142. INT. KAMAR ADAM - SIANG
Wina duduk di pinggir ranjang ketika Adam masuk ke dalam kamar. Sedang menatapi Danu yang tidur di ranjang kecilnya.
ADAM
"Kalian sudah siap?"
Wina tidak menjawab.
ADAM
"Dimana barang-barangnya biar aku bawakan."
Masih tidak ada jawaban. Adam duduk di ranjang di dekat Wina.
ADAM
"Wina, kamu enggak apa-apa?"
Dengan lembut Adam menyentuh bahu Wina. Wina beralih pada Adam. Jeda.
WINA
"Kenapa kamu tidak beri tahu aku tentang malam nanti, Dam? Tentang apa yang terjadi, tentang apapun?"
Jeda.
WINA
"Selama ini aku pikir sebagian besar isi di rumah ini adalah hasil pekerjaan suamiku. Kerja keras kamu. Setiap hari aku memandang benci Rizka karena aku pikir ia terlalu beruntung untuk bisa diadopsi oleh keluarga yang sepuluh tahun lalu sangat menginginkan seorang anak perempuan. Aku bahkan sempat berpikir dia membawa teman-temannya ke rumah hanya untuk menghabiskan makanan, menghabiskan kekayaaan kamu. Tapi ternyata aku salah. Dan semua itu karena kamu Dam, kamu tidak pernah memberitahu aku, tidak satupun hal dari cerita keluarga ini."
Wina menangis.
WINA
"Sekarang apa yang harus aku lakukan? Setelah membenci Rizka dengan alasan yang salah, apa aku harus diam saja dan pergi tanpa memberinya pembelaan di malam nanti?"
ADAM
"Dia bukan siapa-siapa, Wina. Ingat itu. Dia hanya orang yang memang sudah direncanakan untuk ini. Tidak lebih."
WINA
"Kenapa kejadiannya serumit ini?"
ADAM
"Dengarkan aku, Wina. Semua akan baik-baik saja. Oke? Tenangkan diri kamu."
Jeda. Wina berusaha menuruti Adam, ia menenangkan dirinya sendiri. Kedua kening Adam dan Wina saling bersentuhan. Adam mengelus-elus belakang kepala Wina.
ADAM
"Kamu jadi pergi?"
Wina mengangkat kepalanya memandangi Adam. Wina menggeleng. Adam memeluk Wina.
ADAM
"Ya sudah, jika itu yang memang kamu mau. Tidak apa-apa."
Di tengah kenyamanan yang diberikan Adam untuknya, Wina melepaskan pelukan Adam. Ia menelan ludah akibat tangisannya.
WINA
"Rizka. Bukankah Rizka sedang di rumah sakit? Bagaimana jika dia tidak hadir sementara ritual masih memerlukan korban? Mama. Mama bilang sampai kapanpun dia tidak akan mengorbankan keluarganya. Itu berarti aku ... Tidak. Masih ada Bibi dan Pak Sutrisno. Kamu bilang sama Papa agar memilih salah seorang di antara mereka ya, Dam. Jangan aku. Aku belum ingin mati. Danu, kasihan dia jika kehilangan ibunya."
ADAM
Wina. Hei.
(Adam memegangi kepala Wina yang kehilangan kendali)
"Aku berjanji padamu semua akan berjalan sesuai rencana, Wina. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kita akan baik-baik saja. Kamu, Danu, aku. Aku janji."
Adam memeluk Wina kembali.
ADAM
"Aku janji."
CUT TO: