42. EXT. HALTE BUS – AFTERNOON
Tanpa suara kita akan melihat Ray dan Mirwan bercakap-cakap. Langit tampak sedikit mendung yang membuat suasana halte yang ramai menjadi terasa dingin dan orang-orang terlihat lelah.
Lalu bus datang. Ray dan orang-orang masuk tertib satu-satu.
Ray baru duduk pada saat Sinta masuk. Pandangan mereka bertemu. Sinta mengangguk tersenyum.
Sinta lalu mendekat. Dia duduk di sebelah Ray yang masih muat untuk satu orang.
43. CONTINUED
MUSIK FOLK MULAI.
Kita akan merasakan mood yang berubah menjadi gloomy pada saat bus kembali jalan. Sementara langit Kota Jakarta tidak sepenuhnya diselaputi mendung. Cahaya matahari sore masuk lewat kaca.
Kondektur datang menagih uang ongkos. Ray menoleh memberikan uang. Pada saat yang sama, dia melihat wajah Sinta disinari cahaya sore yang lembut.
44. CONTINUED
Kondektur pergi.
Ray dan Sinta sama-sama kikuk. Keduanya berusaha mengatasi perasaan masing-masing dengan bersikap wajar.
Musik berhenti.
Bus juga berhenti. Orang-orang saling berpandangan karena tak ada salah seorang pun di antara mereka yang menyetop Sopir.
Dari belakang, Kondektur segera mendekat ke Sopir.
PENUMPANG #1
(ke sopir)
Kenapa, Pak. Mogok, ya?
Sopir mengiya. Suasana menjadi ribut seketika. Sebagian suara nyaring yang terdengar menyalahkan Sopir. Ada yang berceletuk kesal:”Kok, bisa sih mogok begini?” Sopir menyahut: “ya maklum namanya juga kendaraan”. Ada lagi yang menyahut: “wah nggak beres nih”.
KONDEKTUR
Nggak beres gimana, Pak. Makluminlah kalau mogok. Lamborghini juga pasti bakalan mogok kalau emang udah waktunya.
PENUMPANG #2
Yee ... terus gimana?
KONDEKTUR
Ya kita benerin dulu. Terus bapak-bapak, ibu-ibu, mbak-mbak, mas-mas sekalian kita alihkan.
Sementara orang-orang ribut saling menyalahkan, Sinta bangkit dan berjalan keluar. Ray menyusul. Beberapa orang meskipun sambil mendumel ikut keluar.
45. CONTINUED
Suasana mulai gelap. Lampu-lampu mulai dinyalakan. Di beberapa sudut, di antara warung-warung tenda yang mulai buka, asap merubung ke udara.
Di trotoar, sementara orang-orang masih mendumel sambil menunggu kendaraan lain, Sinta berjalan menuju arah kompleks perumahannya.
Ray mengejar dan berjalan menjejerinya.
Sinta menoleh tersenyum.
RAY
Mau jalan?
SINTA
Ya, Mas. Tanggung. Sudah deket, kan?
RAY
Tapi ini sudah mau Magrib, loh.
Beat.
Terdengar suara adzan di kejauhan.
RAY (CONT’D)
Tuh. Denger, kan? Naik ojek saja gimana?
SINTA
Nggak pa-pa, Mas. Nggak sampai sepuluh menit, kan. Kayaknya jam segini juga susah dapat ojol sekalipun. Lagian kalau ngeburu Magrib juga bisa numpang sholat di masjid depan.
Ray merasa Sinta ada benarnya.
SINTA (CONT’D)
Kalau Mas Rama mau ngojek, monggo, Mas, silakan.
Ray tersenyum samar. Dia lalu geleng kepala.
Sinta lalu melanjutkan jalan. Ray mengikuti.
Keduanya berjalan agak gegas.
46. CONTINUED
Ray berhenti di depan Double Mug’s.
SINTA
Kenapa, Mas?
RAY
Kalau mau, kamu bisa numpang sholat di sini. Masjidnya masih agak jauh.
Sinta mengangguk. Dia paham maksud Ray.
Mereka berdua lalu jalan beriringan memasuki halaman Double Mug’s.
47. CONTINUED
Seseorang memasukkan mi instan ke dalam panci berisi air mendidih. Mengaduk-aduknya sebentar. Lalu memasukkan telur. Potongan sawi. Cabai rawit. Serta bawang.
CUT TO:
48. INT. MUSHOLA KECIL – WARUNG KOPI – EVENING
Sinta selesai sholat. Dia melipat mukena lalu memasukkannya ke dalam pouch.
Ponsel berbunyi.
Sinta mengambil ponsel dan mengangkat telepon.
Beat.
SINTA
Nggih, Bu. Ndak lembur, kok. Cuma tadi busnya mogok. Terus aku mutusin jalan kaki karena sudah deket. Ini mampir sholat di jalan, karena ndak enak kalau harus lanjut jalan.
BU MERI (V.O.)
Di mana kamu numpang sholatnya. Biar Bapak jemput kamu sekarang.
SINTA
Ndak usah, Bu. Sinta biar jalan kaki saja. Sudah deket. Sinta numpang sholat di warung kopinya Koh Acin.
BU MERI (V.O.)
Memangnya sama siapa kamu. Kamu sendiri, kan?
Sinta memilih kata.
SINTA
Sama temen, Bu.
BU MERI (V.O.)
Temen yang mana?
Sinta menghela napas.
SINTA
Bu sudah dulu, ya. Ini Sinta mau jalan.
Sinta menutup telepon. Memasukkan ponsel ke dalam tas. Dia lalu keluar.