat kedua kakinya.

Tia merapihkan seluruh persediaan dan memasukkannya kembali ke dalam tas. Tidak lupa, ia mengambil sebuah masker dan memakainya.

Dengan berbekal pisau lipat, Tia membuka pintu ruangan dengan hati-hati. Ia mengeluarkan kepalanya dan menoleh ke kanan untuk melihat keadaan sekitar. Tidak ada orang.

Dirasa aman, Tia mengeluarkan sebagian badannya dan menoleh ke kiri. 

Ternyata ada seorang anak kecil laki-laki yang sedari tadi melihat pergerakan Tia.

Tia mendekatkan telunjuknya ke arah mulut tanda diam.

Anak kecil itu masih diam, tapi hendak beranjak. Tia langsung berlari ke arah anak kecil itu dan membungkam mulutnya dengan tangannya.

INT. RUANG SEKAP - AFTERNOON

Tia menggendong anak kecil itu masuk ke ruangan tempat ia disekap tadi. Kemudian, ia menurunkan anak tersebut.

TIA

Diem. Gua nggak akan ngelepasin tangan gua kalo lu nggak janji bakal diem.

Riki masih berusaha melepaskan tangan Tia dari mulutnya.

TIA

Janji dulu! Janji nggak?!

Riki akhirnya menyerah. Ia mengangguk. Tia melepas bungkamannya.

TIA

Gua inget semalem lu juga ikutan ngebegal gua. Iya kan?!

RIKI

Aku disuruh.

TIA

Disuruh siapa?

RIKI

Bang Beni sama Bang Roni.

TIA

Mereka ada dimana sekarang?

RIKI

Ya di sini lah.

TIA

(berbisik)

Nama lu siapa?

RIKI

Riki.

TIA

Oke, Riki. Gua Tia. Gua bakal ngelepasin lu kalo lu bantu gua.

RIKI

Bantu apa?

TIA

Bantu gua keluar dari sini.

RIKI

Buat apa aku ngebantuin kamu?

TIA

Hah?

Riki bersiap untuk teriak.

TIA

(berbisik)

Eh, jangan jangan.

RIKI

Untungnya buat aku apa?

TIA

Lu siapanya mereka sih? Anak? Keponakan?

Riki menggeleng.

RIKI

Aku kerja di mereka.

TIA

Kerja? Orangtua lu kemana?

RIKI

Bapak udah meninggal. Ibu lagi sakit di rumah.

Tia terdiam sejenak.

TIA

Oke, oke. Gua bikin perjanjian sama lu. Lu bantu gua keluar dari sini, entar gua kasih obat buat nyokap lu. Gimana?

RIKI

Obat? Obat apa?

TIA

Obat COVID.

RIKI

Boong. Aku tau COVID nggak ada obatnya.

Riki masih berusaha melangkah pergi dari ruang itu. Tia menghentikan langkah Riki.

TIA

Eh bentar-bentar. Gua nggak boong. Beneran. 

RIKI

Mana buktinya?

Tia merogoh saku tas. Tetapi ia tidak menemukan apa-apa. Tia kemudian baru ingat jika obatnya diambil oleh perompak.

TIA

(menepuk dahi)

Obatnya diambil sama cowok yang tadi abis dari dalem sini. Lu tau nggak siapa namanya?

RIKI

Oh, Bang Beni.

TIA

Iya, diambil dia. Gua serius, nggak boong. Sumpah.

Riki terdiam sejenak. Memikirkan seluruh pilihannya.

RIKI

Bener manjur?

TIA

Iya.

RIKI

Hmm...

TIA

Sekarang gua tanya sama lu. Apa yang udah mereka kasih buat lu? Apapun yang mereka kasih nggak bakal bisa nyembuhin nyokap lu. Obat gua bisa.

RIKI

.... Ya udah.. deal.

TIA

Yes! Oke, sekarang, ada berapa orang di sini?

RIKI

3 orang sama aku.

TIA

Oh, oke. Yuk.

INT. RUMAH PEROMPAK - AFTERNOON

Riki memimpin jalan keluar dari ruangan tersebut. Riki menengok kanan dan kiri untuk mengecek keadaan. Lalu, ia berjalan menuju ruang tamu. Di sofa, Beni sedang tertidur pulas. Tepat di meja samping sofa, terdapat pistol milik Tia. Riki memberi sinyal tangan kepada Tia, mengajak untuk mengikutinya. Tia mengendap perlahan ke belakang Riki.

RIKI

(berbisik)

Itu pistol kamu.

TIA

(berbisik)

Lu yang ambil.

RIKI

Kok aku?

TIA

Gua jaga-jaga kalo ada temennya.

Riki menghela napas. Kemudian, ia melangkahkan kakinya menuju Bang Beni yang sedang tertidur. Riki berjalan pelan-pelan, takut membangunkan Beni.

Riki sudah sampai di samping meja. Ketika ia hendak mengambil pistol Tia, Beni bergerak. Riki mematung. 

Beni mengernyit membuka mata. Seketika, Beni membelalak dan terduduk melihat tangan Riki di atas pistol Tia.

BENI

(teriak)

Lu ngapain?!

Riki tidak tahu apa yang harus ia katakan. Ia terdiam. Arah mata Riki tertuju pada Tia.

Tia segera mengendap menuju arah Beni. 

Tetapi Beni menangkap mata Riki yang sedang melihat ke arah belakang punggungnya. Beni menoleh ke belakang. Tepat ketika Tia hendak mematahkan lehernya. 

Beni menangkap kedua tangan Tia dan mendorong Tia menjauh. 

Tia berlari ke arah Beni sambil melayangkan tinjuan ke arah wajah Beni. 

Beni menghindar. Ia membalas dengan sebuah pukulan ke arah ulu hati Tia.

TIA

(mengerang)

ARGH!

Beni menegakkan badannya dan menjambak rambut Tia dengan kencang.

Tia mendangak menahan sakit. Tia membalas dengan sikutan kencang ke leher Beni sebanyak beberapa kali. 

Beni langsung melepas jambakan dan memegang lehernya sambil bergerak mundur.

Tia terus maju dan menendang belakang lutut Beni hingga ia jatuh bertekuk lutut. 

Dengan sekuat tenaga, Tia menendang wajah Beni dengan tempurung kaki hingga Beni terjatuh pingsan.

Tidak cukup sampai situ, Tia mengambil pistol miliknya dan mengecek isi peluru dalam pistolnya. Masih ada.

Ia mengarahkan pistolnya ke arah dada Beni dan menekan pelatuk. 

Riki terbelalak kaget. Tidak bisa berkata apa-apa.

TIA

(berbisik)

Yang satunya dimana?

RIKI

(gugup)

K-kayaknya di luar.

Riki tidak terbiasa melihat orang terbunuh di hadapannya.

TIA

Maaf ya.

Tia bergegas ke luar rumah dan mendatangi perompak yang lain. Ia menembakkan 2 butir peluru ke jantung perompak tersebut. Terlihat siluet seorang pria jatuh tergeletak dari ruang tengah. Lalu, Tia kembali masuk ke dalam rumah untuk mendatangi Riki.

TIA

Lu tau tempat mereka naruh baju gua nggak?

RIKI

(mengangguk)

Itu, di samping kamar mandi.

Tia bergegas menuju arah yang ditunjuk oleh Riki untuk mengambil bajunya.

Sementara itu, Riki masih kaget melihat aksi Tia di depan matanya.

Setelah berpakaian lengkap, Tia menghampiri Riki.

RIKI

Kamu nggak bakal bunuh aku kan?

TIA

(kaget)

Hah, maksudnya?

RIKI

(menunjuk Beni)

Beni mati? 

Tia menghela napas.

TIA

(mengangguk)

Iya.

RIKI

Terus aku tau darimana kalo kamu nggak bakal bunuh aku?

Tia terdiam. 

Tia merogoh saku celana Beni dan mengambil kotak obat dari dalam sakunya. Ia mengambil satu strip dari kotak tersebut dan memberikannya kepada Riki.

TIA

(memberi obat)

Gua kalo janji selalu ditepatin.

RIKI

(menerima obat)

Kamu janji nggak bakal bunuh aku?

Tia mengangguk. Kemudian, Tia mengambil sebuah masker dari tasnya.

TIA

(memberi masker)

Ini, dipake.

Riki memakai masker pemberian Tia.

Tia mengambil kunci motor yang tergeletak di meja ruang tamu. Kemudian, ia beranjak keluar dari rumah perompak tersebut.

Tiba-tiba dari belakang, Riki mengejar Tia.

RIKI

Tunggu!

Tia menoleh.

TIA

Kenapa?

RIKI

Mau nganterin ke rumah aku nggak?

TIA

(melihat jam)

Aduh, gua buru-buru nih. Nggak bisa.

RIKI

(menunduk)

Oh.. Ya udah deh.

TIA

Maaf banget ya.

Tia naik ke atas sepeda motornya dan menyalakan mesin. Dari kaca spion, ia melihat Riki yang melongo dan bingung tidak tahu harus berbuat apa.

Tia pergi meninggalkan Riki. 

EXT. JALAN RAYA - AFTERNOON

Tia merasa gelisah sepanjang perjalanan menuju rumah Tante Ami. Perjalanan terasa sangat lama, padahal ia baru berkendara selama 10 menit. Ia terus mempertanyakan keputusannya, apakah tindakannya meninggalkan Riki sendirian itu benar? Apalagi ia sudah membunuh dua orang tepat di depan Riki.

TIA

(melihat jam tangan)

Ah, tapi kasian juga si Riki.

Akhirnya Tia menekan rem sepeda motornya dengan mendadak dan memutar balik untuk menjemput Riki. 

Tia menurunkan kecepatan motornya sambil mengamati sepanjang pinggir jalan untuk mencari Riki.

Tia akhirnya menemukan Riki. Ia sedang berjalan ke arah sebalik Tia dengan raut wajah lesu pasi. Tia memutar balikkan motornya, lalu menghampiri Riki.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar