64. CONTINUED
Sinta berdua Nurul berjalan beriringan lebih pelan. Sinta masih memeluk dada.
NURUL
Video itu ngenggangu banget ya, Ta? Sampe lu linglung begini?
Sinta memaksa senyum.
NURUL (CONT’D)
Orang-orang nggak ada yang bisa ngelerai apa? Mas Rama misalnya?
SINTA
Emang ada yang bisa gitu, ngelerai orang lagi seneng?
Nurul menghela napas. Dia memikirkan betapa tak berdayanya Sinta.
NURUL
Itu makanya lo cuman diem saja? Cuman ngehapus-hapusin video saja sambil blokir-blokir kontak.
SINTA
Kita kan enggak bisa ngelawan hujan, Mbak. Cuma bisa ngehindari dan nunggu reda saja.
NURUL
Ya nggak gitu juga sih, Ta. Kalau hujannya awet trus banjir, kita diem saja juga bodoh namanya. Bener, kan?
SINTA
Terus saya harus gimana? Musti minta mereka satu-satu buat nggak ngebikin sama nyebarin video saya sama Mas Ray lagi?
Nurul tersenyum masam.
Sinta sudah tidak memeluk dada lagi.
SINTA (CONT’D)
Jadinya emang serba salah sih, Mbak. Tapi ngeladenin juga sama aja gilanya to?
NURUL
Bukannya kamu udah jadi gila?
Sinta berdua Nurul berhenti. Mereka saling menatap.
NURUL (CONT’D)
(sambil kembali jalan)
Kamu sih jelas enggak nyadar ya Sinta, tapi kamu tuh kayak orang linglung. Jelas pasti kamu kepikiran. Nggak mungkin enggak.
SINTA
Saya juga enggak bilang kalau saya kepikiran, kan? Cuma ya itu tadi ... udahlah, mau pada ngapain ya juga bodo amat.
NURUL
Tapi keganggunya kamu juga ngeganggu orang-orang di sekitar kamu, Sinta.
Sinta menghela napas. Dia tidak bicara lagi sampai beberapa saat.
Nurul ikut diam.
Tak lama, mereka tiba di halte bus lain. Halte yang bukan biasanya mereka menunggu bus.
65. CONTINUED
Tampak halte bus yang juga ramai orang baru pulang kerja. Sinta berdua Nurul baru tiba di situ pada saat bus datang.
Sinta dan Nurul naik. Mereka duduk di kursi dekat pintu yang kosong.
Karena merasa Sinta tidak mau bicara lagi, Nurul memasang earphone di kupingnya. Dia mendengarkan lagu dari ponsel.
Sementara Sinta yang duduk di dekat jendela melemparkan pandangan keluar. Dia melihat seorang Bapak-bapak yang tampaknya baru menjemput Anak Gadisnya pulang kerja dari sebuah mini market. Ada juga sepasang muda-mudi berboncengan sepeda motor.
Lalu terdengar musik FOLK.
Nurul menoleh Sinta yang masih melihat ke luar jendela. Dia lalu mengambil earphone dari sebelah kupingnya dan memasangnya ke kuping Sinta.
Sinta sedikit terkesiap. Dia menoleh dan melihat Nurul tersenyum. Musik Folk di kupingnya terdengar lembut.
66. CONTINUED
Bus berhenti di sebuah halte. Orang-orang yang sudah menunggu masuk satu-satu. Di antara orang-orang itu ada Ray.
Ray berhenti di tangga paling atas. Dia menatap Sinta yang sedang melihat keluar sambil menikmati musik.
Nurul yang melihat Ray menyenggol pinggal Sinta dengan sikunya. Sinta menoleh ke Nurul. Lalu ke Ray yang berdiri di samping depannya.
Sinta tersenyum ramah seperti biasa. Sementara Ray menelan ludah dan merasa canggung.
Sebentar, ada yang mendorong punggung Ray pelan memintanya tidak berdiri di situ.
Ray menoleh. Menyingkir dari posisinya sambil meminta maaf.
Pada saat dia menoleh Sinta lagi, Sinta masih memandanginya.
67. EXT. JALANAN – CONTINUED
Musik FOLK perlahan mulai tak terdengar.
Bus berhenti menurunkan Ray dan Sinta.
Di pinggir jalan, di antara sedikit orang lalu lalang, ada Lana duduk di atas motor menunggu Ray sambil membuka ponsel. Menyadari kedatangan Ray, Lana langsung mematikan ponsel dan menyalakan motor.
SINTA
Sama Lana, Mas?
Ray terkesiap. Dia menjawab hanya dengan anggukan.
RAY
Ta, kalau mau, kamu bisa pulang sama Lana.
Lana mengerutkan dahi menatap Ray.
Sinta tertawa kecil.
SINTA
Kok saya sih, Mas? Lana ke sini kan pasti mau jemput Mas Rama.
Lana melirik-lirik Sinta.
RAY
Nggak juga, kok. Silakan.
Sinta geleng kepala.
SINTA
Nggak usah, Mas. Terima kasih. Saya jalan saja.
Sinta mengangguk ke Lana. Lana membalas dengan senyuman canggung.
Sinta lalu jalan mendahului mereka menuju mulut gang kecil. Ray memandangi Sinta. Dalam hati, dia berharap Sinta menoleh. Tetapi tidak. Sinta lalu hilang dari pandangan.
68. CONTINUED
Ray menoleh dan mendekat ke Lana.
Lana tersenyum penuh arti sambil geleng-geleng kepala. Dia lalu mengegas motor meninggalkan Rama sendiri.
LANA
(sambil jalan)
Ladies first, Om.
Ray mendengus. Lana pergi meninggalkan tawa yang tidak disukai Ray.
69. CONTINUED
Tampak jalan gang sempit yang ramai orang seperti biasa. Banyak ibu-ibu bergerombol dan anak-anak yang bermain kejar-kejaran.
Lana mengejar Sinta. Dia lalu berhenti di samping Sinta.
Sinta menoleh terkejut.
LANA
Yuk mbak.
Sinta hendak menolak. Tapi dia merasa tidak enak.
SINTA
Mas Rama ditinggal?
LANA
Iya mbak. Katanya ladies first.
Sinta tertawa kecil disusul Lana.
Pada saat Sinta hendak naik ke motor, dia menoleh ke belakang dan melihat Ray berjalan lunglai.
Sinta naik. Meskipun dia merasa ragu. Dia lalu mengangguk pada Ray.
Ray membalas dengan senyuman.
Di sekitar ibu-ibu melihat mereka seperti menyimak acara gosip di televisi. Ada yang berbisik-bisik, ada juga yang ribet membuka fitur kamera di ponsel cerdasnya. Ibu-ibu itu lalu mengarahkan kamera ke Lana dan Sinta yang jalan menjauh.
Lana berdua Sinta menyapa ibu-ibu tersebut. Lana menekan klakson. Sementara Sinta menganggukkan kepala.
IBU-IBU #1
Yang akur ya mbaak!
Sambil terus jalan, Lana mengacungkan jempol ke udara.
70. INT. DOUBLE MUG’S – NIGHT
Ray duduk di kursi paling belakang di dekat bar. Di warung kopi ada live music seperti biasa. Tampak Acin dan kelompok band-nya yang tengah bermain.
Ray duduk sendirian. Di mejanya ada laptop yang menyala. Kupingnya disumpal airpods.
Di sebelah laptop, ponselnya beberapa kali menyala dan berbunyi notifikasi. Tapi Ray tak peduli. Fokusnya hanya bekerja.
Terdengar band memainkan lagu barat lawas. IMAGINE – JOHN LENNON.
CUT TO: