139. INT. MOBIL ADAM - SIANG
Adam duduk di jok pengemudi. Ia memperhatikan jam di tangannya. Sudah menunjukkan pukul tiga lewat dua belas. Adam keluar dari mobilnya.
CUT TO:
140. INT. RUMAH SAKIT - SIANG
Adam meninggali suster di meja informasi yang baru saja memberikannya posisi kamar Rizka dirawat. Sebagai Kakak dokter pemilik rumah sakit, Adam tidak perlu berkata banyak.
Adam berjalan di lorong rumah sakit hingga menuju kamar Rizka yang sedikit terbuka. Di dalamnya Adam bisa melihat Rizka sudah sadar dan Ben sedang menemani.
Adam ingin kembali ke arah dirinya tadi datang. Tapi di belakangnya ia melihat Martin sedang mengarah ke lorong itu sambil bercakap-cakap dengan seorang dokter lain. Adam pura-pura tidak melihatnya, lalu berputar menuju pintu belakang rumah sakit.
CUT TO:
141. INT. RUANG PASIEN - SIANG
Ben memegangi sebuah piring berisi buah-buahan yang telah dipotong kecil-kecil dengan tangan kirinya. Ben menyulangi buah dengan tangan kanan ke mulut Rizka.
BEN
"Tadi Eka datang. Sejam nungguin kamu, eh tapi kamunya enggak bangun-bangun. Dia kirim salam dan nitipin flashdisk buat kamu."
Rizka mengunyah buah di mulutnya.
RIZKA
"Flashdisk, Kak?"
BEN
"Film katanya. Kalau enggak salah judulnya Larry."
RIZKA
"Larry? Carrie mungkin, Kak?"
BEN
"Iya, itu maksud Kakak. Carrie. Katanya bagus, sih. Dari penulis terkenal. Stephen Chow."
RIZKA
"Stephen King, Kak."
BEN
"Kata Eka filmnya sudah bluray, ada subtitle Inggris dan Indo-nya juga. Tinggal diatur saja. Tapi Kakak kurang mengerti bagaimana cara mengaturnya. Nanti kamu tanya ke Eka lagi saja."
RIZKA
"Film-film ori memang ada dijual dalam bentuk flashdisk, Kak?"
BEN
"Enggak ada sih setahu Kakak. Paling enggak, ya, dijual pakai plastik transparan atau edisi amplop gitu. Kenapa? Enggak semua orang mau mendedikasikan diri untuk film, loh. Terlepas dari ekonomi, kalau nontonnya cuma sebatas iseng, nontonnya sekali-sekali, dan hanya untuk menghabiskan waktu sendiri bukan untuk study, enggak maulah orang bayar banyak untuk film. Zaman sekarang mah tinggal numpang wifi kampus terus download."
RIZKA
"Mahal ya, Kak, kalau beli yang ori?"
BEN
"Untuk blu-ray yang baru, enggak second, sekitar tiga ratusan. Itu baru satu movie."
Jeda.
RIZKA
"Nanti bantuin aku cari film ini ya, Kak, untuk Eka."
BEN
"Blu-ray player Eka region apa kamu tahu?"
Rizka menggelengkan kepalanya pelan.
BEN
"Ya udah entar kita cari yang free region aja. Tapi Eka punya bluray player kan?"
Ben dan Rizka bertatapan. Martin masuk ke dalam ruangan.
MARTIN
"Bagaimana keadaanmu, Rizka? Merasa baikan?"
Serentak Ben dan Rizka memandangi Martin. Rizka mengangguk.
MARTIN
"Malam ini kamu istirahat di sini saja dulu. Besok pagi baru pulang dijemput Ben atau Pak Sutrisno. Di sini nyaman, kok. Kamu juga enggak perlu capek pindah-pindah."
Ben dan Martin bertukar pandang sejenak.
MARTIN
"Ben, aku pulang duluan ke rumah. Mama tadi telepon, katanya Papa kambuh. Kamu di sini saja dulu jagain Rizka."
RIZKA
"Papa kenapa, Kak?"
MARTIN
"Enggak, cuma kelelahan aja. Pikiran. Udah enggak perlu khawatir, semua baik-baik aja. Ben, kalau ada apa-apa segera hubungi, ya."
Ben mengangguk. Martin menepuk bahu Ben lalu keluar dari ruangan.
CUT TO: