5. Dad Loved Her

EXT. JALAN RAYA - NIGHT

Tia melanjutkan perjalanan dengan penuh kehati-hatian. Ia tahu bahwa sangat tidak aman untuk berkendara di waktu seperti ini. Terutama dengan sepeda motor.

Tidak dipungkiri, Tia kurang istirahat. Setelah beberapa saat berkendara, Tia mulai mengantuk. Kewaspadaannya menurun.

Tia tidak melihat bahwa jauh di depan, ada sekelompok perompak yang sudah memasang jebakan berupa tali yang terkubur pasir melintang di tengah jalan.

Sudah ada dua orang perompak yang bersembunyi di balik batu sambil memegang ujung tali.

Tia semakin dekat dengan jebakan tersebut.

Ketika Tia berada tepat di atas jebakan, para perompak langsung menarik tali hingga menyandung motor Tia.

Tia dan motornya terlempar dan terguling.

Tia melepaskan tangannya dari gagang setir sehingga ia terlempar tidak sejauh motornya. 

Tia tersungkur dan terguling beberapa kali. Tidak sempat melindungi kepalanya. Untungnya masih ada helm yang melindungi tempurung kepalanya.

Dengan rasa pusing berat dan dada yang sesak, Tia melihat dengan buram dua orang laki-laki dan satu anak laki-laki bergerak ke arahnya. 

Telinga Tia berdengung.

Lalu, Tia tidak sadarkan diri.

I/E. RUMAH TIA - EVENING. 2028

Tia dan Ayahnya sedang berlatih bela diri di area teras belakang rumah.

Tia menendang samsak yang sudah ditahan oleh Ayahnya.

AYAH

(menahan samsak)

Kurang keras!

Tia menendang samsak dengan tenaga lebih.

Ayah Tia agak terpental sedikit.

Tia tertawa.

AYAH

(tersenyum)

Iya, terus! Sekarang kaki kiri!

Tia mengganti kuda-kudanya dan mulai menendang samsak dengan punggung kaki kiri. Sebanyak lima kali.

AYAH

(menahan samsak)

Sekarang kombinasi.

Tia bersiap. Kemudian, ia memulai serangkaian gerakan dengan melakukan pukulan silang ke kiri dan ke kanan, membungkukkan badannya, kemudian melakukan pukulan hook sambil menegakkan badannya. Setelah itu, ia memutar pinggangnya ke kiri dan ke kanan dan melemparkan pukulan ‘jab’ dengan tangan kanan lalu diikuti tangan kiri.

Ayah menyudahi latihan hari ini.

AYAH

(melepas samsak)

Udah cukup.

Tia menghembuskan napas dengan kencang.

Ia mengelap keringat yang bercucuran dengan handuk kecil yang terletak di atas meja teras.

Tia memutar lehernya ke kiri dan ke kanan.

Kemudian, ia meminum air dalam gelas yang sudah tersedia di atas meja teras.

Ayah masuk ke dalam ruang keluarga dan menyalakan televisi. Kebetulan siaran yang terputar adalah berita mengenai kerusuhan massal yang terjadi di seluruh belahan Indonesia karena krisis ekonomi terparah sepanjang masa.

PENYIAR BERITA (V.O.)

Di tengah pandemi yang tak kunjung usai, kerusuhan massal terjadi di seluruh Indonesia. Berikut adalah kota Jakarta, Surabaya, Jogjakarta, Medan, Makassar, dan banyak kota-kota lainnya. Penjarahan terjadi di mana-mana. Seluruh masyarakat dihimbau untuk tidak keluar rumah dan melindungi rumah dengan memasang pengamanan ekstra.

AYAH

(mengganti saluran)

Eneg Ayah tuh lihat kerusuhan terus. Di kantor ngurusin ini, di rumah ya lihatnya ini lagi.

Ayah mengganti saluran televisi. Ternyata saluran lain juga menyiarkan berita kerusuhan. Ayah menekan tombol remot untuk mencari saluran lain. Berita kerusuhan lagi yang tersiar. Ayah menekan cepat tombol remot untuk menelusuri seluruh saluran televisi. Ternyata, semua saluran televisi di Indonesia menyiarkan berita terkini mengenai kerusuhan.

Tia menyusul Ayahnya ke ruang keluarga.

TIA

(melihat televisi)

Kok makin parah ya, Pa?

AYAH

(menggelengkan kepala)

Papa juga udah pasrah, nak. Besok kayaknya Papa bakal turun lapangan langsung. Diperintah sama Panglima.

Tia menghela napas panjang.

TIA

(protes)

Kok harus Papa, sih?

AYAH

(bingung)

Ya terus mau siapa lagi?

TIA

Siapa kek! Kenapa kok semuanya Papa yang ngurus? 

AYAH

Lho, ini diperintah sama Panglima, nak. Papa ya kalau nggak disuruh mana mau. Mending di rumah, sama kamu.

TIA

Yaudah, di rumah aja!

AYAH

Ya nggak bisa. 

Lagian besok jam pulang kantor Ayah ya pulang kok. 

TIA

(melempar handuk)

Pah pah.. dikira aku masih anak kecil bisa diboong-boongin pake trik begitu.

Ayah mematikan televisi.

AYAH

Kamu itu kebanyakan nonton tivi. Paling besok pada bubar kalo tau Papa yang turun langsung.

Tia tertawa kecil.

Tia membuka kulkas untuk mencari sesuatu untuk dimakan. Pilihan Tia jatuh pada sebuah apel. Tia mengambil apel tersebut dan membawanya ke wastafel untuk dicuci.

TIA

Pa, besok aku ada interview lagi. Doain kali ini masuk ya.

AYAH

Amiin... Lagian kamu itu udah dibilangin daftar TNI aja, jadi perwira karir. Malah nggak mau.

TIA

(mengunyah apel)

Bosen.

AYAH

Ya udah, berarti kamu harus sabar. Emang lagi krisis moneter--nggak ada yang mau ngerekrut pegawai.

TIA

Ya makanya doain. Kan Tia udah nggak ada mama, jadi udah ngurang satu kekuatan doanya.

Ayah tertawa.

AYAH

Ngawur kamu.

Ayah mengisi gelas yang ada di tangannya dengan air segar dari dispenser.

TIA

(mengambil handuk)

Tia mandi dulu ya.

AYAH

Eh bentar.

TIA

(menoleh ke Ayah)

Kenapa Pa?

AYAH

(meletakkan gelas di meja)

Ikut Papa bentar.

Ayah masuk ke kamar tidurnya diikuti oleh Tia. Ayah bergerak menuju lemari baju miliknya. Ayah membuka lemari tersebut. Ternyata, di balik lemari terdapat brankas kecil yang tersembunyi di balik baju-baju.

AYAH

Inget ya, kombinasinya 8672.

Ayah memutar-mutar kunci brankas sesuai dengan angka kombinasi. Pintu brankas terbuka. 

Tia terbelalak melihat isi brankas.

TIA

(teriak)

Pa! Buat apaan..?

Ayah mengambil sebuah pistol dari dalam brankas tersebut.

AYAH

Hush, nggak usah teriak-teriak.

Tia terdiam.

AYAH

(menggenggam pistol)

Kamu Papa ajarin cara pakenya.

TIA

Tapi, Yah..

AYAH

(menyela)

Udah, diem dulu.

Tia membungkam.

AYAH

(menekan tombol magazin)

Ini caranya buat ngebongkar magazin. Magazin ini isinya peluru. Satu magazin isinya 18. Inget-inget, Papa nggak punya peluru cadangan, cuma ada yang di sini aja.

Ayah menekan magazin masuk kembali ke tubuh pistol. Kemudian, ia menarik slide peluru untuk mengisi kamar peluru. 

AYAH

Kalo udah bunyi, artinya udah ada peluru masuk ke kamar. Terus pelatuknya dikebelakangin kayak gini. 

Ayah menarik pelatuk ke belakang.

AYAH

Tapi, ada pengamannya. Pengamannya digeser dulu, baru kamu bisa teken.

Ayah menunjuk ‘trigger’ pistol.

AYAH

Paham nggak?

Tia mengangguk. Tia menatap Ayahnya.

TIA

Harus banget ya make pistol?

AYAH

Kalo Indonesia kayak gini terus, cepat atau lambat, kamu harus pake ini untuk membela diri, nak. Nggak cukup sama beladiri yang Papa ajarin.

Tia terdiam.

AYAH

Inget, jangan pernah kamu pake ini kalo nggak dalam keadaan terdesak. Ini bukan mainan.

Tia mengangguk.

TIA

Terus kalo ini buat aku, Papa pake apa?

AYAH

Papa udah punya sendiri.

Ayah menunjuk sebuah ‘hardcase’ di samping tempat tidur.

Tia mengangguk.

Ayah mengembalikan pistol kembali ke brankasnya. Ia menutup brankas dilanjutkan dengan menutup lemari.

Tia keluar dari kamar Ayahnya dengan rasa cemas membayanginya.

INT. RUMAH TIA - NIGHT

Tia sedang bersantai di kamarnya, bersiap-siap untuk tidur. Tiba-tiba, terdengar suara dentuman kencang dari luar rumah, seperti suara dobrakan. 

Tia terkejut, segera beranjak keluar dari kamarnya untuk mengecek keadaan. Ayah juga langsung keluar dari kamarnya.

AYAH

(mengendap)

Tia, masuk kamar!

Tia memberhentikan langkahnya. Ayah terus melangkah menuju jendela depan untuk mengintip suasana di luar rumah. 

Terlihat rollingdoor besi depan rumah yang baru saja dipasang oleh Ayah, penyok. Ayah kaget. Ayah masih menunggu untuk memastikan keadaan. Ternyata dentuman kencang terjadi kembali. Kali ini, rollingdoor besi depan rumah jebol. Terlihat beberapa orang menerobos masuk. Ayah berlari ke kamarnya. Tia masih termenung di depan kamar.

AYAH

(berlari)

TIA! MASUK KE KAMAR SEKARANG! KUNCI PINTUNYA!

Tia yang ketakutan segera menuruti perintah Ayahnya. Ia masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu. Tia merayap bersembunyi di bawah kasur.

Ayah keluar dari kamar dengan membawa sebuah pistol di tangannya. Ia merunduk sambil berjalan menuju balik tembok kamar mandi. 

Para penjarah berhasil menendang pintu kayu rumah Tia hingga rubuh. Lepas dari engselnya. Seketika, ruang tamu sudah dipenuhi para penjarah.

PENJARAH 1

(masuk)

AYO, AMBIL SEMUA BARANGNYA!

Ayah masih menunggu momen yang tepat untuk melawan. Ayah menghitung jumlah peluru yang ada dalam pistol miliknya.

Satu persatu penjarah masuk menuju dapur tanpa menyadari bahwa ada Ayah yang bersembunyi di balik tembok kamar mandi. Ayah masih mengintip.

Tiba-tiba, ada seorang penjarah yang tertarik untuk masuk ke kamar Tia.

PENJARAH 2

(menunjuk kamar Tia)

Gua masuk ke sini!

Tia masih ketakutan di balik kamarnya.

Melihat hal tersebut, Ayah memutuskan untuk keluar dari persembunyian dan menembakkan dua butir peluru ke tubuh penjarah itu. Para penjarah yang lain terkejut mendengar suara tembakan Ayah. 

Para penjarah berlari ke arah Ayah. Ayah menghitung ada 5 orang lain. Ayah menembakkan pistolnya ke seorang penjarah terdekat yang menyerang ke arahnya. Penjarah tersebut jatuh. Ada 4 penjarah lain yang masih berusaha menyerbu Ayah. Ketika Ayah hendak menembak penjarah yang lain, peluru Ayah habis.

Ayah melemparkan pistol ke arah penjarah terdekat. Penjarah tersebut jatuh. Tetapi, 3 penjarah lain segera menendang tubuh Ayah sampai Ayah terjengkal. Mereka menginjak-injak tubuh Ayah dan terus menendang kepala Ayah hingga mereka puas. 

PENJARAH 3

(menendang Ayah)

Mampus lu AN***G!!

Terakhir, seorang penjarah yang membawa belati menekan belatinya ke leher Ayah dan menusuk leher Ayah. Kemudian, penjarah itu mencabut belati dari leher Ayah.

Darah segar mengalir deras keluar dari luka menganga di leher Ayah.

PENJARAH 3

Udah yuk pergi.

Ketiga penjarah tersebut berlari meninggalkan tempat kejadian perkara. 

Tia masih tidak bisa menggerakkan badannya. Ia masih terngiang oleh suara tembakan pistol. Ia tidak tahu itu milik Ayahnya atau milik para penjarah yang menerobos masuk ke rumah.

I/E. RUMAH TIA - MOMENTS LATER

Tia duduk termenung di sofa ruang keluarga. Tepat di depannya, terdapat kantong mayat dengan jenazah Ayah di dalamnya. 

Petugas forensik menutup kantong mayat tersebut dan membawanya pergi dari hadapan Tia.

Dibalut selimut, Tia termenung. Pikirannya kosong. Tia ingin sekali menangis, tetapi ia terlalu terguncang untuk menangis.

Dari ruang tamu, Tante Ami bergegas masuk. Ia bertemu dengan seorang polisi di dalam.

TANTE AMI

(berbisik)

Mana anaknya?

Polisi itu menunjuk Tia yang sedang duduk di sofa ruang keluarga.

Tia menoleh ke arah polisi tersebut. Tia baru menyadari ada Tante Ami di sebelah polisi itu.

Tia dan Tante Ami bertukar tatap. Tante Ami berlari memeluk Tia. 

Tia menangis sekuat-kuatnya di dalam pelukan Tante Ami.

INT. RUANG SEKAP - NIGHT. 2030

Dengan pusing yang masih menghajar kepala, Tia perlahan-lahan membuka mata. Ia berada di sebuah ruangan kecil remang-remang. Tia terduduk di bangku kayu dengan tangan dan kaki yang terikat di balik bangku tersebut. Tia mencoba melepaskan ikatan tangan dengan menggerak-gerakkan pergelangan tangannya, nampun tidak berhasil.

Tia terkejut melihat seluruh pakaiannya sudah ditanggalkan, hanya tersisa kaus tanktop dan celana pendek. Tidak ada masker.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar