17. INT. WARUNG KOPI – SAME TIME
Kita akan melihat sebuah bangunan lama peninggalan zaman Belanda yang disulap menjadi warung kopi. Letak bangunan yang menjorok sekitar lima belas meter dari bibir jalan raya dimanfaatkan untuk tempat pelanggan. Ada tulisan DOUBLE MUG’S dengan gaya estetik pada pintu masuk di pagar depan.
Ray duduk dengan salah seorang temannya sejak kecil, ACIN (37) Pemilik warung kopi tersebut.
Warung kopi tampak ramai pengunjung. Ada pertunjukkan live music.
Seorang pelayan mengantarkan pesanan latte buat Ray.
Acin menyandar. Gerakan tangannya mengusap dagu. Dia memperhatikan Ray dengan seksama. Ray sementara itu, mulai menghirup latte perlahan.
Ray meletakkan cangkir. Dia menoleh Acin di depannya lalu mengangkat dagu.
ACIN
Lu ngerasa ada yang beda nggak ... sama diri lu sendiri?
Ray mengerut dahi. Menggeleng tak setuju. Acin sebaliknya menatapnya semakin yakin.
ACIN (CONT’D)
Lu terakhir ke sini nggak kayak gini.
Ray menahan tawa.
RAY
Yalah ... gue nggak pake baju yang sama.
Acin tertawa. Dia geleng-geleng kepala.
ACIN
Nggak. Nggak gitu. Lu pasti paham maksud gue.
RAY
Maksud yang mana?
Acin geleng kepala lagi. Tertawa kecil. Dia lalu mengambil dan membuka ponselnya. Membuka aplikasi pesan. Memperlihatkan videonya jalan berdua Sinta.
Ray tertawa kecil melihat video tersebut.
RAY (CONT’D)
Lu gabung grup gituan?
Acin menghela napas. Dia mematikan dan mengantongi lagi ponselnya.
ACIN
Seru lagi. Lu kenapa nggak gabung?
Ray menertawakan Acin. Sementara Acin kembali menyandarkan punggung sambil memperhatikan Ray penuh tanya.
ACIN (CONT’D)
Gimana ceritanya?
Ray menatap Acin sebentar.
RAY
Serius lu nanya gituan?
ACIN
Ya kalau gue enggak serius nggak bakalah gue tanya langsung.
Ray mengedarkan pandang. Live music menyanyikan lagu lawas. CINTAKAN MEMBAWAMU – REZA ARTAMWEVIA.
Pada saat Ray kembali menoleh Acin mengangkat alis padanya.
Ray merasa diperas. Lalu dengan terpaksa dia menjawab.
RAY
Lu sendiri tahu kita tinggal sekompleks. Tempat kita kerja juga deketan dikit. Jadi yang namanya kebetulan enggak bisa diakal-akal.
Acin menggeleng tidak setuju. Dia tertawa mengejek.
ACIN
Nggak gitu, Bro, konsepnya.
Ray angkat bahu. Dia ambil cangkir dan menghirup latte.
ACIN (CONT’D)
Itu kelanjutan dari hajatannya Bu Asnah kemarin, kan?
Ray meletakkan cangkir dengan hati-hati. Dia mengusap mulutnya sambil mengalihkan pandang ke tempat lain.
ACIN (CONT’D)
Bro. Di umur kita yang sekarang, kayaknya sudah nggak perlu lagi gengsi-gengsian. Ya, lu ... lu paham maksud gue. Cuman. Kalau itu emang bener gue jadi orang nomor satu yang ngedukung lu.
RAY
Masalahnya gue sama Sinta nggak ada apa-apa. Nggak ada apa-apa. Cuman kebetulan kita papasan terus jalan bareng. Yakali kerjaan orang kompleks di grup WA pula lu percayain.
ACIN
Gue bukan percaya. Tapi gue aminin. Ya bagus kalau emang jalannya dari situ, kan.
Ray tertawa menyerah. Lagu berhenti.
RAY
Serah lu, mah.
18. EXT. GANG KOMPLEKS – MORNING
Suasana kompleks yang ramai. Ada tukang roti keliling dengan bunyi pengeras suara yang nyaring. Ada orang menggeber motor. Ada lansia jalan pagi ditemani cucunya. Ada tukang bubur ayam keliling. Ada ibu-ibu berbadan subur lari-lari membawa sapu mengejar kucing yang mengambil ikannya.
19. INT. RUMAH SINTA – KAMAR SINTA – SAME TIME
Sinta baru selesai dandan siap berangkat kerja.
Ponselnya berbunyi notifikasi. Dia mengambil dan membuka ponselnya. Beberapa pesan sekaligus muncul dari teman-temannya tetangga kompleks.
Sinta geleng kepala. Teman-temannya tetangga satu kompleks masih menanyakan validasi video tersebut.
20. INT. RUMAH SINTA – RUANG MAKAN – MOMENTS LATER
Sinta membantu ibunya memberesi meja makan bekas sarapan.
BU MERI
Orang kok usilnya nggak ketulungan. Ghibah jadi kebiasaan!
SINTA
Maklumin sajalah, Bu. Orang kan emang paling seneng sama hiburan.
BU MERI
Ya ibu juga enggak ngelarang orang mau seneng-seneng, kok. Cuma ya jangan kamu dong yang jadi tontonan!
Sinta menoleh Pak Yon di depannya. Pak Yon mengangkat dagu. Sinta geleng kepala pelan.
Sementara Bu Meri melihat dari Sinta ke Pak Yon.
BU MERI (CONT’D)
Orang-orang kompleks lagi ngebadutin anakmu, tuh!
Sinta menghela napas. Dia melirik jam pada arloji lalu mengambil tas di kursi dan menyandangnya ke bahu.
PAK YON
Ya wes menengno wae ... tutup kuping. Tanganmu juga cuma ada dua. Cuma bisa buat nutup kuping sendiri. Ndak bisa mbekep mulut mereka semua.
Sinta tersenyum. Dia jalan memutar mendekati ayahnya lalu salim. Gantian ke ibunya. Dia mengucap salam lalu pergi.